Chereads / ANOTHER LOVE / Chapter 2 - Kecemasan

Chapter 2 - Kecemasan

Selama beberapa hari, Dievo serta yang lainnya berusaha mencari keberadaan Vanya, tetapi tidak membuahkan hasil dan hanya menimbulkan perasaan cemas. Segala cara sudah ditempuh oleh Dievo, tetapi tetap tidak bisa melacak keberadaan Vanya yang sebenarnya. Walaupun mendapat bala bantuan dari berbagai pihak untuk mencari, tetap saja menemui jalan buntu.

Menyerah, mungkin itu yang terpikirkan, namun Dievo membuang jauh-jauh pikirannya yang sempit, dia tetap berusaha melakukan berbagai hal hanya untuk menemukan dimana kekasih hatinya berada.

***

Langkah kaki Vanya terhenti, lalu dia melihat ke arah belakang, dengan tatapan kosong, dilihatnya mobil hitam yang semakin menjauh dari jangkauan pandangannya, muncul sebongkah kekecewaan ketika menyadari mobil yang sudah mengantarnya dengan selamat kini sudah tak terlihat oleh kedua matanya.

Namun dia menyadari bahwa tidak ada hal yang bisa dia lakukan saat ini terhadap Natha, Vanya hanya bisa melangkahkan kakinya dengan gontai menuju pintu pagar rumahnya tanpa tahu apa yang akan terjadi setelah peristiwa hilangnya selama beberapa hari yang lalu.

***

Dievo menyadari kehadiran sosok wanita yang sangat dia rindukan selama beberapa hari itu kini nampak berjalan dengan perlahan mendekati pagar, lalu Dievo dengan langkah kaki yang cepat hingga nyaris berlari mendekati Vanya yang nampak sedikit murung.

Seketika Dievo membenamkan wajah Vanya di dadanya yang bidang dengan perasaan gelisah. Tidak banyak berkata-kata, hanya memeluk hangat kekasihnya yang sudah menghilang tanpa kabar dan berhasil membuat Dievo merasa sangat khawatir. Dievo memandangi Vanya dengan lekat, dari ujung rambut hingga ujung kaki, melihat dengan seksama seolah meneliti kondisi fisik kekasihnya karena perasaan takut yang begitu besar dan tidak ingin kekasihnya terluka. Namun seketika Dievo berinisiatif untukq membopong tubuh Vanya dengan mesra menuju ke dalam rumah untuk beristirahat.

Keluarga Vanya merasa sangat bahagia karena Vanya sudah kembali dengan keadaan selamat tanpa kurang satu apa pun. Namun Vanya hanya diam membisu, tidak satu kata pun terucap dari mulutnya sehingga hal itu berhasil membuat semua orang merasa khawatir terhadap dirinya.

***

Vanya menemukan ponsel pintarnya tergeletak di atas kasur. Kini dia memahami kecemasan semua orang terhadap kondisinya. Terlihat puluhan panggilan masuk yang tidak terjawab dari Dievo beserta voice note miliknya, terlihat juga puluhan pesan singkat yang belum terbaca dari orang yang sama. Vanya kembali meletakkan ponsel pintarnya di atas meja rias dengan perasaan yang tidak menentu dan menatap kosong ke arah yang berbeda serta berjalan menjauhi meja.

Namun suara panggilan pada ponsel pintarnya telah berhasil membuyarkan lamunannya. Dengan berat Vanya melangkahkan kakinya untuk kembali ke arah meja dan meraih ponsel miliknya. Dia menatap lekat ke ponselnya untuk memastikan nama yang muncul pada layar, namun dia merasa ragu untuk menjawab panggilan telepon itu. pada akhirnya dia kembali mengabaikan ponselnya.

Vanya hanya berdiri dan terdiam seraya melihat ke arah luar dari jendela di dalam kamar miliknya yang berukuran sangat besar. Tidak lama kemudian Vanya menyadari sosok mobil dengan warna silver metalik yang sangat dikenalnya kini datang mendekati gerbang rumah.

Vanya berusaha berpikir dengan jernih, bertanya-tanya dengan dirinya sendiri mengapa dia seolah menghindar dari kekasihnya. Sesungguh hal yang dilakukan Dievo adalah hal yang wajar dan akan dilakukan juga oleh banyak pria jika mengetahui kekasihnya menghilang tanpa kabar.

***

Dievo menyadari kehadiran Vanya dan melihat kekasihnya itu berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu yang berada di lantai dasar. Nampak wajah yang begitu menenangkan dengan warna rambut blonde caramel tergerai indah dan terlihat begitu mempesona disertai pandangan mata yang hangat dengan binar mata berwarna hazel serta garis lengkungan senyum yang terlihat begitu memikat.

