"Apa?! Mayang pergi? tak ada di kamarnya?" Histeris Firman.
"Ayah dan Om Harun sedang mencari Mayang, bahkan Ayah sudah mengerahkan anak buahnya untuk mencari Mayang." Ujar Sarah
"kenapa jadi seperti ini?" Hati Firman bergemuruh ingin rasanya dia berlari dan mencari Mayang kemanapun itu.
"Tenanglah bang, Mayang pasti akan baik-baik saja."
"Semoga yang kau katakan benar, Sar." Ucap Firman pelan, nafasnya sesak memikirkan keberadaan Mayang.
"Apa mungkin Mayang diculik?" Gumam Rangga namun masih mampu untuk di dengar orang-orang di sekelilingnya.
"Jangan ngaco kamu." Ujar Sarah yang bertambah gusar karena omongan dari Rangga.
"Siapa yang mau menculik anak tante? memangnya Mayang punya musuh?" Laras mondar-mandir di kamar rawat Firman.
"Apa semalam tante tidak menemani Mayang di kamarnya?" Tanya Rangga pada Laras.
"Semalam tante pulang ke rumah, dan hanya Bapaknya yang menemani Mayang, tapi katanya semalam Bapaknya Mayang pergi sebentar ke taman rumah sakit untuk mencari udara segar, tapi ketika sampai dikamar, Mayang sudah tidak ada."
"Rangga hubungi orang-orangmu kita untuk mencari Mayang." Perintah Firman.
"Tanpa kau perintah, sudah aku lakukan." jawab Rangga kemudian menarik nafas panjang.
"Sarah kekantor, abang sama tante Laras ya, sebentar lagi ibu pasti datang setelah selesai kunjungan pasien, abang tenang saja, Mayang pasti ketemu."
"Baiklah, kamu hati-hati, maaf abang jadi merepotkanmu."
"Tidak merepotkan, Rangga ayo, mulai hari ini kamu harus bantu aku dikantor."
"Oke, aku pergi dulu, Fir. kalau ada kabar aku akan segera menghubungi kamu."
"Oke, trimakasih."
"Tante kami pamit dulu ya, titip bang Firman." Sarah berpamitan dengan Laras dan mencium tangannya bergantian dengan Rangga.
Ditempat lain, di sebuah rumah mewah di pinggir Kota yang sepi, Mayang mengerjapkan matanya, samar-samar dia melihat seseorang duduk di atas sofa dengan menyilangkan kakinya.
Paras cantik walau sudah tak lagi muda, duduk dengan anggun di atas sofa, satu tangannya mengengam gelas kecil berisi minuman yang tinggal setengah. Satu tangannya bertumpu pada pegangan sofa, matanya yang tajam menatap ke arah jendela besar di kamar itu.
Mayang sangat mengenali wanita itu, wanita yang selama ini dipanggil Mami oleh Firman. Rosa menoleh ke arah diamana Mayang ditidurkan, senyum sinis keluar begitu saja dari sudut bibirnya. Perlahan dia mendekat ke arah Mayang, dan melihat kedua mata mayang yang sudah mulai terbuka.
"Apa kabar sayang?"
"Mami? kenapa Mayang ada di sini? Dimana Bapak?" Mayang mengerutkan dahi, matanya menatap ke arah Rosa dengan tatapan bingung.
"Kamu tenang saja sayang, Mami tak akan menyakitimu."
"Kenapa mami bicara begitu?"
"Karena Mami adalah calon mertuamu."
"Lalu kenapa aku tak dirumah sakit?"
"karena mami yang membawamu kemari."
"maksud mami?"
"Kamu akan bertemu dengan Firman dan keluargamu, jika Firman sudah menyerahkan perusahaan yang dia pegang padaku."
"Dan mengatas namakan semua hartanya atas namaku." lanjutnya.
Mayang mengelengkan kepalanya pelan semakin dia banyak bertanya semakin dia tak mengerti dengan yang di katakan Rosa. Satu hal yang dia sadari bahwa kini ia sedang di CULIK. Ya, dia dijadikan sandra. Mayang terdiam dia tak ingin banyak tanya. Dia menundukan wajahnya, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
'Aku harus kuat, dan tak boleh kelihatan lemah' Mayang membatin.
'Dia tak boleh tahu kalau aku sedang hamil, itu akan menguntungkan dia' Lagi, Mayang hanya bisa membatin.
