Waktu terus berjalan dan tidak pernah menunggu sesuatu yang tidak datang. Apa mungkin, itu pertemuan dan terakhir ku padanya? Jika iya, apa boleh aku menyalahkan waktu, mengapa senja kala itu begitu singkat. Sudah hampir sebulan aku tidak pernah menemuinya lagi.
Padahal selama belakangan terakhir, aku selalu membaca surat yang dia beri pada ku. Dalam hati aku juga berharap bisa menemuinya lagi. Seolah ada rasa yang membuat ku begitu penasaran dan pikiran ku tidak bisa lepas dari pertanyaan tentangnya.
Aku meremas beberapa halaman kertas yang sedang aku tuliskan sebuah puisi. Puisi tentang dia; Bratta. Pikiran ku terus berujung kepadanya. Banyak yang ingin aku ketahui, namun tidak dapat aku tanyakan pada saat itu. sudahlah, mungkin pertemuan kami hanya sebuah keajaiban, seperti bintang jatuh yang dipenuhi harapan dan sebuah pelangi usai hujan.
Ini tentang kamu… singkat yang membekas
Kala itu sore begitu indah, ketika menghabiskan cahayanya bersama mu.
Hanya saja, kamu terlalu cepat pergi dan sulit ditemu lagi.
Jika bisa kuputar kembali, apa boleh aku mengenal mu?
Aku membaca ulang tulisan ku yang sudah diposting dua hari lalu diakun blog pribadi ku. Namun, satu pemberitahuan baru masuk ke blog ku. Ada sebuat komentar yang diposting disana. Aku membulatkan mata ketika membaca nama pengirim dan isinya.
penikmatsenja: Kamu orang pertama yang bilang itu.
Bratta? Entah bagaimana cara ku menggambarkan isi hati, tapi aku begitu bahagia. Senyum manis yang lama tidak pernah terlihat, muncul diwajah ku malam itu. Apa aku begitu bahagia hanya karena menemukan mu.
Aku segera membalas komentarnya.
pecintacoklat: Atta?
penikmatsenja: Kenapa sebut nama? Harusnya identitas ku dirahasiakan.
pecintacoklat: Kenapa?
penikmatsenja: Karena kamu menulis puisi untuk aku.
Membaca komentar terakhirnya membuat aku melepas tawa. Rasanya begitu bebas seperti tanpa ada beban. Sudah lama sekali aku tidak segembira ini dan rasanya begitu aneh karena merindukan orang asing yang tidak pernah aku temui sebelumnya.
Kali ini satu notifikasi muncul dilayar laptop ku. Bukan pada kolom komentar, tapi melalui alamat surel pribadi ku. Ternyata dari orang yang sama yaitu Bratta.
penikmatsenja: Kamu pasti senang bisa aku hubungi.
Bagaimana dia bisa tau tentang apa yang aku rasa? Rasanya aneh seperti setransparan ini. Apa ini yang namanya dibuat malu? Rasanya seperti digelitik dan senang.
pecintacoklat: Tau dari mana?
penikmatsenja: Manusia umumnya akan merasa senang ketika mendapat apa yang ia cari, dan kamu mencari ku.
Membaca kalimat singkatnya itu sudah cukup
membuat ku tertarik. Mengapa aku seberani ini untuk memulai suatu perasaan. Hanya saja berbohong jauh lebih menyakitkan, dan aku memilih untuk jujur. Bisa aku akui, Bratta memiliki hal spesial dalam dirinya dan aku bisa dibuat kagum hanya karena sixteen hour disebelahnya sore itu.
pecintacoklat: Iya aku nunggu kamu tapi hampir sebulan enggak ada kabar.
penikmatsenja: Artinya kamu rindukan?
pecintacoklat: Terlalu dini untuk merindu.
penikmatsenja: Kalau gitu namanya apa?
Pecintacoklat: Memulai.
Jika ada satu kata yang dapat menamai perasaan ku, mungkin aku memilihnya. Hanya saja, aku terlalu percaya diri untuk mengatakan bahwa aku mencari, menunggu dan mengagumi Bratta. Laki-laki yang hanya datang sekali hari itu, menghilang dan aku dapati.
Dia misterius seperti kotak pandora yang kadang kala mengejutkan isinya namun aku terus penasaran padanya. Apa ini awal yang salah untuk ku? Karena memulai sesuatu yang belum tentu ingin ditulis bersama? Sudahlah, aku terlalu batu untuk mendengar. Aku hanya mengikuti isi hati ku.
Malam itu aku habiskan dengan saling mengirim email pada Bratta. Aku menunggu balasan pesannya yang ramai membicarakan banyak hal. Sampai diakhir pesan hari itu, dia mengatakan,
penikmatsenja: Kita akan segera bertemu lagi Abi. Tunggu saja.
