Chapter 23 - Dia Milikku!

Galang tidak menghiraukan yang lainnya, pria itu langsung masuk ke dalam too.

Sedangkan, manajer tadi heran saat Galang tiba-tiba ingin memeriksa tokonya. Dirinya berpikir jika ada yang salah dengan toko mereka atau mungkin Galang tidak puas dengan kinerjanya dalam menangani masalah di toko.

Di sisi lain, pintu ruang ganti terbuka dan memperlihatkan Luna yang dengan anggun memakai gaun biru.

Rangga yang melihat itu tidak berkedip dan terpesona dengan kecantikan Luna. Dia berpikir jika gaun itu memang sangat cocok dipakai Luna, terlihat sangat sempurna.

Rambut panjangnya yang tadi terurai sekarang diikat ke atas menampakkan leher jenjangnya dan bahunya yang terbuka, menambah keanggunan gadis itu. Kulit putihnya sangat cocok dengan warna biru muda gaun itu, ditambah kaki jenjangnya yang terlihat, juga wajah cantiknya menambah kesan anggun, tidak ada lagi gadis imut berseragam yang dilihatnya tadi.

Rangga terpesona saat melihat gadis cantik di depannya. Baginya, Luna adalah gadis tercantik yang pernah dia lihat, walau gadis itu tidak memakai riasan sama sekali.

Pemuda itu kembali teringat saat-saat pertama kali bertemu dengan Luna. Gadis itu, di acara pembukaan masa orientasi sekolah, menyerahkan mikrofon padanya saat dirinya ditunjuk sebagai perwakilan siswa baru untuk berpidato. Dia agak terkejut saat mengetahui gadis yang menyerahkan mikrofon padanya, riasannya begitu tebal, ala-ala gothic.

Pada saat itu, Luna menatapnya dengan tatapan mendamba dan penuh dengan obsesi padanya. Hingga keesokan harinya, gadis itu muncul di depannya dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Aku gadis yang memberimu mikrofon kemarin. Aku menyukaimu!"

Rangga tidak bisa berkata apa-apa dan merasa sedikit mual karena gadis itu dengan terang-terangan mengaku suka padanya. Setelah itu, Luna terus menerus mengikutinya.

Lamunannya terhenti saat Luna bertanya padanya, "Bagaimana penampilanku?"

Rangga menangguk dan sebelum sempat memujinya, terdengar suara kaku di belakang mereka.

"Itu sangat jelek."

Luna di depannya terlihat terkejut saat berkata, "Paman?" yang membuat Rangga menoleh ke belakang dan dia dapat melihat sosok tinggi besar Galang yang memakai setelan jas rapi berdiri dengan wajah kaku di belakangnya. Dirinya bangkit berdiri.

Sedangkan, di sisi lain, Galang melihat Luna memakai gaun kurang bahan dengan bagian leher dan bahunya yang terbuka menjadi sangat kesal dan menatapnya dengan mata menyipit.

"Keluar!" perintahnya dengan tegas kepada seluruh karyawan toko di situ.

Fero yang sedari tadi mengikuti di belakang, cepat-cepat menyuruh semua karyawan, termasuk manajer keluar dari sana dan mereka menurut.

Dengan cepat, hanya ada Galang, Luna, dan Rangga saja yang ada di sana.

Rangga yang tidak tahu dengan situasinya dan heran melihat wajah kesal Galang berkata pada pria itu dengan sopan, "Paman, aku mengajak Luna untuk membeli pakaian di sini."

Namun, Galang tidak ingin percaya begitu saja, dia menatapnya dengan tajam dan berkata, "Kau memanggilku apa?"

Apa dia juga memanggilku "Paman"? batin Galang kesal.

Rangga menggaruk bagian kepalanya yang tidak gatal dan berpikir kenapa Paman Luna terlihat tidak menyukainya dan membuangnya dengan curiga begitu.

Apa aku tidak terlihat baik menurutnya? batin Rangga.

Pemuda itu memutuskan untuk langsung berkata dengan jujur kepada Galang, agar pria itu mengerti perasaannya langsung, "Paman, aku menyukai Luna. Aku sangat menyukainya. Aku akan mencintainya selamanya. Kuharap kau bisa merestui kami."

Luna yang mendengar itu melotot. "Apa yang kau bicarakan?!"

Galang menyeringai kecil dan berjalan ke arah Luna.

"Aku tidak bisa merestui hubungan kalian, karena dia milikku!" Setelah itu, Galang langsung memeluk pinggang ramping Luna, meraih kepalanya dan mencium bibirnya di depan Rangga.

Pemuda itu yang melihatnya langsung mundur selangka karena terkejut, dan memandang mereka dengan pandangan tidak percaya.

Kata-kata Galang terus dia ulang.

Dia milikku, dia milikku, dia milikku ...

Luna dan Pamannya? B-bagaimana mereka bisa … ? batinnya bertanya-tanya.

Namun, walaupun terkejut dan tidak percaya dengan ucapannya, saat melihat berdua yang berciuman di depan itu membuatnya mempercayai kata-kata Galang.