Sosok yang Dievo rindukan selama beberapa hari lalu, kini muncul dihadapannya dan berada tidak jauh dari jangkauannya.

Seketika Vanya memeluk erat Dievo dan meneteskan air matanya. Dievo menyadari hal itu dan membalas pelukan Vanya dengan penuh cinta hingga berhasil menenangkan hati Vanya yang gundah. Bahkan pelukan itu mampu membuat Vanya merasa aman ketika berada dalam rengkuhan tangan kokoh milik Dievo, itu lah hal yang paling Vanya sukai tentang Dievo.

"Vanya, apa kamu baik-baik saja?" tanya Dievo seraya berusaha memulai percakapan dengan sangat hati-hati.

"Iya, sekarang aku sudah merasa lebih baik," jawab Vanya.

"Sebelumnya, apa yang sudah terjadi? Apa kamu terluka?" tanya Dievo dengan perasaan gelisah.

"Aku tenggelam ketika berenang, karena tiba-tiba otot kakiku menjadi kaku. Tetapi aku masih beruntung karena ada seseorang yang menolong dan membawaku ke rumah sakit," jawab Vanya. Seketika Vanya merasakan genggaman tangan Dievo semakin kuat.

"Aku temani kamu ke dokter ya sekarang," ucap Dievo.

"Tidak usah, kondisiku sudah baik-baik saja, kamu tidak perlu cemas Dievo," ucap Vanya seraya berusaha menenangkan perasaan gelisah yang dirasakan Dievo terhadap dirinya.

"Maafkan aku, karena tidak bersamamu ketika kamu terluka," ucap Dievo. Terdengar suara Dievo menjadi berat karena perasaan bersalahnya.

"Tidak apa-apa, itu bukan kesalahanmu. Justru aku yang harus meminta maaf, karena aku sudah bertindak ceroboh dengan tidak membawa ponsel ketika sedang bepergian, sehingga aku tidak bisa menghubungimu ketika aku berada di rumah sakit," ucap Vanya seraya berusaha menahan air matanya menetes, karena tidak ingin Dievo merasa semakin bersalah.

"Apa aku harus mengantarmu untuk pemeriksaan ulang?" tanya Dievo dengan raut wajah yang sedikit menegang.

"Tidak perlu Dievo. Kata dokter kondisiku sudah membaik, dokter juga sudah memberi resep obat untuk aku minum," jawab Vanya.

"Baiklah, tetapi jika kejadian seperti kemarin terulang, jangan halangi aku untuk membawamu ke dokter untuk diperiksa," ucap Dievo. Untuk kali ini suaranya terdengar sedikit memaksa.

"Iya Dievo, aku pasti akan menuruti kemauanmu. Jika kakiku terasa sakit lagi, kamu orang pertama yang akan mengetahuinya," ucap Vanya seraya berusaha memberikan senyuman terbaiknya untuk menenangkan perasaan Dievo.

"Aku hanya mencemaskan kondisi kesehatanmu Vanya, dan aku tidak ingin orang yang aku cintai terluka," ucap Dievo.

"Terima kasih Dievo, aku mencintaimu," ucap Vanya seraya menatap hangat.

Vanya dan Dievo kembali berpelukan. Suasana terasa begitu menenangkan. Rasa cinta yang dimiliki Dievo begitu besar terhadap Vanya sehingga membuatnya begitu terluka ketika kekasih hatinya sedang terbaring sakit, namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. Sejenak Dievo merasa dirinya tidak berguna.

Genggaman hangat jemari milik Vanya mampu membendung kecemasan yang sedang Dievo rasakan terhadap dirinya. Tampak sedikit kesedihan di mata indah milik Dievo, namun seketika dapat berubah menjadi tatapan yang hangat serta melindungi ketika memandang wajah cantik Vanya. Hanya Vanya yang mampu membuat Dievo tidak bisa melakukan apa pun termasuk berkonsentrasi dalam bekerja karena perasaan gelisahnya terhadap kondisi Vanya.

Senyum memukau yang mampu mematahkan hati para wanita, terlukis indah di wajah rupawan milik Dievo. Vanya merasa mungkin hanya dirinya yang melihat Dievo dengan cara yang berbeda. Baginya Dievo bukanlah orang yang dingin ataupun skeptis, melainkan sosok yang begitu manis dan penuh perhatian. Seseorang yang mampu melewati lautan jika itu yang dia inginkan walau hanya untuk bertemu dengan kekasih hatinya Vanya. Dievo juga seseorang yang mampu menahan emosinya ketika sedang bersama Vanya.

_TBC _