Dievo sedang dilanda kesibukan yang luar biasa, sehingga tidak bisa sedetik pun dia pergi meninggalkan pekerjaanya. Besar tanggung jawab yang dipikul olehnya menuntut sikap profesional. Untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan yang dimilikinya, maka harus mengorbankan sedikit waktu untuk pekerjaan dan mengalahkan kepentingan pribadinya.
Dengan berat hati Dievo tidak bisa menemani kekasih hatinya, untuk memberinya kabar saja sangat sulit. Begitu eratnya kesibukan mengunci ruang geraknya seakan tak pernah ada waktu untuk menggenggam ponsel pintarnya.
Seakan mengerti dengan kesibukan yang dimiliki oleh Dievo, Vanya berbesar hati menerima keadaan ketika kekasihnya kini tidak bisa menemaninya di akhir pekan. Vanya berusaha mengirim pesan agar Dievo mengetahui kegiatannya tanpa memikirkan apakah pesan itu akan terbaca atau tidak.
Hingga akhirnya Vanya terbiasa pergi seorang diri, bukan karena tidak memiliki seorang teman, tetapi dia adalah sosok yang cinderung tertutup, mandiri dan menyukai privasi. Jika dia berniat mengajak seseorang untuk menemaninya maka tidak ada seorang pun yang akan menolak ajakan seorang Vanya.
Tanpa ragu Vanya melangkahkan kakinya menuju suatu tempat yang beruansa warna ungu bercampur dengan putih yang membuat paduan warna itu terlihat menarik di matanya. Sebuah cafe yang mengusung tema taman bunga yang menciptakan suasana asri dan sejuk menjadi pilihan Vanya untuk menghabiskan sebagian waktunya untuk bersantai.
Area privasi yang Vanya pilih untuk menjadi tempatnya bersantai tepat bersebelahan dengan miniatur kebun bunga Lily kesukaanya, seketika membuat suasana hatinya menjadi ceria dan bahagia. Vanya a berfokus dengan membaca buku cerita pilihannya sambil mendengarkan lagu-lagu favoritnya di ponsel melalui headset serta ditemani aroma kopi yang semerbak menyumbul indera penciumannya.
Vanya tidak menyadari dan memperhatikan keadaan sekitar. Ada sosok pria yang sudah sejak beberapa waktu lalu memperhatikan dirinya. Memperhatikan detail gerak-gerik Vanya dengan pandangan yang hangat tapi menyelidik seakan ingin tahu apa yang sedang Vanya baca dan apa minuman yang Vanya pesan. Pria itu benar-benar mencari tahu tentang segalanya yang berhubungan dengan seorang Vanya.
***
Vanya melangkahkan kakinya yang jenjang dan seksi melewati beberapa toko pakaian, hingga langkah kaki itu terhenti sejenak sebelum akhirnya melangkah masuk. Sebuah toko kue dengan brand yang cukup dikenal kelezatannya menjadi pilihan Vanya untuk membeli kudapan yang lezat. Beberapa kudapan dengan ukuran kecil menjadi pilihannya untuk memanjakan lidah.
Namun pria misterius itu masih membututi Vanya dengan hati-hati, seakan tidak ingin Vanya mengetahui tentang keberadaannya, hanya mengamati dari kejauhan dan tidak menampakkan diri. Memperhatian dengan seksama tentang apa pun yang dibeli oleh Vanya dan apa pun yang menarik perhatian Vanya.
***
Belum puas kaki wanita seksi itu melangkah untuk menyusuri toko-toko yang berjejer di sekelilingnya. Kakinya kini melangkah dengan pasti menuju sebuah toko musik. Tanpa ragu Vanya memilah beberapa jenis musik kesukaannya yang berbeda warna musiknya lalu memutuskan untuk membelinya.
Seakan tidak mengenal lelah, dia terus melanjutkan langkah kakinya ke arah yang berbeda lalu menuju ke sebuah toko es krim. Tampak senyuman indah itu terlukis pada wajah cantiknya ketika memutuskan untuk memesan sebuah es krim rainbow flavour.
Sekilas Vanya nampak seperti sedang mengingat sesuatu yang indah di masa lalu yang seketika membuat dirinya bahagia.
Namun seseorang yang sedari tadi mengamati gerak-gerik Vanya berada tidak jauh, bahkan semakin dekat dengan Vanya. Tanpa ragu pria misterius itu tetap mengikuti kemana kaki Vanya akan melangkah.
