Chereads / look at me / Chapter 3 - chapter 3 | Cowok Cupu

Chapter 3 - chapter 3 | Cowok Cupu

"HUAAAAAHH!!!"

pranggg!!

Eeea!!

"NUKEEEEE!!"

Nuke menutup mulutnya, teriakanya seketika tenggelam. Kondisi rumah berubah dramastis setelah kepulangan Nuke ke rumah.

Ibunya yang tengah mencuci piring terkejut, sampai menjatuhkan sebuah piring kaca, imbasnya, adik kecilnya yang berusia satu tahun terbangun, padahal dia baru tertidur sepuluh menit yang lalu, setelah mandi dan minum susu. Sementara Dimas, dia pasti sedang merintih-rintih sambil memegangi pipinya, karena giginya yang berlubang, terasa nyut-nyutan setelah mendengar lengkingan dari mulut Nuke.

"Ada apa sih, ke? Kenapa teriak-teriak?" tanya Dila, ibu Nuke.

Nuke tersenyum polos, dia tidak merasa bersalah setelah membuat seisi rumah gaduh "Nggak bu, Nuke nggak kenapa-kenapa, Nuke ke kamar dulu yaa."

Belum sempat Nuke berjalan, Dila menghentikanya terlebih dahulu "Jagain adek kamu dulu sampai ibu selesai cuci piring."

Nuke menghela nafas berat, namun tetap menuruti perintah ibunya. Di kamar orang tuanya, Akbar, Adik kecilnya belum berhenti menangis. Dia mengambil sebuah lonceng mainan kemudian membawanya menuju kasur tempat adiknya tidur.

"Akbar, tebak Kak Nuke bawa apa?" ucap Nuke sambil memainkan lonceng itu di depan wajah Akbar. Nuke mendekatkan telinganya pada Akbar, seolah menunggu jawaban dari Adiknya yang sama sekali belum bisa bicara.

" Terompet! ikh Adek Akbar pinter banget, bener loh jawabanya, yeee!!."

Akbar berhenti menangis, dia mentap Nuke yang dengan aneh memberinya tepuk tangan.

"Dek, adek tau nggak, di sekolah, ada yang lagi suka sama kakak, dia itu ganteng banget, lebih ganteng dari kak Dimas," ucap Nuke dengan percaya dirinya, tak lupa dia tersenyum sambil membayangkan wajah Kenzie.

"Hek hek hek hek" Akbar tertawa terbahak-bahak. Kemudian berhenti. Menatap Nuke sebentar, kemudian tertawa kembali.

"Lo ngetawain gue Bar?" tanya Nuke cukup kesal "Lo nggak percaya dia suka sama gue? asal lo tau aja ya Bar, temen-temen gue itu banyak yang bilang kalau gue itu cantik," lanjut Nuke tak ingin kehilangan kepercayaan dirinya.

"Hoek," Akbar memuntahkan cairan putih dari mulutnya. Nuke yang panik langsung berteriak memanggil ibunya. Dila datang dengan khawatir, teriakan Nuke seolah mengabarkan kejadian buruk baru saja melanda.

"Ada apa Ke?" tanya Dila khawatir.

"Adek muntahin sesuatu" jawab Nuke sambil manatap Akbar tak kalah Khawatir.

Dila menghela nafas saat melihat kondisi Akbar.

"Itu asi Ke, Adek kekenyangan."

"Kekenyangan?" tanya Nuke belum paham.

"Kenyang liat muka kamu, Udah jangan kebanyakan nanya, mandi sana, badan kamu bau asem."

Nuke mendengus kesal. Lalu berjalan keluar dari kamar.

💌

Nuke berguling-guling di tempat tidurnya. Dia mengingat kejadian di sekolah tadi. Dia benar-benar tidak menduga hal itu akan terjadi. Mungkinkah? Mungkinkah Kenzie juga menyukainya? Bagaimana jika memang benar seperti itu? Apakah, Nuke dan Kenzie akan berpacaran? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar-putar di kepala Nuke. Membuatnya tersenyum geli, bahkan kelepasan menjerit sampai Dimas berteriak kesal.

Nuke menyambar handphonenya di atas narkas, lalu menyetel lagu kesukaannya.

Suasana malam terasa lebih dingin. Nuke berjalan ke arah jendela kamarnya, yang selalu dia biarkan terbuka. Maklum, Palembang masih saja panas walaupun siang sudah berlalu. Dia duduk di atas kusen bercat putih. Kamar Nuke berada pada lantai dua, jadi dia bebas menatap suasana di sekitar rumahnya dengan lebih jelas.

Nuke mengalunkan lagu yang sedang didengarkanya. Salah satu kelebihan Nuke yang tak pernah dia tunjukan pada orang lain adalah, suaranya yang bagus. Karena setiap dia bernyanyi, dia akan teringat pada seseorang, yang membuat suasana hatinya berujung sedih.

