Vanya merasa harus melakukan sesuatu. Kini dirinya merasa geram dengan sosok yang selalu mengikutinya beberapa saat lalu. Rencana sudah dia persiapkan dengan matang untuk memancing pria misterius itu agar menjukkan batang hidungnya dihadapan Vanya. Perasaan takut yang semula menyelimuti perasaan Vanya kini berubah menjadi kemarahan yang bergemuruh di hatinya ketika mengetahui dengan pasti bahwa ada sosok pria asing yang selalu mengikuti serta memata-matai gerak-geriknya.
Semula Vanya berniat memberi tahu Dievo tentang apa yang sedang dia alami, namun dengan cepat Vanya merubah pikirannya, karena dia bukanlah seorang wanita yang manja. Dia menyadari jika dirinya memberitahu Dievo, maka dengan seketika identitas pria misterius itu akan terungkap dengan mudah. Akan terasa membosankan baginya karena tidak akan ada lagi tantangan di dalamnya. Vanya tampak melebarkan garis senyumannya ketika mengingat kembali rencana miliknya yang menari-nari di kepala.
***
Matahari begitu menyilaukan dan terang menyinari seluruh permukaan bumi di waktu yang berbeda. Seperti memberi dukungannya untuk Vanya melakukan rencananya dengan baik. Kaki indah itu melangkah dengan perlahan melewati beberapa toko yang seakan berbaris menyambut kedatangannya. Dengan mengunakan pakaian santai serta kaca mata berlensa hitam yang di sertai tangkai berwarna merah yang semakinl mempercantik wajah Vanya namun menyembunyikan mata indahnya.
Meski banyak pasang mata yang memandang ke arahnya, namun Vanya dapat merasakan ada pandangan yang berbeda dari seorang penguntit. Dengan santai Vanya mengedarkan pandangannya dan seketika dia menangkap sosok pria misterius. Tanpa ragu dia melangkah mendekati pria yang diduganya sebagai penguntit. Dugaan Vanya nyaris tepat, tanpa ragu dan perasaan takut sedikit pun Vanya berusaha untuk membuka identitas pria misterius itu. Namun dengan cepat si penguntit melarikan diri tanpa jejak.
Sampai Vanya menemukan selembar foto yang terjatuh tidak jauh dari posisi berdirinya sang pria misterius. Sepasang mata indah itu seketika membesar ketika mengetahui bahwa wajahnya terpampang tepat diselembar foto yang dia temukan. Dia nampak terkejut ketika mengetahui apa yang dia curigai benar-benar terjadi. Vanya menyeringai karena dugaannya tidak meleset. Namun di dalam lubuk hatinya, dia ingin mengetahui siapa sosok pria itu dan bertanya apa alasan mendasar yang membuat pria itu menguntit kehidupannya.
***
Masalah seorang penguntit itu masih menyita seluruh pikiran Vanya, hingga dirinya tidak bisa berkonsentrasi untuk menyelesaikan tugas kampusnya yang masih tergeletak mengharapkan perhatian. Jemari manisnya mengetuk perlahan di sebuah meja seraya berpikir dengan keras, mencoba menerka siapa sosok pria itu dan apa rencana dibalik tindakannya yang sudah membuat Vanya kehilangan privasinya. Tangannya mengepal ketika teringat privasinya telah terusik oleh pria yang tidak jelas indentitasnya.
Seakan menyerah, Vanya menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur empuk berlapis seprai merah muda yang memberikan kenyamanan dan berhasil membuat Vanya mengistirahatkan kedua mata indahnya. Pikirannya yang lelah seakan tidak ingin mengikuti hatinya yang sedang berkecamuk.
Namun alam mimpi berhasil menarik Vanya untuk semakin terlelap. Begitu mengejutkan, bahkan di dalam mimpi Vanya seolah mengulang peristiwa yang kini sedang mengusik pikirannya. Akan tetapi di dalam mimpi, dia tidak sedikit pun merasa takut ataupun marah terhadap pria tersebut. Bahkan dia merasa nyaman ketika kembali bertemu dengan sosok misterius itu. Sungguh mengejutkan.
***
Dering ponsel miliknya berhasil membangunkan Vanya dari mimpi yang mengejutkan. Vanya berusaha bangkit dari kasurnya yang empuk dan nyaman. Dengan gerakan malas dia berusaha mengambil ponsel yang terabaikan dan tergeletak di sebuah meja yang berjarak cukup jauh darinya. Mata indah itu mengerjap beberapa kali ketika menyadari nama yang muncul pada panggilan masuk tersebut dan membuat senyum indah itu terlukis manis diwajahnya.
