Sarah mendekati ayahnya yang sedang duduk dengan menundukkan wajahnya, perlahan Sarah memeluk lengan sang ayah, dan bergelayut manja pada sang ayah.
"Jadi, ayah akan segera menjadi kakek?"
"Hugh, abang mu sungguh terlalu kenapa tidak dinikahi dulu baru bikin cucu."
"Dasar bodoh, harusnya dia berpikir dulu sebelum bertindak, ini akan merugikan Mayang, awas saja kalau dia mau kabur dari tangung jawab."
"Apapun yang terjadi dia harus tetap bertangung jawab dan menerima Mayang apa adanya."
Ayahnya terus saja melontarkan kalimat antara kesal dan bahagia, kesal karena Firman telah melanggar hukum agama yang sangat berat, namun disisi lain sang ayah sangat bahagia ketika tahu bahwa dirinya akan menjadi seorang kakek.
Begitu juga dengan Riana, sebagai seorang ibu dia sangat bahagia ketika gadis yang ia selamatkan adalah calon menantunya di tambah gadis itu sedang hamil cucunya, dalam hati Riana bersyukur karena Mayang memiliki fisik yang kuat sehingga cucunya dapat terselamatkan.
Dalam suasana hening tiba-tiba perawat datang menghampiri mereka, dan memberitahu bahwa Mayang telah sadar setelah beberapa jam tak sadarkan diri akibat kecelakaan bersama Firman.
Mereka bergegas menuju ke ruang rawat Mayang, dan melihat Mayang yang sedang di cek oleh seorang dokter kandungan, yang sengaja di datangkan oleh Riana untuk mengecek kondisi Mayang.
"Mayang." Sarah duduk disamping brankar Mayang dan memeluk calon kakak iparnya ini dengan erat.
"Syukurlah kamu dan calon keponakanku tidak apa-apa, aku sangat khawatir." Ucap Sarah dengan mengengam satu tangan Mayang.
"Bagaimana keadaan Firman, dimana dia Sar, aku ingin bertemu dengan Firman." Rajuk Mayang sambil menguncangkan tangan yang di pegang oleh Sarah.
"Kamu tenang dulu ya May, bang Firman masih di ICU karena kondisinya belum stabil, kita berdoa untuk abang ya, semua pasti akan baik-baik saja." Ujar Sarah menenangkan Mayang.
"Tapi aku ingin melihat Firman, aku ingin bertemu dengannya." Mayang terus saja merajuk akhirnya ayahnya mendekati Mayang dan mencoba ikut menenangkan Mayang.
"Firman akan baik-baik saja, kamu boleh menemuinya setelah kondisimu lebih baik dari sekarang dan Firman sudah keluar dari masa kritisnya." Ucap sang Ayah.
Mayang menatap bingung pada orang yang mengajaknya berbicara.
"Mayang, kenalkan dia Ayahku dan Ayah bang Firman dan dia dokter Riana." Sarah memperkenalkan ayahnya pada Mayang, dan Mayang mengerutkan dahi.
"Ayahnya Firman, tapi Firman bilang..."
"Firman telah salah paham selama ini, dan ayah membiarkannya, maafkan ayah ya, tapi ayah akan menceritakan semuanya nanti jika Firman sudah sadar." Ucap sang Ayah dengan lembut.
"Om.."
"Panggil Ayah, jangan om, malu sama calon cucu ayah kalau sampai dia dengar kakeknya dipanggil om."
"A...ayah, ayah tahu aku... kami minta maaf ayah tapi semua ini terjadi bukan karena Firman memaksaku tapi karena sebuah keadaan, aku tak mampu menghindarinya, tolong ayah jangan marah pada Firman." Ucap Mayang seolah tahu bahwa calon ayah mertuanya ini akan menghukum Firman karena telah menghamilinya.
"Kamu jangan khawatirkan itu, Ayah berterimakasih karena kamu bisa menjaga calon cucu ayah dan ayah tahu goncangan saat kecelakaan itu sangat besar."
"Itu karena Firman menyelamatkan kami, saat kecelakaan itu Firman melepaskan sabuk pengamannya dan memelukku erat, sehingga tubuhku tidak terlalu mendapat goncangan, tapi tubuh Firman terkena benturan dari dashboard mobil yang ringsek, kemudian aku tidak mengingat apapun lagi setelah itu."
"Baiklah, ayah mengerti sekarang kamu istirahat dan tolong berikan nomor telpon orang tua mu, agar ayah bisa mengabari mereka." Ucap Alvin dengan tersenyum.