Namun tidak untuk kali ini, Kenzie menyita sebagian dunia Nuke, Membuatnya mampu melupakan banyak hal ketika memikirkan cowok itu.

Hidup berbeda cerita ketika sedang jatuh cinta. Hidup yang semula biasa saja, bisa berubah jadi lebih berwarna hanya karena satu orang yang memberikan cinta. sementara yang awal mulanya bahagia, bisa berubah muram, jika cintanya jatuh pada orang yang salah.

"Ke."

Nuke menoleh, mendapati ibunya yang berdiri di ambang pintu.

"Udah malem, tidur," ucap ibunya yang dibalas anggukan oleh Nuke.

Tak lama ibunya keluar. Nuke melepas airphonenya, membaringkan tubuhnya dan menarik selimut sampai batas lehernya. Nuke masih terjaga, dia tidak sabar untuk berangkat sekolah dan melihat Kenzie lagi besok. Perlahan-lahan dia menutup matanya. Namun kemudian membukanya lagi dengan cepat. Dia lupa berdoa.

💌

Brumm!!

Nuke melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Dia terlambat bagun, jam di tanganya menunjukan pukul 06:55 itu artinya lima menit lagi bel masuk kelas berbunyi. Untunglah kondisi jalan tidak terlalu ramai, Jadi Nuke bebas berlenggak-lenggok di jalanan.

Nuke hampir sampai di sekolah, dia menurunkan sedikit kecepatan motornya. Nuke memberikan klakson pada seorang nenek yang akan menyebrang jalan, Si Nenek pun sudah menatapnya dari kejauhan. Aman, saatnya Nuke melesat ke sekolah.

Namun entah apa yang sedang dipikirkan oleh Si Nenek, dengan pedenya, nenek itu menyebrang saat posisi Nuke sudah sangat dekat dengan Si Nenek.

Tak bisa dihindari lagi, Nuke menarik kuat rem motornya hingga ban dan rantai motornya berbunyi saling beradu saking kuatnya Nuke mengerem. Karena posisi Nuke sudah dekat dengan Si Nenek, Si Nenek tertendang oleh kaki Nuke sampai terpental kembai ke pinggir jalan. Untunglah kaki Nuke bisa menahan motornya sehingga dia masih duduk sempurna di atas motor.

Sementara Si Nenek "tolong aku! Tolong aku!" teriak Si Nenek panik. Padahal dia hanya jatuh teruduk tanpa terluka sedikitpun.

Nuke menepikan motornya, dia menjemput Si Nenek dengan perasaan campur aduk. Panik, kasihan, dan kesal. Namun bagaimanapun Nuke tidak salah, dia sudah memberikan klakson dan Si Nenek pun sudah melihatnya.

Tiba-tiba, tanpa Nuke sadari seseorang sudah berjongkok di sebelahnya, ikut melihat kondisi Si Nenek. Nuke ingat betul siapa dia, cowok cupu yang Nuke tipu di bus sekolah waktu itu.

"Nenek nggak papa?" tanya si cowok.

" Ini Nenek lo?" tanya Nuke polos.

"Bukan."

"Kok lo panggil dia nenek?."

"Terus, aku harus panggil dia apa? Mbak?"

Benar juga, Si Nenek kan memang sudah nenek-nenek, kebiasaan, Nuke bodoh kalau sedang panik.

Kembali ke Si Nenek. Beberapa menit kemudian, dia mulai tenang kembali, bahkan sudah bisa berdiri.

"Nenek mau ke mana? biar saya antar," tawar Nuke sambil memegani kedua bahu Si Nenek, takut jatuh kembali.

"Saya mau kerumah cucu saya," ujar Si Nenek.

"Rumah cucu nenek di mana?"

Dengan tangan gemetar, Si Nenek menuju rumah di seberang jalan "itu."

"Yaudah, biar kita anterin."

Si cowok tertegun menatap Nuke. Kenapa dia juga ikut dibawa-bawa?

"Kenapa? lo nggak mau bantuin gue?" ucap Nuke seolah tau jalan pikiran si cowok. Cowok itu menggeleng, dia mau membantu Nuke.

Tok tok tok

Nuke mengetuk pintu yang dikata si nenek rumah cucunya. Tak lama, pintu terbuka, nampak seorang wanita berusia sekitar dua puluh tahunan tersenyum melihat Si Nenek. Dia beralih menatap Nuke dan cowok yang ikut mengantar Si Nenek.

"Kok bisa Nenek saya ada sama kalian?"

Nuke menghela nafas sebelum menjawab. Dia akan jujur, walaupun dia tidak salah, dia akan tetap meminta maaf sebagai bentuk menghormati orang tua.

