"Katkanlah, jangan membuat serbuk halus mengenai mata ku, tolong katakanlah."
hari ini aku menemaninya membeli terompet dan kembang api, ya walau pun tahun baru masih agak lama.
dia yang begitu antusias, berjalan kesana kemari, awalnya aku pikir sesudah membeli terompet, ia dan aku akan lansung pulang, namun...
ini sungguh melelahkan, menemani dirinya seharian ini membuat ku merasakan kelelahan yang cukup parah, benar kata orang bahwa wanita itu gila soal berbelanja.
aku tak tau bahwa hari sudah sore, karna ya... aku tak menyadiri nya, aku yang selalu fokus pada diri nya yang begitu bersemangat, "cocok gak?" tanya ia saat ia mencoba pakai yang ia rasa sangat bagus untuk dirinya, namun tak demikian bagiku rasanya, pakaian itu terlalu mencolok, tabrak warna bak pelangi, di malam hari...
"gak, jelek..." ucap ku mengarahkan jempol tangan kebawah sembari menyuruhnya berganti pakaian lagi.
malam datang menghampiri, langit gelap, lampu jalanan berwarna sendu, aku dan ia duduk di bangku taman sembari menyantap makanan yang kami beli.
ada perasaan yang menyenangkan dari semua ini, bersama-sama menyantap makanan, aku menyuapi dirinya dengan lembut begitu juga dirinya, namun tiba-tiba angin berhembus kencang.
"Dingin!" ucap kami bersamaan, saat angin dingin menyentuh kulit kami.
"Kata orang-orang ciuman dapat menghilangkan kedinginan loh." ucap ku dengan sedikit godaan kepada nya.
"Dasar mesum, cepat habisin makanannya."
akhirnya kami pun selesai juga, sambil mengemasi dan membuang bungkus makanan itu di tempat sampah, aku berbicang padanya menanyai berbagai hal yang biasa ku tanyai kepada diri nya.
"Bisakah kita, sedikit lebih lama lagi?" pinta dirinya, memegang baju ku, wajah yang dibuatnya sungguh sangat imut,
"tentu."
taman ini sebentar lagi akan tutup, jadi dengan cepat kami memilih wahana yang akan kami naiki,
"akhirnya..." aku keletihan saat harus menentukan apa yang harus aku coba, begitu juga dia dengan nafas yang terengah-engah ia duduk bersender menghadap diri ku.
kota ini tak terlalu banyak berubah, penuh akan kenangan, hanya saja sungai nya sekarang tak bisa untuk di mandi, airnya kini sudah tak sedalam dahalu, surut dan hanya meninggalkan hendapan sampah.
Kota tempat kelahiran ku, kota tempat kebahagian, kesedihan, penyesalan, tangisan, dan bentrokan hati ku, ia menjadi saksi bahwa sedikit demi sedikit diri ku mulai berubah.
melangkah maju dengan keterpaksaan, bianglala, perlahan demi perlahan mulai berputar, ia masih kecapekan.
walau pun aku sangat takut ketinggian, namun kali ini aku ingin dianggap berani, agar ia tak mengolok-olok ku lagi.
kami hampir sampai dipuncaknya, dari sinilah aku bisa melihat seluruh kota ini, mungkin aku harus berteriak, ya agar aku bisa mengurangi ketakutan ku.
"Aku letih" kata ia dan mulai merubah posisi duduknya, yang tadinya menyender, sekarang tegap, menatapi diriku. aku dibuat malu karna ia menatap ku dengan begitu tajam tanpa kedipan, lalu tiba-tiba...
"aku lapar..." rengeknya berpindah tempat duduk disampingku, memeluk tangan ku dan terus saja merengek, melihat tingkah yang mengemaskan membuat aku sedikit geli,
kusederkan dirinya, menghembuskan nafas hangat dilehernya, lalu memciumi lehernya dengan lembut, naik keatas dan mulai mencium bibirnya, ia tak merespon dan juga tak menolak perlakuan ku itu.
"Kamu mengambil keuntungan yang besar dari ku." ucapnya, aku hanya tersenyum dan kembali mencium bibir nya.