Kata-katanya membuat orang-orang di sana terkejut. Bagaimana tidak? Rebecca bersikeras untuk menjadikan Luna sebagai penari latarnya mendadak.
Mereka lebih terkejut lagi saat Ezra merangkul bahu Luna seakan-akan melindunginya dan berkata, "Jika kau tetap memaksa. Baiklah, kau tidak perlu tampil hari ini."
Seluruh siswa yang ada di sana tercengang dan saling berbisik satu sama lain.
Mereka tidak menyangka Ezra, yang selalu baik hati dan sabar, bisa kejam juga begitu.
Rebecca memandangnya dengan pandangan tidak percaya dan memprotes lagi, "Kak Ezra, apa permintaanku begitu berat bagimu? Aku meminta Kak Luna menjadi penari latarku. Apakah kau harus bersikap seperti ini padaku? Pertunjukan gitar klasikku juga sudah diatur sejak lama dan kau tidak bisa seenaknya membatalkan penampilanku hanya gara-gara ini dan malah menggantinya dengan orang lain!"
Pemuda itu memandangnya dan menjawab dengan tenang, "Siapa bilang aku akan membatalkannya?" Lalu dia menatap Luna dan berkata, "Kau bisa memainkan gitar klasik, kan?"
Luna memandangnya bingung dan bertanya, "Aku?"
"Tolong bantu aku, ya? Kau bisa tampil, kan?" ujar Ezra.
Luna kembali melirik Rebecca yang menatapnya dengan kesal, dan dia tersenyum kecil dan menyetujui permintaan pemuda itu. " Oke."
Luna menyadari tatapan kebencian yang ditunjukkan Rebecca padanya, dan memutuskan untuk menyetujui Ezra.
"Kalian berdua!" Rebecca menunjuk mereka berdua dan berkata dengan marah, "Aku tidak percaya. Bisa-bisanya aku digantikan setelah berlatih untuk waktu yang lama demi penampilan hari ini! Kalian sungguh menyebalkan! Awas kalian!""
Setelah meluapkan amarahnya, gadis itu segera pergi dari ruangan.
Semua orang melihat kepergian Rebecca menghela napasnya.
________
Rebecca dengan pelan, menyelinap ke ruang ganti saat semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing dan mengambil sebuah gaun pendek yang seharusnya dipakai dirinya nanti.
Untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kecelakaan pada kostum dan properti, setiap anggota pertunjukan mengganti kostum mereka hanya pada saat sebelum mereka tampil.
Saat ini, masih ada waktu lama sebelum Luna tampil, jadi gaunnya masih ada di sana.
Rebecca mengambil gaunnya dari gantungan pakaian dan menyeringai.
Mau main-main denganku? Cih! Aku akan membuatmu malu di hadapan semua orang! batinnya.
Sedangkan di sisi lain, sudah tiba giliran Luna untuk tampil.
Ezra mengambil gaunnya dari ruang ganti dan menyerahkannya kepada Luna, semua orang yang melihat perhatian pemuda itu pada Luna bertanya-tanya apa hubungan keduanya, hingga Ezra begitu perhatian dengan gadis itu. Mengambilkan gaunnya juga.
Luna berterima kasih padanya dan bergegas ke kamar ganti.
Saat dirinya sudah sampai di depan kamar ganti, tangannya dipegang seseorang yang membuatnya menoleh.
Luna melihat seorang gadis berpipi tembem, berkacamata dengan rambutnya yang dikuncir kuda berdiri di sebelahnya dengan malu-malu
Gadis itu terlihat sangat cantik juga imut menurut Luna dan terlihat kalem.
Luna tersenyum dan bertanya, "Maaf, ada apa, ya?"
Sedangkan, Ema berhati-hati menjawab sambil menunjuk gaun yang dipegang Luna, "Kau tidak bisa memakai gaun itu."
Gadis itu sangat lemah lembut, pikir Luna.
Luna menatapnya bingung dan bertanya lagi, "Kenapa aku tidak bisa memakai gaun ini?"
Ema ragu-ragu sejenak, kemudian berkata, "Gaun itu sudah dirusak."
Luna yang mendengar itu, menatap gaun di tangannya, kemudian memeriksanya dengan teliti.
Gadis itu melihat bagian depan pinggangnya yang jahitannya sudah agak terlepas. Jika dia tidak melihatnya dengan hati-hati, Luna bahkan tidak akan menyadarinya, dan mengira itu memang gaya dan bentuk jahitan gaunnya.
Memang jika dia memakainya sekarang, itu tidak akan menimbulkan masalah. Namun, dirinya tidak yakin jahitan itu akan bertahan lama dan bisa-bisa malah jahitannya terlepas saat dia tampil.