Membacanya aku langsung terkejut. Apa? Dimana? Dan Kapan lagi kami bisa bertemu? Aku sedikit kecewa membacanya. Bagaimana jika ini tidak terjadi? Atau bagaimana jika kami berselisih? Aku hanya tidak ingin melewatkan sebuah kesempatan. Kesempatan dalam bertemu atau menghabiskan waktu dalam menunggu.
***
Aku menatap jendela kamar yang transafaran menghadap ke taman. Sebuah ayunan coklat yang dulunya selalu kutempati ketika bosan, ketika aku sedang mencari inspirasi dan ketika aku menunggunya pula. Namun pada akhirnya ia belum kunjung datang.
Tiap harinya penuh penantian agar aku bisa bertemunya lagi. Memang benar yang dia katakan, manusia umumnya akan merasa senang ketika mendapat apa yang ia cari, dan kamu mencari ku. Sayanganya aku belum mendapat yang aku cari.
"ABII! Lo sebenernya denger gak sih kita bilang apa?" lamunan ku segera buyar ketika mendengar Anggi mengomel pada ku.
"Sorry, kamu bilang apa Nggi aku lagi gak fokus." Aku berterus terang kepada Anggi dan Sania yang siang itu mampir ke rumah ku.
"Lo kenapa sih Bi? Lagi mikirin dia?" iya dia yang Sania maksud adalah Bratta. Laki-laki yang selalu aku ceritakan dihadapan teman-teman ku. Laki-laki yang selalu aku banggakan kehadirannya kemarin. "Lo mau sampe kapan sih stuck di cowok yang lo sendiri gak kenal siapa dia."
"Gue kenal namanya—"
"Namanya Atta? You just know his name not his story, alright? Udahlah Bi kalau kehadiran dia malah ngebuat lo sedih ngapain masih ditungguin?" Sania blak-blakan menasehati ku. Seperti sebuah tamparan keras, aku akhirnya sadar bahwa pada akhirnya aku tidak menganal siapa itu Bratta.
"Emangnya si Atta itu sekeren anak Gen Halilintar apa?" Sontak Anggi tertawa tidak jelas untuk mencairkan suasana yang tadinya hampir memanas karena perdebatan. "Palingan juga masih cakep Kak Asyraf kali! Udahlah gue harus tampir perfect malam ini di ultahnya Diska."
Diska adalah sahabat ku yang malam ini sudah merayakan sweet seventeennya. Sebuah acara garden party yang jelas akan heboh, mengingat Diska adalah anak paling famous dan juga karena ia adalah adik dari Asyraf yang dulunya juga alumni SMA ku.
"Centil banget sih! emang kak Asyraf mau apa sama modelan yang kek lo?" telak Sania yang memang karakternya selalu ceplas-ceplos.
"Udah ya, pokoknya kita harus having fun disana! Gak boleh ada yang sedih okey!"
Anggi benar, tidak ada yang boleh bersedih karena ini adalah hari bahagia bagi sahabat kami yaitu Diska. Aku segera menutup perasaan kecewa ku dengan senyum dan tawa yang aku tebar. Aku juga asik memadumadankan pakaian mana yang nantinya akan aku kenakan.
Pilihan ku jatuh pada gaun biru malam dengan kerah sabrina yang motif brokatnya begitu cantik. Sebuah stiletto dengan tinggi 5 cm itu memberi kesan feminim bagi ku. Rambut yang aku sanggul dengan model chingnon ditambah aksesoris yang mempermanis. Malam itu aku benar-benar berniat untuk melupakan segala kesedihan yang terjadi. Apapun itu.
Semua yang datang benar-benar terlihat sangat menawan. Tamu-tamu yang diundang juga tidak hanya teman-teman Diska, melainkan beberapa sahabat dekat dari Asyraf sendiri. Anggi menyenggol lengan ku. Sudah bisa ku baca dari gerak-gerik anak ini bahwa ia mengajakku untuk berpetualang.
"Tuh kan, untung gue make up tempat lo jadi fix cantik kan gue malam ini." diantara kami berempat hanya aku dan Diska yang paling mengerti soal kecantikan. Sedangkan Anggi tidak sabaran dan kadang kala suka acak-acakan namun ingin terlihat cantik dan Sania yang begitu cuek soal penampilan.
"Entar dulu cari cogannya," senggol Sania. "Kita salamin Diska dulu dong." dan Sania yang paling dewasa diantara kami.