"Jangan berusaha untuk lari dari sini, karena itu akan sia-sia, dan memperburuk kondisimu, apa lagi kamu sedang hamil anak Firman." Ucap Rosa.
'Sial!!!! rupanya dia tahu aku sedang hamil, apa yang harus aku lakukan sekarang?' Mayang berpikir keras.
Rosa melangkah keluar dari ruangan dan menyuruh anak buahnya menjaga di depan pintu ruangan yang digunakan untuk mengurung Mayang.
Mayang menatap ke segala penjuru ruangan, ruangan yang tidak terlalu luas, namun ia bersyukur terdapat satu kamar mandi di dalam ruangan itu, dan Rosa memperlakukannya dengan cukup baik, dengan tidak mengikat dia dan tidak melakukan kekerasan padanya.
Sekali lagi Mayang menatap ruangan di sekelilingnya, ada beberapa kamera pengawas yang terpasang di bagian atas sudut ruangan, Mayang turun dari ranjang kakinya melangkah ke arah balkon, menyusuri setiap jengkal jendela yang terhubung langsung ke balkon, mencari celah untuk keluar dari tempat itu.
Mayang mendesah berat, pintu balkon terkunci rapat, sejauh matanya memandang keluar yang ada di hadapannya hanya pucuk pepohonan yang lebat, bahkan Mayang tak dapat melihat adakah jalan atau tidak diantara pepohonan itu, apa dia di dalam hutan? lalu untuk apa orang membangun bangunan sebesar ini di tengah hutan? Pikiran Mayang berkecamuk, apa yang harus ia lakukan sekarang? apa kah dia harus diam dan hanya menunggu seseorang menyelamatkan dirinya, atau dia harus kabur dari tempat ini? tapi dia takut terjadi sesuatu pada janin yang sedang ia kandung.
Mayang duduk dilantai dengan memeluk kedua lututnya, kepalanya ia tundukkan dalam-dalam.
"Firman." Mayang berulang kali menyebut nama itu,
PRAAANNKKKK!!!!
Firman hendak mengambil air minum yang disodorkan oleh Laras, namun entah mengapa saat ia memegang gelas itu justru jatuh dan pecah berkeping-keping.
Bukan kepalang kagetnya dua orang itu, Laras lalu mengingat Mayang, mungkinkah Mayang sedang memikirkannya? atau dia sedang terluka? laras hendak membereskan pecahan gelas di lantai namun Firman dengan cepat mencegahnya, Firman menekan tombol untuk memanggil perawat, dengan cepat perawat datang ke kamar yang ditempati Firman dan membereskan pecahan gelas yang berserakan.
"Semoga tidak terjadi sesuatu pada Mayang."
"Mayang adalah perempuan yang kuat nak Firman." Ucap Laras, tidak ingin melihat Firman tambah down dengan kejadian ini.
Ditengah ketegangan yang baru saja mereka rasakan pintu ruangan terbuka dari arah luar, munculah sosok keibuan dengan berbalut jas putih disana, melangkah pelan mendekati dua orang yang kini sedang menatapnya.
"Ibu, apa sudah ada kabar dari ayah?" Tanya Firman pada sang Ibu yang baru saja datang di tengah mereka.
"Ayahmu meyakini bahwa ini semua adalah perbuatan Rosa, Mamimu, jika memang benar tebakan ayahmu, maka kita tinggal menunggu saja kabar dari mamimu, apa yang dia inginkan, ayah sudah memasang alat penyadap di semua ponsel yang dapat digunakan Rosa untuk menghubungimu, dengan begitu kita melacak keberadaan Rosa dan Mayang."
Firman menarik nafas berat, tatapannya terarah pada ibunya, seolah dia sedang mencari sesuatu dimata ibunya.
"Bu, kemana mami akan pergi saat mamibertengkar dengan ibu?"
"Maksud mu?"
"Mami mungkin kesana."
Riana tampak berfikir, mungkin ada benarnya juga apa yang dikatakan Firman, bahkan dulu Rosa sering kabur ketika sedang bertengkar dengan salah satu anggota keluarga.
DRRTTTT DRRRTTT
Terdengar getaran diatas nakas yang berasal dari ponsel Firman, dengan cepat Firman mengambil ponsel itu, Firman tersenyum melihat siapa yang yang menelponnya.