Chereads / look at me / Chapter 6 - chapter 6 | Dia Lagi!

Chapter 6 - chapter 6 | Dia Lagi!

Semua siswa beserta guru, staf, dan kariawan TU SMA Edelwais berkumpul di lapangan upacara. Hari ini adalah hari pelantikan anggota OSIS periode baru.

Nuke berdiri di barisan kedua dari depan dengan Mela di sampingnya. Sedikit merasa kecewa karena Kenzie tidak terpilih menjadi Ketua OSIS. Tapi tidak masalah, toh, Kenzie juga tidak merasa keberatan dan terus bersemangat. Nuke juga sudah memberikan suport penuh pada Kenzie, ini hanyalah soal masa yang belum diberikan pada cowok itu.

Nuke menundukan kepalanya, dia merasa sangat kepanasan. Matahari terlalu bersemangat pagi ini, teriknya sugguh membuat pori-pori kulit Nuke melebar. Keringat bercucuran dari dahinya, meluncur dan menetes saat sudah sampai di dagunya. Nuke terlihat lebih cantik dalam kondisi seperti itu.

Nuke mengankat kepalanya kembali saat para anggota OSIS berjalan ketengah lapangan. Kenzie membuat Nuke tak berkedip menatapnya.

Menawan, seperti biasanya.

Samar-samar dia mendengar orang-orang di sekitarnya mulai membicarakan kedekatannya dengan Kenzie. Setelah beberapa teman sekolah melihat Nuke pulang bersama Kenzie sore kemarin. Nuke kini menjadi trending topik di sekolah. Mereka membicarakan Nuke dengan berbagai anggapan. Bukanya khawatir dengan itu, Nuke justru senang, berarti benar kalau Kenzie hanya mendekatinya dan memperlakukanya secara berbeda, lebih spesial? Ya, bisa dibilang seperi itu.

"Ke, lo dengar mereka?" tanya Mela, dia takut sahabatnya itu terganggu dengan pembicaraan orang-orang di sekitarnya.

"Denger, tapi gue nggak peduli," jawab Nuke sambil melengkungkan bibirnya, menampakan senyum manis dan cekungan di pipinya.

Mela memberi dua acungan ibu jarinya pada Nuke. Terkadang ketidakpekaan dan rasa tidak peduli Nuke, bisa membuatnya merasa lebih tenang.

Mela mendekatkan wajahnya ke telinga Nuke "Liat Kenzie ganteng banget, cocok sama lo" bisiknya.

Nuke kembali tersenyum "Gue udah tau" jawabnya penuh percaya diri.

💌

Nuke dan Mela duduk di bangku depan kelas, ditambah Karin dan Juminten yang tiba-tiba ikut bergabung.

"Jum, jarum pentul lo masih sering digasapin Darto sama Galang?" tanya Mela penasaran, pasalnya seharian ini tidak terdengar suara Juminten marah-marah.

Juminten menatap Mela dengan mata membulat sempurna "Tadinya mau digasap, tapi untungnya gue nengok pas mereka mau ngambil, jadi masih aman deh kerudung gue," ucapnya sambil tersenyum senang.

Nuke tampak antusias dengan jawaban dari Juminten "Terus reaksi mereka pas ketahuan sama lo gimana, Jum?" Nuke ikut berucap, dia berharap kalau Juminten memukuli dua kutukupret itu.

"Mereka Cuma cengengesan nggak jelas, terus buru-buru pergi, Sumpah! Gue pengin banget berantem sama mereka."

"Bukan Cuma lo Jum, gue aja pengen nyrimpung kalau deket-deket mereka," tambah Mela menggebu-gebu, didukung Nuke yang mengangguk dengan semangat.

Mereka tertawa pecah, memang tak ada habisnya kalau ngomongin orang kayak Kenzo dan Galang. Walaupun julitnya minta disikut, reseknya minta diselpet, brisiknya minta dicolok, hiperaktiv, dan berbagai sifat ngeselin mereka yang lain, tetep aja, kelas sepi kalau nggak ada mereka.

Ditengah-tengah obrolan mereka, datang segrombolan cewek yang berjalan sambil membicarakan entah apa itu, yang pasti mereka berhasil membuat kebisingan di setiap tempat yang mereka lewati.

"sumpah dia ganteng banget, lebih ganteng dari Kenzie," ucap salah satu dari mereka.

"Dia pindahan dari mana ya, aduh gue lupa."

"Gue udah stalk instagramnya, dan OMG folowersnya bejibun guys."

Nuke menatap serius segrombolan cewek tersebut, apalagi setelah mendengar nama Kenzie disebut-sebut "Mereka ngomongin siapa, sih?" tanyanya.

"Nggak tau, lebay banget deh" jawab Mela sedikit risi dengan grombolan cewek-cewek yang baru saja lewat.