Entah tujuan serta niat apa yang dimiliki oleh sosok pria itu, sehingga memutuskan untuk mengikuti Vanya sepanjang hari.
***
Vanya mulai dapat merasakan ada hal yang tidak biasa di sekitarnya. Dia mulai melemparkan pandangannya dengan menyelidik ke arah sekeliling. Namun tidak menemukan ada hal yang buruk sedang mengintainya. Terapi dia merasa sedang diperhatikan oleh seseorang, hingga Vanya merasa langkah kaki orang-orang yang melintas di sekitarnya kini mengarah ke pada dirinya .
Perasaan gelisah mulai menghinggapi perasaanya kini. Tanpa pikir panjang, Vanya memutuskan untuk segera pergi dari keramaian dan menyelamatkan diri. Walaupun dia tidak tahu dengan pasti siapa yang sedang mengikutinya saat itu hingga berhasil membuat perasaanya menjadi tidak menentu.
Namun Vanya merasakan ada yang masih mengikuti kemana mobilnya melaju. Tangannya mulai bergetar karena perasaan takut. Untuk yang pertama kalinya seorang Vanya merasa tidak akan sesuatu. Sebelumnya dia selalu merasa nyaman ketika bepergian seorang diri, namun kali ini dia merasa menyesal karena memaksakan diri untuk pergi tanpa ditemani oleh siapa pun.
Dengan sekuat tenaga Vanya berusaha untuk menenangkan diri dan menepis segala pikiran buruk. Dia berpikir dengan keras, kemana dia harus pergi untuk berlindung. Tanpa sengaja bayangan Dievo muncul dan membuat dirinya tanpa ragu melajukan mobil ke arah kantor megah itu. Namun Vanya datang tanpa memberi tahu terlebih dahulu kepada Dievo.
***
Mobil milik Vanya sudah terparkir tepat di samping kantor Dievo. Tanpa ragu dia segera memasuki kantor megah itu dengan tenang, dan mengabaikan reaksi orang-orang sekitar yang mulai memperhatikan dirinya serta mulai membicarakan tentang berbagai hal tentang dirinya.
Entah karena perasaan kagum atau iri terhadap sosok Vanya, sebagian besar karyawan yang bekerja di sana nampak sedang mengamati dirinya dengan seksama. Namun salah satu karyawan disana menyambut dengan ramah kedatangan Vanya hingga bersedia mengantarkan Vanya ke sebuah ruangan untuk menunggu Dievo.
Tidak memakan waktu yang lama. Sebuah langkah kaki yang kokoh terdengar melangkah mendekati ruangan di mana tempat Vanya menuggu. "Klek." Suara pintu terbuka dan seketika Vanya mengarahkan pandangannya ke arah pintu dan melihat sosok pria yang dia cintai telah berdiri dan tersenyum.
"Maaf membuatmu menunggu sayang," ucap Dievo. Dia berbicara dengan lembut dan mesra.
"Tidak kok, aku bahkan merasa belum lama duduk di sini," ucap Vanya. Dia menjawab dengan mesra.
"Seharusnya kamu tidak menunggu disini, kenapa tidak langsung ke ruanganku?" tanya Dievo. Dia terlihat sedikit kecewa.
"Aku tidak bisa seperti itu sayang, aku tidak keberatan menunggumu disini," jawab Vanya. Dia berusaha menenangkan emosi yang tersirat di wajah kekasihnya.
"Untuk sementara ini aku setuju denganmu, tetapi jika kamu sudah menjadi tunanganku, akan aku pastikan hal ini tidak akan pernah terjadi lagi," ucap Dievo. Terdengar desahan pelan sebagai bentuk kekecewaan.
"Iya sayang," ucap Vanya. Dia berbicara dengan mesra dan berhasil menenangkan kekesalan Dievo.
Dievo bergerak perlahan mendekati Vanya sehinga kini mereka berdua saling berhadapan tanpa jarak.
"Maaf aku datang tanpa memberi tahu kamu," ucap Vanya. Dia menatap mata Dievo dengan hangat.
"Tidak masalah, aku bahkan senang melihatmu ada di sini Vanya, terima kasih sudah datang untuk menemuiku," ucap Dievo. Dia menatap hangat Vanya dengan perasaan rindu.
Tanpa ragu Vanya menempelkan bibir seksinya pada bibir Dievo yang terasa hangat. Mendapat sinyal cinta dari kekasihnya, maka Dievo membalas ciuman Vanya dengan isapan lembut pada bibir bernuansa pink itu.
_TBC_