Suasana hati Audi tidak tenang, ia masih kepikiran dengan keadaan Kenzie. Apakah dirinya baik-baik saja? Audi mencoba menelfon Kenzie, tersambung tetapi tidak diangkat.
Bel pulang sekolah berbunyi, Audi berjalan menuju kelas Kenzie. Ia tidak melihat Kenzie di sana, lalu Audi berjalan menuju gerbang sekolah. Sefan melihat Audi yang murung, ia bingung kenapa lagi dengan adiknya itu.
"Kenapa lagi?" tanya Sefan dengan menatap Audi.
"Tau ah, males ngomong," jawab Audi sinis. Sedangkan Sefan hanya menggelengkan kepala saja, ia menyetir mobilnya menuju kafe kesukaannya.
Audi dan Sefan sudah sampai di Kafe Pelangi, mereka berjalan masuk. Audi memesan kopi kapucino dan Sefan memesan kopi gula aren, Audi asyik memainkan ponselnya. Sefan menatap ke arah sekitar, ia seperti melihat Kenzie bersama perempuan lain.
Sefan pamit kepada Audi untuk pergi ke toilet, ia berjalan menuju tempat Kenzie duduk. Sefan memperhatikan sikap Kenzie, terlihat Kenzie seperti tidak nyaman bersama wanita itu. Tanpa berlama lagi, Sefan langsung menghampiri Kenzie.
"Kenzie?" ucap Sefan.
"Bang Sefan?" jawab Kenzie dengan terkejut.
"Lo ngapain di sini? Audi dari tadi pagi nyariin lo," balas Sefan dengan dingin, lalu Kenzie mendekat ke arah Sefan.
"Gue terpaksa bang, ini kemauan mama gue," jawab Kenzie meyakinkan Sefan.
"Bener?" tanya Sefan lalu Kenzie mengangguk, sepertinya Kenzie tidak sedang berbohong. "Yaudah, gue nggak akan bilang sama Audi," sambungnya lalu pergi begitu saja dari hadapan Kenzie dan Aura.
Audi kesal karena Sefan meninggalkannya lama, ia melihat Sefan yang sedang berlari menuju arahnya. Ekspresi wajah Audi sangat dingin, ia menatap kakaknya dengan tatapan tajam. Sefan hanya diam ketika ditatap Audi seperti itu, ia tau jika adiknya sedang marah padanya.
Sefan menjalankan mobilnya menuju rumah, sedari tadi Audi tidak ingin berbicara dengan Sefan. Sesampainya di rumah, Audi langsung turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumahnya.
"Dasar anak baru gede, labil," ucap Sefan dengan menatap ke arah Audi.
Audi sudah berada di dalam kamar, ia membanting tasnya ke arah kasur. Hari ini adalah hari terburuk yang ada dalam hidup Audi, emosinya tidak bisa terkontrol dengan baik. Ia mengambil ponselnya, lagi-lagi tidak ada pesan masuk dari Kenzie.
"Tau ah! Semua orang nyebelin," ucap Audi kesal.
***
Kenzie menyalakan mesin sepeda motornya dan berjalan menuju rumah Audi, ia sudah menunggu Audi selama sepuluh menit namun Audi tak kunjung terlihat.
Audi melihat motor Kenzie dari balkon kamarnya, ia sengaja berlama-lama karena sedang tidak ingin bertemu dengan Kenzie. Sefan mengetuk pintu kamar Audi, mengisyaratkan agar lebih cepat bersiapnya.
"Cepetan, di bawah ada Kenzie," ucap Sefan.
"Nggak mau, suruh Kenzie pergi dulu. Aku mau berangkat sama kakak aja," jawab Audi dengan membuka pintu kamarnya.
"Kasihan Kenzie udah nunggu kamu lama banget, masa iya diusir sih?" balas Sefan dengan emosi.
"Bodo amat, udah cepetan kak," kata Audi.
Dengan berat hati, Sefan mengusir Kenzie dari rumahnya. Audi tersenyum ke arah Sefan, lalu masuk ke dalam mobil dan bergegas menuju sekolah.
Sepanjang perjalanan, ponsel Audi tidak berhenti bergetar. Entah sudah berapa puluh panggilan masuk dari Kenzie, tetapi Audi memilih untuk tidak mengangkat panggilan itu. Audi ingin Kenzie merasakan apa yang ia rasakan kemarin, ia juga ingin melatih kesabaran Kenzie.
Audi berjalan menyusuri kooridor untuk sampai di kelasnya, ia melihat Kenzie yang sedang berlari ke arah dirinya. Audi mempercepat langkahnya, ia tidak ingin bertemu dengan Kenzie.
