Banyak orang percaya bahwa merelakan hanya perkara waktu. Pada akhirnya, kamu akan membiarkan sesuatu atau seseorang hilang begitu saja dari kehidupanmu, meski sebelumnya berusaha digenggam begitu erat.
Kamu berhenti memikirkannya setiap hari. Kamu berhenti melihat dia mengisi terlalu banyak bagian dalam kehidupanmu. Kamu menjalani hari-harimu tanpa mengkhawatirkan apapun tentangnya.
Tanpa disadari, kamu sudah tak lagi mengharapkannya kembali. Kamu menerima kenyataan bahwa dia bukan lagi bagian dari duniamu. Pada akhirnya, kamu merelakannya pergi.
Rendra pikir, seharusnya bisa sesederhana itu. Setidaknya, dia akan lupa karena terbiasa.
Apakah waktu empat tahun masih terlalu singkat? Rendra masih ingat perasaan kacau saat dia dipaksa melepaskan Maria tanpa tahu alasan sebenarnya. Hingga kini, sesekali dia kembali merasa kecewa entah karena apa.
Di mata Rendra, tentu saja Maria yang bertanggung jawab atas semua kegundahannya di masa lalu. Maria meninggalkannya begitu saja. Wanita itu tiba-tiba meminta semuanya diakhiri, walau baru berjalan hitungan hari.
Setelah ikatan berakhir, mestinya Rendra bisa membuka lembaran baru. Sialnya, dia justru terjebak utang balas budi yang kemudian membuatnya tak bisa ke mana-mana seperti sekarang.
Hanya ada satu cara untuk melarikan diri. Rendra harus menikah lagi. Jika tidak, setelah utang balas budinya terlunasi, dia mungkin akan dipaksa kembali pada Maria yang kini entah kenapa bersikeras mengejarnya lagi.
Rendra pernah mencintai Maria dengan sepenuh hati. Namun sekian lama setelah wanita itu mendadak pergi, Rendra sudah kehilangan alasan untuk mempertahankan perasaan lamanya. Tidak ada sedikit pun cinta yang tersisa. Dia tidak akan mau menerima Maria kembali.
'Apa yang direncanakan perempuan itu? Kenapa dia tiba-tiba berulah?' batin Rendra.
***
"Itu makan siang saya? Kamu mau bikin saya diabetes?"
Rendra memicingkan matanya saat mengamati Bobby menyiapkan makan siangnya di meja sofa. Awalnya dia tak begitu peduli saat Bobby datang membawa kotak makanan dari salah satu restoran oriental di Mandala Mall.
Namun, dia segera merasa terganggu saat Bobby pergi lagi dan kembali dengan minuman tinggi kalori kesukaan sejuta umat, bubble tea. Bobby bahkan memilih gelas ukuran jumbo.
"Konon, minuman dengan kadar glukosa tinggi adalah pilihan yang baik untuk memperbaiki suasana hati."
Bobby menjawab dengan begitu mantap dan meyakinkan, seolah dia baru saja membacanya dari jurnal ilmiah. Padahal, tadi dia hanya mendadak ingin membeli minuman itu gara-gara tergiur promo diskon 40 persen untuk setiap pembelian dua gelas bubble tea.
"Silakan makan siang dulu, Bos. Minumannya ini spesial banget karena saya yang traktir," kata Bobby. Biarpun cuma bubble tea diskonan, Bobby sungguh bangga bisa menraktir bosnya.
Rendra beranjak dari meja kerjanya menuju sofa. Merasa ada yang kurang, dia kemudian kembali bertanya, "Makananmu mana, Bob?"
Bobby tahu bahwa pertanyaan itu sama saja dengan perintah untuk menemani makan siang. Jadi, pada akhirnya dia membawa masuk dan menyantap makanannya di ruang kerja sang bos.
Hidangan yang dimakan Bobby berasal dari restoran yang sama, dibayar dengan uang Rendra juga, dan hal serupa terjadi hampir setiap hari. Sungguh bos idaman sepanjang masa, setidaknya versi Bobby.
"Kamu sudah beli makan siang untuk mereka juga, kan? Seharusnya kita bisa makan siang bareng sekalian kalau nggak terjadi apa pun tadi," ujar Rendra setelah menelan suapan pertamanya.
Bobby yang baru saja melahap nasi bersama udang goreng tepung berukuran lumayan besar, langsung buru-buru mengunyah dan menelan makanannya karena merasa harus segera menjawab pertanyaan Rendra.
Diam-diam Bobby bersyukur dalam hati. Untung dia tidak tersedak. Sungguh tidak keren jika nyawanya terancam hanya karena makan terburu-buru.