Nuke mengangkat pundaknya acuh kemudian menghela nafasnya. Entah mengapa rasanya hari semakin panas, Nuke bangkit dari tempat duduknya memutuskan untuk masuk kelas saja, menikmati semilir kipas angin di sana.

Baru saja hendak masuk, dia urungkan niatnya saat tanpa diduga Kenzie keluar dari kelas, dan seketika tatapan mereka bertemu. Untuk beberapa saat mereka terpaku.

Kenzie tersenyum pada Nuke. Disaat Nuke hendak membalasnya, seorang cowok tiba-tiba muncul dari belakang Kenzie. Nuke membulatkan matanya melihat seseorang dari kejauhan sana. Yang membuat Nuke semakin gugup sekaligus heran, cowok itu melambaikan tanganya dan berlari mendekatinya. Semua pasang mata tak lepas menatap kagum cowok yang tengah berlari itu.

"itu cowok baru di kelas Xl ips 5, ganteng banget ya ampun."

"Gila kece banget."

Ucapan mereka berputar-putar di kepala Nuke seiring dengan langkah kaki cowok itu yang semakin memangkas jarak.

"Nuke!" panggilnya saat sudah berdiri tepat di hadapan Nuke.

Nuke menatap lekat cowok dihadapanya, dia pastikan bahwa dia sangat mengenal cowok ini.

"Sa-Sahala?"

Sahala tersenyum, menampakan gigi gingsul yang membuat wajahnya tampak begitu manis "Gue nyariin lo dari tadi, ternyata kelas lo di lantai atas," Sahala memegang bahu Nuke, menatap dengan mata berbinar, cewek dihadapanya terlihat lebih cantik dari yang dia lihat sebelumnya.

Sahala juga nampak berbeda. Nuke sedikit tidak menyangka, cowok yang dulu urakanya minta ampun, kini berdiri dihadapanya dengan penampilan yang sangat rapi.

Nuke gugup sendiri, dia memalingkan pandanganya pada Kenzie. cowok itu terdiam, menatap mereka tajam. Nuke bingung harus berbuat apa. Kini semua menatap mereka dengan pendapatnya masing-masing.

"Kok dia deketin Nuke, sih?."

"Dia pacar Nuke? bukanya Nuke lagi deket sama Kenzie ya?"

"Tuh cewek nggak jelas banget sumpah."

Nuke menelan salifnya, dia menepis pelan tangan Sahala dari bahunya "Sory La, gue mau ke kelas dulu," Nuke bergegas masuk ke dalam kelasnya.

Sahala menatap kepergian Nuke penuh tanya. Tapi setidaknya dia senang bertemu cewek itu kembali. Entah kenapa dia sangat merindukannya selama hampir dua tahun belakangan ini.

Nuke duduk dibangkunya disusul Mela yang kini sudah duduk di sampingnya "Dia siapa Ke? Mantan lo? Gebetan lo yang lain? Atau jangan-jangan dia pacar lo? Atau dia saudara lo?" Mela memberondong Nuke dengan berbagai pertanyaan.

"Mela plis" Nuke dibuat pusing olehnya. Nuke menghela nafas panjang, dia mengingat kembali cowok itu sebelum mengatakan sesuatu "Dia itu temen smp gue, kita pernah saling suka, tapi nggak sampe pacaran."

Mela membelalakan matanya "Serius!? Sumpah, gue iri banget sama lo."

Nuke menatap Mela tak mengerti. Tidak, pasti Mela akan memberikan asumsi ngasalnya lagi saat ini.

"Maksud lo? Mel, sekarang bukan saatnya lo berpendapat sesuka hati lo."

"Apaan sih Ke, gue tuh iri sama lo, kok bisa ya hidup lo selalu dikelilingi cowok-cowok ganteng, dulu Marvel, kemarin Rio sama Kenzie, dan sekarang siapa tuh namanya?"

"Sahala" jawab Nuke malas.

"Ya ampun, denger namanya aja bikin hati adem, sebenarnya lo punya rahasia kecantikan apa sih, Ke? Kok bisa cowok-cowok itu pada ngejar-ngejar lo? Atau jangan-jangan-"

Mela menjeda ucapannya, menatap Nuke lebih intens "lo pake pelet? Ngaku lo!" sambungnya.

"Mel, jangan ngaco deh" Nuke mulai jengah dengan pembicaraan ini. Dia menyenderkan punggunya pada senderan kursi. Yang ada dipikiranya saat ini adalah Kenzie. Sepertinya dia cemburu, tapi untuk apa dia cemburu? Hubungan mereka saja tidak memiliki status.

💌

Nuke berjalan keluar sekolah, setelah Sahala menemuinya tadi siang, selanjutnya Nuke tidak bertemu dengan Kenzie.