Pantas saja jika pria itu menentang hubungannya dengan Luna karena Galang sudah mengklaim gadis itu sebagai miliknya.

Sedangkan, Luna tidak mendorong tubuh Galang, maupun memberontak, dan hanya membiarkan pria itu menciumnya di depan orang lain.

Pria itu memperdalam ciuman mereka, lidahnya masuk dan menelusuri seluruh mulutnya.

Gadis itu tidak merasa malu berciuman dengan Galang di depan orang lain.

Galang melepas ciumannya setelah beberapa saat,dengan masih memeluk Luna, pria itu berkata pada Rangga dengan nada penuh penekanan, "Sekarang, apa kau sudah mengerti?"

Luna dapat melihat ekspresi Rangga yang sedih saat mendengarnya dan dia agak merasa bersalah kepada pemuda itu. Namun, dia juga berpikir jika akan bagus apabila Rangga menjadi tidak suka padanya lagi.

Rangga menatap Galang dengan marah, kedua tangannya terkepal, dan berkata dengan penuh penekanan, "Kau itu pamannya!"

Galang hanya memandangnya dan membalasnya dengan tenang, "Jadi, kenapa? Aku tidak memiliki hubungan darah dengannya. Kita bukanlah saudara kandung."

Luna merasa lemas saat mendengar Galang berbicara seperti itu dan berpikir jika pamannya memang sungguh serius padanya.

"Itu juga tidak masuk akal!" Rangga menolaknya dan mencoba menyadarkan pria di depannya ini jika bagaimanapun dia masih pamannya.

"Kau tetap pamannya, bahkan jika kau tidak memiliki hubungan darah, atau saudara kandung sekalipun, hubungan kalian adalah paman dan keponakan!! Apa kau tidak khawatir dengan Luna jika hubungan kalian diketahui semua orang? Dia yang akan merasa sengsara nantinya?!" ujar Rangga.

Galang menyipitkan matanya dan berkata, "Aku akan membuatnya sengsara? Apa alasanmu hingga bisa berkata seperti itu padaku? Aku bisa membuatnya bahagia lebih darimu. Kau hanyalah di bawahku, keluargamu, Keluarga Pranada tidak setara denganku. Bagaimana bisa kau membuatnya bahagia?!"

Rangga yang mendengarnya mundur selangkah karena dia sadar, memang Keluarga Mahardika jauh di atasnya. Belum lagi, kakaknya, yang menjadi penanggung jawab Keluarga Pranada, menghormati Galang. Karena itulah, dia sadar posisinya sekarang dan tidak akan bisa melawan pria di depannya itu.

Namun, pemuda itu masih memiliki harapan saat melihat Luna, kemudian dia berkata padanya, "Apakah kau ingin bersamanya?"

Sedangkan, Luna terkejut dan tidak menyangka jika Rangga akan bertanya seperti itu padanya karena selama ini dia tidak pernah memikirkan itu, ingin bersama Galang atau tidak.

Apa aku ingin bersamanya? batinnya.

Hingga saat ini, pamannya memang semakin mendekatinya, namun hubungan keduanya masihlah belum jelas. Luna selama ini, menyukainya dan merasa nyaman berada di dekat Galang. Namun, tidak dapat dipungkiri, saat kejadian di dalam mobil waktu itu, membuatnya sedikit membenci Galang.

Saat memikirkannya, Luna merasakan pinggangnya dicengkram dengan kuat oleh Galang. Gadis itu mendongak dan dapat melihat ekspresi marah di wajahnya.

Dia menjadi bimbang, di sisi lain jika dirinya menjawab "ya", itu sama sama Luna secara sukarela ingin berada di sisi Galang dan gadis itu juga tidak tahu hubungan kedepannya dengan pria itu.

Galang memang dengan jelas telah berkata dia menyukainya, namun selalu diikuti dengan perlakuan agresif pada Luna, dan saat ini juga mengklaimnya sebagai milik pria itu di depan orang lain.

Namun, jika Luna menjawab "tidak", dirinya khawatir tidak akan membuat marah Galang.

Saat melihat Luna yang ragu-ragu, Rangga berpikir jika gadis itu dipaksa Galang untuk terus bersamanya.

Pemuda itu mendekat, kemudian mengulurkan satu tangannya pada Luna, menggenggamnya dan berkata, "Jangan takut, Luna! Seberapa kuat dirinya, dia tidak bisa memaksa orang lain untuk terus berada di sisinya!"

Melihat itu, habis sudah kesabaran Galang, "Beraninya kau menyentuhnya? Kakakmu memang tidak becus mendisiplinkan! Viktor!"

Luna dapat melihat pria tinggi dengan badan besar berjalan ke arah mereka, dirinya menjadi panik saat tangan Rangga sudah ditarik olehnya.

Fero yang tidak jauh dari sana, hanya dapat mengelus dadanya pelan saat bosnya sudah memerintah, Viktor, bodyguardnya.