"Beres, Bos. Tadi saya pesankan tujuh porsi. Lima porsi untuk timnya Mbak Kirana, lainnya untuk dua orang dari tim video yang tadi datang ke sini bareng Mbak Dinda."
Rendra hanya mengucapkan terima kasih, lalu kembali fokus dengan makan siangnya. Begitu pula dengan Bobby.
"Bos berencana menjelaskan sesuatu soal insiden tadi ke Mbak Kirana?"
Iya, Bobby cuma kuat untuk tidak berbicara selama 10 detik alias setara dengan sekali suapan besar yang lagi-lagi dia kunyah agak buru-buru.
Rendra hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban. 'Apa yang perlu dijelaskan?' batinnya kemudian.
"Mantan istri Bos bikin kehebohan. Kalau cek berita di internet sekarang, banyak orang berlomba mencari tahu dan berspekulasi soal hubungan apa yang pernah terjalin di antara Bos dan dia. Bukan tidak mungkin kalau nanti malam foto pernikahan Bos beberapa tahun lalu sudah tersebar di media sosial."
Rendra mendengarkan Bobby sambil tetap menikmati makanannya. Dia memang belum membaca artikel apa pun lagi selain yang sudah ditunjukkan Bobby sebelum wawancara dengan Dinda tadi. Meski begitu, dia bisa membayangkan spekulasi apa saja yang mungkin muncul setelahnya.
"Mantan istri Bos adalah selebgram dengan lebih dari 5 juta pengikut dan mungkin sebentar lagi Bos bakal menyusul. Ponselnya Bos langsung berisik banget karena banjir permintaan berteman di Instagram. Makanya mohon maaf, ya. Tadi akun Bos itu langsung saya logout. Kalau dibiarkan tetap aktif, bikin boros baterai dan pusing kepala saya."
Rendra sudah menduga hal seperti itu bakal terjadi. Itulah kenapa tepat sebelum memulai sesi wawancara terakhir tadi, dia menyerahkan ponselnya kepada Bobby. Dengan begitu, sang sekretaris lah yang mau tak mau jadi harus menghadapi kegaduhan tersebut, bukan dirinya sendiri.
Bobby terus berbicara soal kehebohan yang baru saja terjadi dan Rendra tetap fokus dengan makan siangnya. Sikap cuek itu pada akhirnya membuat Bobby jengah dan kembali melanjutkan acara makannya yang tertunda.
Setelah menelan suapan terakhirnya, baru lah Rendra berbicara. "Bob, Kirana sudah tahu kalau saya pernah menikah dengan wanita itu. Dia bahkan datang bersama kakaknya saat hari pernikahan di Surabaya."
"Saat syukuran kecil-kecilan di Jogja, orangtua Kirana pun datang ke rumah orangtua saya sebagai salah satu tamu undangan. Kayaknya mereka semua juga tahu kalau saya berpacaran cukup lama sebelum menikah."
Rendra berhenti sejenak untuk meminum bubble tea traktirannya Bobby. Sedetik kemudian, dia langsung meragukan omongan Bobby beberapa saat lalu. Benarkah minuman manis bisa memperbaiki suasana hati? Lalu, kenapa dia justru merasakan efek sebaliknya?
"Kemanisan banget, ya, Bos?" Bobby menyadari ekspresi tidak suka yang terlalu jelas diperlihatkan Rendra.
"Lain kali, kalau kamu mendadak ingin beli beginian lagi untuk saya, minimal minta dikurangi gulanya," balas Rendra.
Bobby sudah akan mengucapkan permintaan maaf, tapi ponsel sang bos yang masih ada di saku jasnya bergetar. Setelah mengeceknya sekilas, dia segera memberikan ponsel tersebut kepada Rendra.
"Maaf, ini ada pesan masuk dari Mbak Kirana, Bos," ujar Bobby.
Rendra menerima ponselnya dan membuka pesan dari Kirana. Pria itu lalu tersenyum dan membuat Bobby jadi penasaran dengan apa yang ditulis Kirana untuk bosnya.
"Kamu tahu? Dia juga sudah tahu kalau saya bercerai sejak lama. Apa yang belum Kirana tahu hanya satu, yakni alasan sebenarnya yang membuat saya dan wanita itu bercerai. Ironisnya, kamu pun tahu kalau saya sendiri tidak tahu mengapa perceraian itu harus terjadi, kan?"
Bobby terdiam mendengar perkataan Rendra. Perasaan tak nyaman kembali mengganggunya.
Sebenarnya, Bobby sudah tahu alasan di balik perceraian itu. Hanya saja, dia tidak bisa berkata apa pun karena telah mendapat perintah untuk merahasiakan segalanya dari Rendra.