"Audi tunggu!" ucap Kenzie dengan sedikit berteriak, tetapi Audi tidak menghentikan langkahnya. Kenzie berpura-pura pingsan, lalu Audi menghampirinya dengan wajah cemas.
"Lo kenapa, Kenzie?" tanya Audi sembari menepuk pipi Kenzie. "Maafin gue," sambung Audi dengan menatap Kenzie yang sedang pingsan.
Kenzie menahan tawa ketika mendengar ucapan Audi, ia sengaja tidak membuka matanya agar ia tahu seberapa besar cinta Audi kepadanya. Berbagai cara telah Audi lakukan untuk menyadarkan Kenzie, tetapi tidak ada satupun yang berhasil. Ini adalah cara terakhir, yaitu memberi nafas buatan.
Awalnya Audi tidak ingin, tetapi ia juga bingung harus bagaimana lagi. Audi membuka mulut Kenzie, lalu memejamkan matanya. Sedetik kemudian, ia mendengar tawa Kenzie yang renyah.
"Ih! Apa-apaan sih," ucap Audi kesal.
"Untung aja belum," jawab Kenzie dengan tertawa lepas, Audi hanya menatap Kenzie dengan tatapan kesal. Ia sangat membenci Kenzie hari ini.
"Nyebelin banget sih!" kata Audi lalu pergi tanpa permisi. Kenzie tersenyum lalu mengejar langkah kaki Audi.
Bel istirahat berbunyi, Audi masih kesal dengan sikap Kenzie tadi. Untung saja dirinya belum memberi Kenzie nafas buatan, jika Audi mengingat kejadian itu dirinya semakin kesal dengan Kenzie.
Kenzie melihat Audi yang sedang memainkan ponsel di dalam kelas, ia masuk ke dalam kelas Audi dan menjadi pusat perhatian semua murid. Audi terkejut ketika melihat kedatangan Kenzie, ia membawa sebuah makanan dan minuman untuknya.
"Ngapain sih masuk kesini? Kan jadi dilihatin sama anak-anak," ucap Audi dengan mendorong tubuh Kenzie agar keluar dari kelasnya.
"Kok di luar sih? Nggak apa-apa dilihatin, kan kita udah jadian," jawab Kenzie datar. Dengan cepat, tangan Audi mendarat di mulut Kenzie.
"Jangan keras-keras," kata Audi dengan membekap mulut Kenzie.
"Iya-iya, nih dimakan dulu," jawab Kenzie lalu memberikan makanan dan minuman itu kepada Audi.
Audi dan Kenzie menikmati makanan berdua, mereka tidak mempedulikan sorot mata siswa atau siswi yang lewat di depan mereka. Audi dan Kenzie merasa dunia ini hanya milik berdua, Kenzie menatap wajah Audi dengan tersenyum.
"Nggak usah dilihatin!" ucap Audi dengan menatap Kenzie.
"Galak amat," jawab Kenzie lalu tertawa.
Bel pulang sekolah berbunyi, Audi menunggu Kenzie yang sedang berlatih basket. Telinga Audi terasa cukup panas ketika banyak siswi yang meneriaki Kenzie, tetapi Kenzie tidak mempedulikan teriakan itu. Audi menatap Kenzie lalu menebar senyuman yang membuat hati Kenzie teduh dan semangat.
Audi menunggu Kenzie selama kurang lebih satu jam, kini latihan rutin ekstra basket telah usai. Kenzie berjalan menuju arah Audi, keringat Kenzie bercucuran dengan deras. Audi terpesona ketika Kenzie sedang berkeringat begini, wajahnya terlihat lebih tampan dari biasanya.
"Ganteng ya?" ucap Kenzie ketika melihat Audi yang sedang tersenyum tidak jelas.
"Nggak," ucap Audi mengelak.
"Jujur aja, gue udah tau kok. Sorot mata lo nggak pernah bohong, walaupun mulut berbohong," ucap Kenzie sembari mengambil tasnya. "Yuk pulang," ajak Kenzie dengan memegang tangan Audi.
Audi sudah sampai di depan rumahnya, ia merasa sangat bahagia hari ini. Kenzie melepas helm dan menatap Audi sebelum ia pergi, Kenzie ingin bersama Audi selamanya.
"Makasih ya buat hari ini, gue bahagia banget walaupun tadi ada yang nyebelin juga sih," ucap Audi dengan menatap Kenzie.
"Sama-sama, gue juga bahagia kalau lo bahagia. Gue pulang dulu ya," pamit Kenzie lalu memakai helm-nya dan bergegas meninggalkan rumah Audi.