Mayang menyebutkan rentetan nomor dan alvin langsung menyimpannya nomor tersebut di ponselnya, kemudian ia ijin keluar untuk menghubungi orang tua Mayang.
--------------
Rangga yang sedang berada di luar ruang ICU segera masuk ke ruang ganti, dengan segera ia menggunakan pakaian steril yang diperuntukkan bagi para pengunjung ruang ICU, jantungnya berdetak dengan kencang, ketika perawat memberi tahunya bahwa Firman telah sadar.
Ia memang tidak ikut menjenguk Mayang karena harus ada yang menunggu Firman di depan ICU, dan benar saja sekarang Firman telah sadar.
Perlahan dia mendekati ranjang yang di tempati sahabatnya, walau selama ini ia terkenal playboy dan badboy tetapi ketika melihat sahabatnya tak berdaya di ranjang rumah sakit, mampu membuatnya meneteskan air mata, bahkan kini tanpa malu ia memegang tangan lemah Firman dia gengam erat dan menangis sesengukan karena saking bahagianya, sahabatnya telah sadar dan bisa menatapnya.
"Firman, syukurlah kamu telah sadar." Ucap Rangga sambil memegang tangan sahabatnya.
"Mayang, Mayang gimana, ngga?" Kata Firman tak perduli dengan rasa sakitnya.
"Kamu tenanglah, Mayang dan anak kalian baik-baik saja, sekarang Sarah sedang menemaninya."
"Aku ingin bertemu Mayang." Ucap firman lemah.
"Nanti kalau keadaanmu sudah membaik kamu bisa menemuinya."
"Kamu tidak bohongkan? Mayang benar-benar selamat, dia baik-baik saja."
"Kapan aku pernah bohong padamu, sejahat-jahatnya diriku aku tidak pernah berbohong padamukan?"
Firman tersenyum, kemudian mengangguk lemah. Tak berapa lama, dokter Riana datang setelah diberi tahu perawat bahwa Firman telah sadar. Rangga menyingkir untuk memberi ruang pada dokter Riana.
Dengan sangat teliti dokter Riana memeriksa keadaan Firman dengan detail.
"Apa yang kamu rasakan?" dokter Riana memukul-mukul bagian kaki Firman.
"Saya tidak merasakan apa-apa dok?" Jawab Firman dengan gelisah.
Kemudian dokter riana kembali melakukan beberapa pemeriksaan pada bagian tubuh Firman, hingga ia terduduk dikursi di samping ranjang Firman.
"Ada apa dok? bagaimana dengan kondisi saya?" Tanya Firman dengan kecemasan yang luar biasa.
"Syaraf di kaki kamu belum berfungsi, ini baru tahap awal pemeriksaan, saya akan melakukan pemeriksaan lanjutan setelah kamu keluar dari ICU." Setelah mengatakan itu, dokter Riana langsung keluar dari ruangan Firman dan segera berlari ke ruang kerjanya.
"Ya Allah, benarkah putraku akan lumpuh? bagaimana aku bisa melihatnya menderita ya Allah, kenapa bukan aku saja yang merasakan semua ini, kenapa harus putraku ya Allah." dokter Riana menelungkupkan kepalanya di atas meja kerjanya, dengan disertai isakan tangisnya, punggungnya bergetar karena tangisannya.
"Apa yang terjadi dengan Firman, sehingga kau bersedih seperti ini sayang?" Ucap Alvin yang tiba-tiba saja muncul disampingnya.
Alvin mengusap pelan kepala yang tertutup hijab maroon dihadapannya, Alvin berjongkok di samping istrinya, kemudian memutar kursi kerja sang istri perlahan, hingga kini wajah mereka saling berhadapan, Alvin memeluk tubuh ringkih istrinya yang masih bergetar karena menangis.
"Firman akan lumpuh, walau tidak permanen ini akan membutuhkan waktu yang lama untuk ia bisa berjalan lagi." Kata Riana didalam pelukan suaminya.
Alvin memejamkan matanya ketika mendengar ucapan dari istrinya, bagai dihantam palu dadanya kini terasa sesak.
"Astaghfirullahaladzim." Alvin meramalkan kalimat itu berkali-kali untuk menenangkan hatinya yang bergejolak sedih.
"Semoga Firman kuat menghadapi cobaan ini." Kata Alvin kemudian, dan memeluk lebih erat tubuh istrinya.
"