"Maaf, tadi Nenek mbak hampir saya tabrak, tapi bener, saya nggak sengaja, saya udah kasih klakson kok sama si Nenek," ucap Nuke jujur, dia sudah lapang kalau harus dimarahi.

"Aduh, maaf ya dek, Nenek saya pendengaranya memang sudah berkurang, jadi mungkin Nenek nggak denger klakson dari adek, Nenek saya juga rabun jauh."

Nuke mengangguk pelan sambil ber oh ria, pantas saja si Nenek nekat nyebrang "Yaudah mbak, kita pamit dulu ya, mari," pamit Nuke.

" Ya, makasih ya, udah mau nganterin Nenek saya."

Nuke dan si cowok mengangguk bersamaan, kemudian berjalan keluar dari pekarangan rumah cucu Si Nenek. Nuke melihat jam di tanganya. 07:15, dia terlambat 15 menit. Namun setidaknya dia tidak terlambat sendiri, karena masih ada si cowok cupu yang berjalan di sebelahnya.

"Heh."

Si cowok menoleh saat Nuke berseru padanya. Dia mengangkat sebelah alisnya sebagai pertanyaan.

"Gue... Minta maaf sama yang kemarin."

"Kemarin?"

Nuke menghela nafas panjang, dia benci menceritakan ulang, namun cowok itu membuatnya harus melakukan itu "Soal yang di bus waktu itu, yang gue rebut bangku lo."

Si cowok tersenyum kecil "Iya santai aja, gue malah udah lupa," ucapnya beralibi, padahal setiap mengingat kejadian itu, dia merasa sangat jengkel.

Mereka saling diam, masih sedikit terasa akward untuk saling melepas ucapan "Ngomong-ngomong, kita belum kenalan," Nuke mengulurkan tangan kananya pada si cowok "Nama gue Nuke."

Si cowok menerima uluran tangan Nuke "Rio."

"Lo kelas berapa?."

" Kelas 10."

"Hmmm, pantes gue jarang liat lo."

Kembali, tak banyak yang bisa mereka ucapkan, kini mereka berdua sampai di motor Nuke, cewek itu segera mengambil helm lalu memasangnya di kepala.

"Lo mau bonceng gue sampe sekolah?."

Rio menggeleng "nggak usah Kak, makasih."

"panggil aja Nuke,"

Titah Nuke. Dia tersenyum tipis, saat hendak naik ke atas motor. Tiba-tiba, Nuke tergelincir karena tanah di sekitarnya basah dan licin. Untunglah, dengan sigap Rio menangkap tubuh Nuke, membuat cewek itu tidak jadi jatuh.

Mereka saling menatap beberapa saat, sebelum akhirnya...

"AAAAAAA!!!."

💌

"Lo dipeluk sama cowok cupu? Ha ha ha!"

Kembali lagi, Nuke menyesal telah menceritakan sesuatu kepada Mela.

"Jangan-jangan, dia jodoh lo Ke."

"Ikh, nggak! lo jangan ngomong gitu dong Mel!"

Nuke mengedikkan bahunya geli. Mela selalu saja memberikan asumsi-asumsi ngawur tiap kali Nuke bercerita tentang kejadian tak biasa dalam hidupnya.

"Siapa yang abis dipeluk cowok cupu?" tanya Galang. Mendengar cerita dua cewek di depannya, dia jadi penasaran.

Nuke dan Mela menatap dua cowok yang duduk tepat di belakang tempat duduknya mereka "Nuke tuh," jawabanya sepontan.

Nuke meginjak kaki Mela. Cewek itu benar-benar tidak bisa menjaga privasi orang.

Dua makhluk barbar itu tertawa "Emang pantes cewek kayak dia dapet cowok cupu."

Nuke mendengus kesal "Diem lo Darto!."

Kenzo menghentikan tawanya seketika, dia menatap Nuke sebal "Jangan panggil gue Darto! kenapa sih, lo nggak bisa panggil gue Kenzo?"

Nuke membelalakkan matanya, dia sangat tidak terima dengan protes dari Kenzo barusan "Ngaca! lo aja ngubah nama belakang gue jadi Abab, lo kira gue nafas naga apa? lagian Darto juga nama asli lo, kenapa lo harus keberatan?."

Kenzo menghela nafas panjang "terserah lo deh," Tuntasnya.

Dari pada melayani makhluk tidak berguna seperti Kenzo dan Galang, lebih baik Nuke belajar saja, mengingat nilai ulangan harian ekonominya kemarin mendapat nilai merah. Dia mengambil buku paket ekonominya dari dalam tas. Seperti satu minggu terakhir dalam satu bulannya, dia akan remidial sepulang sekolah nanti. Dia berharap, kejadian seperti kemari sore bisa terulang kembali, ketika dia diberi waktu untuk berdua bersama Kenzie.