Dia melonggarkan gaun itu di bagian pinggang dan dapat mendengar suara robekan kain, membuat gaun itu terbelah menjadi dua bagian.
Luna menyipitkan matanya, terlihat jelas bahwa seseorang dengan sengaja merusak gaun ini.
Dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya kepada Ema, "Apa kau melihat siapa yang melakukan ini?!"
Ema terdiam yang membuat Luna menyadari nada emosi dalam perkataannya.
Tiba-tiba dirinya teringat akan seseorang yang memandangnya dengan penuh kebencian tadi, dan sudah bisa dipastikan bila orang itu yang tega merusak gaunnya.
Luna kembali memandang Ema dan mencubit pelan satu pipinya sambil berkata, "Terima kasih atas informasinya, ya, imut."
Kedua pipi ema langsung memerah dan segera berkata, "Aku… aku melihat Rebecca yang melakukannya tadi. Ah,ya! M-masih ada yang harus aku lakukan. A-aku pergi dulu."
Setelah berbicara, gadis itu segera berlari tanpa menoleh ke belakang.
Luna terkekeh kecil saat melihat tingkah imut gadis itu.
Dia kembali menatap gaun di tangannya dan menjadi khawatir.
Tiba-tiba ponselnya berdering, dia segera mengambilnya dari saku roknya dan melihat penelepon dan ternyata itu adalah Galang.
Dia agak terkejut dan segera mengangkat teleponnya, "Paman?"
"Sedang apa, Luna?" Luna menjawab jika dirinya akan tampil di pentas seni sekolah dan khawatir saat mengetahui gaunnya telah rusak. Namun, gadis itu tidak memberitahu pria itu, jika Rebecca yang sengaja merusak gaunnya.
"Tunggu aku di sana. Aku akan membawakanmu gaun yang baru." Setelah berbicara, Galang menutup teleponnya.
Luna yang tadinya cemas, menjadi agak tenang. Dirinya menjadi berharap kepada Galang saat ini.
Kemudian, Luna melihat Ezra yang berjalan ke arahnya dan di belakangnya ada Rangga juga.
"Kenapa kau tidak mengganti bajumu?" tanya Ezra bingung saat sudah berada di dekatnya. Sedangkan, pemuda satunya juga menatap Luna heran saat melihat gadis itu yang masih belum mengganti seragamnya.
Luna tersenyum lemah dan membuka lipatan gaun bagian pinggang di tangannya.
"Gaunnya sudah dirusak seseorang" katanya sambil menunjukkan bagian gaun yang robek pada kedua pemuda itu.
Rangga yang mendengarnya menjadi marah. "Siapa yang melakukannya?!"
Luna buru-buru berkata, "Sekarang bukan waktunya untuk memikirkan itu. "
Memang saat ini, pembawa acara sudah mengumumkan kelompok teater yang akan tampil, dan setelahnya adalah giliran Luna tampil. Jadi, percuma mencari pelaku perusak gaun itu.
Rangga dan Ezra mengeluarkan ponsel mereka dan menelepon seseorang bersamaan.
"Sebenarnya, tidak apa-apa aku tidak memakai gaun, sih" ujar Luna.
Dirinya tidak ingin berharap lebih pada Galang. Walaupun, pamannya sudah menyuruhnya untuk menunggu dan berjanji membawakannya gaun yang baru, Luna tidak yakin pamannya akan memiliki cukup waktu untuk mengantarkannya ke sekolahnya.
Ezra menutup teleponnya. Dirinya juga berpikir tidak masalah jika Luna tidak memakai kostumnya, namun melihat yang lian berdandan dan memakai kostum, pemuda itu khawatir Luna akan dipandang remeh dan menjadi bahan gunjingan semua penonton.
Gadis itu sudah pasti akan ditertawakan.
Tiba-tiba seorang pria memakai setelan jas rapi dan sepatu kulit berjalan ke arah mereka, "Nona, Pak Galang memintaku untuk membawakanmu gaun" Luna menoleh dan tersenyum senang saat melihatnya, "Paman Fero!" pra itu tersenyum malu-malu dan kemudian menyerahkan tas yang berisi sebuah gaun pada Luna. "Nona, ganti seragam dan bersiap-siaplah."
Luna mengangguk dan mengambil tas itu dan bertanya, "Dimana Paman? Apa dia ada di sini?"
Dia agak sedikit kecewa karena bukan pamannya yang mengantarkan sendiri gaunnya.
Fero yang melihat Luna yang kecewa segera menjawab, "Pak Galang masih ada urusan penting di kantornya, jadi menyuruh saya yang mengantarkan gaun untuk Nona Luna."
"Oh" ujar Luna dengan lemas dan segera masuk ke kamar ganti untuk mengganti bajunya.
Fero yang melihat itu hanya bisa menghela napas.