Aku berjalan dengan penuh percaya diri melewati beberapa orang yang sudah hadir disana. Acara masih belum dimulai namun lantunan lagu segaja dimainkan untuk mencairkan suasana dan membuat orang merasa nyaman untuk menikmati party ini.
Malam itu Diska benar-benar cantik dengan dresscode putih yang membuatnya terlihat begitu bersinar dengan flower corn yang sangat manis. Kami secara bergantian memeluknya dan memberi selamat atas legalnya Diska.
"Thank you so much guys! Hope you enjoy with my birthday party." Ujarnya.
"Tentu Dis, kalo ada kak Asyraf kan gue makin betah disini." bisik Anggi yang sejak tadi jiwa fakgirlnya meronta-ronta. Kami hanya tertawa mendengar ucapan Anggi yang pegitu polos dan apa adanya.
"Lo tuh balik dari sini harus dapat pasangan ya." bukannya meladeni kalimat Anggi, Diska malah mengharpkan acara ulang tahunnya bisa memberikan pasangan pada Sania yang sudah menjomblo paling lama diantara kami.
Sania menggeleng dan dengan sigap membantahnya. "Lo tau sendiri kan gue baru mau pacaran kalo udah lulus SMA," iya itu adalah prinsip Sania sejak masuk SMP. "Nih doain temen lu yang ini biar dia gausah ngarepin cowonya yang gak jelas itu." yang dimaksud Sania adalah aku.
"Kalau buat dia, gue udah ada nih calonnya, ntar ya gue kenalin." Mendengar Diska dan Sania yang bersekongkol membuat ku merasa ngeri sendiri.
Anggi yang mendengarnya langsung tidak mau kalah juga. "Buat gue juga ya."
"Iya bawel. Eh, gue kesana dulu ya, soalnya tamu udah mulai banyak." Diska meninggalkan kami yang masih asik berbincang-bincang.
Acara ini benar-benar sangat ramai. Mulai dari teman semasa kecil Diska sampai anak satu sekolahan yang hampir datang. Aku dan Sania menikmati sirup Anggur dan duduk sambil menyaksikan beberapa penampilan untuk menghibur para tamu. Jika urusan Anggi, dia sudah keliaran untuk menambah teman atau gebetan.
"San kamu mau dessert yang disana gak?"
"Gue gak suka coklat Bi."
Aku menatap meja yang di atasnya sudah disediakan beberapa cake dan aku sungguh tergiur dengan cake brownies topping coklat almond. Jika itu tentang coklat aku tidak bisa menolaknya. "Temenin aku yuk, malu banget ih."
"Ngapain malu sih Bi. Udah lo ambil sendiri aja, ntar gue liatin dari sini deh."
Aku memberanikan diri ku berjalan sendirian diantara banyak orang yang juga mengantri untuk mengambil makanan. Tangan ku dengan sigap menggambil kue itu karena aku merasa malu sendirian. Baru aku berbalik, aku mendengar nama ku dipanggil.
"Abi." Panggilan tegas itu tak lain adalah dari Asyraf. Aku melihat ia memberi kode agar aku menghampirinya. Sebenarnya ada rasa malu yang begitu besar untuk berjalan ke sana namun aku sudah terlanjur menoleh dan melakukan eye contact.
"Iya kak kenapa ya?" tanya ku sopan.
"Panggil Asyraf aja, lagian cuman beda 2 tahun," Jujur aku sedikit merasa tidak nyaman dengan perlakuannya yang biasanya tidak seperti ini. aku hanya tersenyum kikuk. "Tadi kesini bareng siapa?"
"Sama Anggi dan Sania. Oiya kak, aku ke sana ya, kasian Sania sendiri." Baru ingin berbalik, Asyraf sudah menahan pergelangan tangan ku. Langkah ku tertahan dan dia kembali berbicara.
"Aku bisa anterin kamu balik." Katanya yang masih menahan pergelangan tangan ku. Beberapa temannya langsung memanasi dan ikut menggoda Asyraf. "Kamu itu cantik Bi, tapi jauh lebih menarik kalau kamu bisa ngebuka diri."
Aku menaikan salah satu alis ku, melongo tidak percaya dengan kalimatnya. Ada rasa kesal dalam diri ku namun dari belakang sudah ku rasakan seseorang datang dan menarikku.
"Ternyata disini, aku cariin kamu dari tadi Bi."
Suara itu! Aku segera menoleh ke arahnya yang barusan datang. Dalam sedetik dia sudah menarik ku dalam rangkulannya yang secara otomatis membuat Asyraf melepaskan pegangannya dan berbicara kembali.
"Ngapain lu kesini Ta?"
Dia Bratta... laki-laki yang selama ini aku tunggu kehadirannya dan ku jumpai malam ini.