"Halo," ucap Vanya. Dia menjawab dengan riang.
"Halo sayang. Sedang tidur ya?" ucap Dievo. Terdengar suara di seberang sana sedang menggoda kekasihnya.
"Bagaimana kamu tahu?" tanya Vanya. Dia seakan tidak percaya Dievo mengetahui dirinya sedang tertidur.
"Aku kan kekasihmu," jawab Dievo. Dia terkekeh mendengar kekasihnya yang terdengar malu-malu, karena dia bisa menebak dengan benar.
"Baiklah. Tebakanmu memang benar. Aku baru saja terbangun ketika mendengar ponselku bernyanyi karena panggilan masuk darimu," ucap Vanya.
"Maaf ya sayang, aku sudah membangunkanmu," ucap Dievo. Dia berbicara dengan nada bicaranya yang khas dengan suara yang nge-bass.
"Tidak. Aku memang sudah ingin terbangun dari mimpi dan bertemu dengan pangeran," ucap Vanya. Dia menyeringai, menyadari kata-katanya yang akan membuat Dievo tersenyum.
"Tunggu saja. Aku akan segera datang, pekerjaanku sudah selesai dan aku akan mengganti rasa bosanmu dengan senyuman sayang," ucap Dievo. Dia terdengar sangat bersemangat
"Baiklah. Aku akan bersiap-siap dan menunggumu," ucap Vanya. Terdengar perasaan yang bahagia ketika mendapati kekasihnya akan segera datang.
"Sampai bertemu nanti sore ya Vanya," ucap Dievo.
"Iya. Sampai bertemu Dievo," ucap Vanya.
Kini sambungan komunikasi mereka sudah terputus. Vanya melangkahkan kakinya dengan bersenandung, karena hatinya seketika merasa tenang setelah mendengar suara seksi milik Dievo.
***
Vanya berusaha melihat dari jendela kamar miliknya dan terlihat sebuah mobil keperakan milik Dievo sudah berhenti tepat di depan pagar rumahnya. Dengan senyum yang terlukis indah di wajahnya, Vanya segera menuju ke lantai dasar dan membukakan pintu untuk kekasihnya yang sudah berdiri dengan gagah serta melayangkan pandangan yang hangat dan teduh.
Vanya berjalan mendekati Dievo yang terlihat sangat mempesona saat itu. Mereka bersemuka dan saling berpandangan dengan jemari yang saling terpaut. Kerinduan yang tersimpan di hati keduanya kini mencuat seakan tidak mampu mereka memendamnya lebih lama.
Tidak ingin menarik banyak perhatian lingkungan sekitarnya, maka Vanya segera membimbing tangan kokoh milik Dievo untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah. Vanya menolak ajakan Dievo untuk pergi keluar rumah, dia hanya ingin menghabiskan waktu berharganya bersama dengan kekasih hatinya di rumah.
Tidak berniat untuk berdebat, maka Dievo menyetujui dan menerima permintaan Vanya dan memilih untuk memesan makanan. Namun makanan yang dipesan oleh Dievo sungguh mengejutkan, makanan yang diantarkan ke rumah justru dalam jumlah yang mungkin akan cukup untuk makan bersama satu keluarga. Vanya berusaha menahan keinginannya untuk menolak dan berdebat, dua tahu persis sikap Dievo yang terkadang berlebihan. Vanya memilih untuk mengalah dan tidak ingin merusak kebersamaan mereka yang begitu berharga di bandingkan hal lain.
Mereka berdua sedang duduk santai di ruang televisi. Tangan kokoh milik Dievo merengkuh hangat bahu Vanya, tanpa ragu Vanya membenamkan tubuhnya pada dada bidang kekasihnya yang terasa hangat dan nyaman. Obrolan ringan serta suara tawa yang renyah membuat suasana menjadi semakin hangat.
Vanya menengadah ke arah wajah Dievo, Dievo menyadarinya dan tersenyum dengan lembut. Tanpa ragu Dievo mulai mendekatkan wajahnya hingga bibir mereka saling bertaut dengan hangat dan perlahan. Seakan melepaskan kerinduan yang mendalam.
_TBC_