"kenapa sih, dia harus nyamperin gue?" batinya, Nuke benar-benar heran, apakah Sahala masih suka padanya? Hidup Nuke akan semakin rumit jika benar begitu. Pasalnya kini dia sudah tidak mempunyai perasaan apapun pada Sahala. Cowok itu hanyalah masa lalunya, dan sekarang dia hanya menyukai Kenzie.

Nuke menghentikan langkahnya, hatinya menolak untuk pulang sebelum dia menemukan Kenzie. Entah kenapa dia merasa perlu menjelaskan pada cowok itu, prihal Sahala yang menemuinya tadi.

Nuke menarik nafas pelan lalu membuangnya lagi dengan kasar, dia harus bertemu Kenzie. Dia memutar kembali tubuhnya lalu berjalan masuk ke sekolah.

cewek itu menyusuri koridor-koridor kelas menuju lab kimia, dia tersenyum kecil mendapati Kenzie masih ada di sana. Dia berdiri di ambang pintu, menatap cowok berjas putih yang tengah mengamati cairan biru entah apa itu.

Kenzie mengangkat kepalanya ketika menyadari kehadiran seseorang. Mereka cukup lama saling menatap, sebelum Kenzie kembali pada aktivitas sebelumnya.

Nuke merasa jatuh saat kehadiranya tidak ditanggapi oleh Kenzie.

Kenzie membereskan alat-alat prakteknya lalu merapikanya di dalam lemari. Setelah melepas jasnya, dia berjalan keluar lab. Tiba-tiba saja suasana berubah menjadi dingin saat Kenzie melewati Nuke begitu saja.

"Kenzie!" pangil Nuke saat Kenzie beru beberapa langkah melewatinya.

Kenzie mengehentikan langkahnya, membalikan badanya menghadap Nuke "Ada apa?" tanyanya datar lebih terkesan enggan.

Nuke belum menjawab, dia belum pernah secanggung ini pada Kenzie sebelumnya. Dia memberanikan diri untuk menatap Kenzie "Lo mau pulang?" tanyanya retoris sambil mengusahakan senyumnya.

"Iya" jawab Kenzie singkat, dia melanjutkan kembali langkahnya menuju parkiran.

Nuke menatap sedih kepergian Kenzie. Apa ceritanya dengan Kenzie akan berakhir sampai di sini?. Nuke menggelengkan kepalanya, dia baru sekali diantar pulang bareng Kenzie, baru sekali makan di cafe dengan Kenzie, mereka bahkan belum sempat bertukar nomer watsap ,tidak! tidak sesingkat itu dan tidak akan sesingkat itu. Nuke harus mengejar Kenzie.

"Nuke!"

Nuke mengurungkan niatnya, dia menatap nanar orang yang baru saja memanggilnya "Sahala?."

"Dia lagi?" Nuke menggerutu dalam hatinya.

"Kebetulan kita ketemu disini, lo pulang sama siapa?" wajah Sahala benar-benar terlihat sumringah.

"Kenapa emang?"

Sahala tersenyum "Kalau lo pulang sendirian, gue mau ajak lo pulang bareng."

Baru saja Nuke hendak menolak, namun Sahala langsung menrobos ucapanya.

"Plis Ke, sekali ini aja" ucapnya dengan nada memohon. Kalau begini Nuke jadi tidak tega. Tapi ingat Kenzie Nuke, ingat!.

Nuke menghela nafasnya sebelum menjawab "Sahala gue-"

"Dia pulang bareng gue."

Nuke menganga tak percaya, Kenzie mencekal pergelangan tangannya. Saat ini Kenzie tengah berdiri di sampingnya sambil menatap tajam Sahala.

"Mulai sekarang jangan deketin Nuke lagi, DIA CEWEK GUE!" Kenzie mengucapkanya dengan tegas.

Nafas Nuke seolah berhenti, bumi terasa berputar begitu cepat, Semua seperti berterbangan, Pandangan Nuke perlahan kabur.

BRUKK

Nuke tiba-tiba ambruk, dua cowok di dekatnya panik bukan main. Dengan perasaan khawatir mereka segera membopong Nuke menuju ruang UKS.

💌

Nuke melayang-layang di alam bawah sadarnya.

Dia cewek gue, dia cewek gue, dia cewek gue.

Terus mengiang-ngiang wajah dan ucapan Kenzie tadi, dia berhasil membuat Nuke tidak berhenti tersenyum.

Hanya ada bayangan Kenzie di angan-angan Nuke saat ini, cowok itu terlihat sangat tampan dengan tangan terbuka menyambut Nuke dalam pelukanya. Nuke berlari, hampir sampai pada dekapan Kenzie, namun tiba-tiba Kenzie berubah menjadi sesosok wanita gemuk nan hitam mengerikan.

"Nuke!"

Nuke terkejut, dia bangun dari pingsanya setelah Bu Titin petugas UKS menepuk-nepuk pipinya pelan. Nuke mengedarkan pandanganya, mencoba mengumpulkan kesadaranya kembali. Setelah benar-benar sudah kembali ke dunia nyata, dia mencari dengan matanya sosok cowok yang baru saja mebuatnya pingsan dalam keadaan bahagia. Namun sepertinya yang dicari tidak ada di sini.

Dia memijit pelipisnya, kepalanya masih sedikit terasa pusing. Dia mengubah posisi tidurnya menjadi duduk.

"Nih."

Nuke menatap segelas teh hangat yang baru saja disodorkan di depan wajahnya. Sedikit ragu, Nuke mengambil teh itu dari tangan cowok yang baru saja datang.

"Gimana? Masih pusing?" Kenzie menatap Nuke cemas.

Nuke mengangguk setelah meminum teh buatan Kenzie.

"Enak?"

"Kemanisan."

"Iya lah, yang buat aja udah manis."

Nuke mengeluarkan gesture keki. Kenzie terkekeh, dia melihat jam di tanganya lalu menatap Nuke. Dia akan menunggu cewek ini sampai benar-benar pulih, sebelum dia mengantarkanya pulang.

Kenzie membuka tirai yang membatasi kabin Nuke dengan kabin di sebelahnya "Lo istirahat aja dulu, nanti kalau udah baikan, gue anterin lo pulang," ucapnya sambil duduk di kabin sebelah Nuke.

Hening. Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing. Nuke berharap Kenzie menjelaskan ucapanya sebelum dia pingsan tadi. Sementara Kenzie berharap Nuke menanyakan ucapanya tadi, suapaya Kenzie bisa membuka kata untuk mengungkapkan perasaanya. Tapi mereka lebih memilih terdiam. Makin lama terdiam, mereka malah berfikir kalau masing-masing dari mereka tidak perduli dengan ucapan Kenzie tadi.

💌

Nuke melepas helm dari kepalanya. Badanya terasa lemas, entah kenapa juga merasa Kesal, patutlah, dia tidak mendapat yang dia mau. Apa dia harus menayakan maksud ucapan Kenzie sekarang? Tapi entah apa yang dirasakan Kenzie, dia juga terlihat murung saat ini "Kapan-kapan aja deh," batinnya.

"Makasih ya Zie," Nuke mengembalikan helm Kenzie, cowok di depanya hanya tersenyum simpul tanpa mau berkata apapun. Apa lagi ini? Apa Kenzie marah pada Nuke? Tapi atas dasar apa.

"Lo nggak mau mampir Zie?"

"Nggak," jawab Kenzie cepat.

Kenapa lama-lama suasana jadi menyebalkan. Nuke memaksa senyumnya walaupun sebenarnya dia merasa kesal.

cuma bilang "Gue pulang dulu," Kenzie langsung berlalu dari rumah Nuke begitu saja.

Di jalan, tak habis-habisnya Kenzie merutuki dirinya sendiri. Dia kesal, seharusnya tadi jadi kesempatan untuk mengungkapkan perasaanya pada Nuke. Entah dia terlalu pengecut atau memang belum saatnya Kenzie mengatakan itu, tapi dia benar-benar merasa ragu. Dia melajukan motornya semakin cepat, melesat, menembus terik matahari sore ini.

Sementara Nuke, dia melempar tasnya asal ke atas tempat tidur. Ucapan Kenzie masih menjadi pikiranya, Nuke sangat kesal, dia merasa Kenzie sudah mempermainkanya. Dia membaringkan tubuhnya, apa setelah kejadian ini, dia masih bisa dekat dengan Kenzie besok?

Nuke memejamkan matanya, mencoba tetap berfikir positif. Baru sebentar, Nuke membuka kembali matanya saat hpnya berdering nyaring. Dia merogoh tasnya, mencari benda pipih tersebut. Setelah mendapatkanya, dahi Nuke berkerut. Nomer tidak dikenal. Ingin Nuke acuhkan, tapi dia ingat, tidak semua nomer tidak dikenal itu tidak penting. Jadi Nuke memilih mengangkat telfonya.

"Hallo?"

"Hai Ke Gue Sahala maaf ya pas lo pingsan tadi gue nggak ada sebenarnya gue mau nemenin lo tapi nggak boleh sama cowok yang tadi jadi dari pada kita berantem gue milih pergi aja maaf banget ya Ke."

Nuke menjatuhkan dagunya. Sahala berbicara tanpa jeda "Dia lagi!" ucap Nuke pelan, tapi geram.