Firman duduk di kursi roda menghadap hamparan pohon teh yang hijau, semburat merah diatas mega membuat pucuk daun terlihat lebih mengkilap dan membuat warna hiaju bertambah cantik dengan hiasan semburat kuning dari pancaran matahari.
Entah sudah berapa lama ia merenungi perjalanan hidupnya, beberapa bula ini ia harus menahan rindu dan kesedihan, kala mengetahui wanita dan juga istrinya meninggalkannya bersama keluarga besarnya yang tak tahu kini dimana rimbanya.
Sedih, terluka, serta rindu menyeruak dan bercampaur jadi satu, hatinya sendu yang melunturkan senyum siapapun yang melihatnya.
Tuan Alvin yang berdiri di belakang putranya tampak trenyuh melihat anak laki-lakinya yang selalu murung, Tidak hanya ia tapi ibunya serta adiknya pun selalu sedih melihat anak dan kakak yang selalu diam dan hanya menatap dunia luar dari balik jendela.
Semenjak peristiwa penculikan Mayang waktu itu, keluarganya Mayang diam-diam membawa Mayang pergi dari rumah Alvin dan hingga kini tak tahu dimana mereka berada.
Semenjak itu pula Firman lebih banyak diam dan terkesan dingin terhadap siapapun tak terkecuali terhadap keluarganya. Hatinya tak lagi ceria seperti dulu ketika ada Mayang disisinya, hatinya redup dan selalu gelap tanpa cahaya.
"Firman." Sapa Rangga yang sudah berdiri disampingnya.
Firman menoleh tanpa suara dan tanpa sedikitpun senyuman yang menghiasi wajah tampannya.
Rangga mendesah nafas berat, kemudian memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, mengikuti arah pandang Firman yang menatap hamparan teh diluar sana.
"Sudah lima tahun Firman, sampai kapan kau akan begini?" Ucap Rangga tanpa menatap sahabat sekaligus kakak iparnya itu.
Ya, Dua tahun yang lalu Rangga menikahi Sarah adik Firman dan telah mendapat satu orang anak laki-laki berusia satu tahun.
"Kamu tidak bisa seperti ini terus, kamu harus bangkit, apa kau tidak ingin mencari Mayang dengan kakimu sendiri? Apa kau tidak ingin melihat bagaimana wajah anakmu? Bagaimana tampannya dia atau bagaimana cantiknya dia? apakah wajahnya seperti dirimu ataukah seperti Mayang." Ucap Rangga kemudian menatap pada sang sahabat untuk melihat ekspresinya.
Namun Firman tetap saja diam tak bereaksi sedikitpun atas ucapan Rangga.
"Apa Mayang masih mengingatku? apa Mayang merindukanku? Apa dia membesarkan anak kami dengan baik?"
Rangga mengernyitkan dahi kemudian kembali menatap senja diluar sana.
"Kau takkan pernah menemukan jawabannya kecuali kau bertemu langsung dan menanyakannya langsung pada Mayang." Selesai mengucapkan itu Rangga langsung masuk ke dalam rumah, meninggalkan Firman yang masih duduk diatas kursi di balkon rumah orang tuannya.
Namun sebelum pergi Rangga memberikan sepucuk kertas pada Firman.
Perlahan Firman membuka kertas yang tadi diberikan oleh Rangga padanya.
Ternyata itu adalah sebuah print out dari gambar CCTV sebuah jalan namun yang menjadi perhatian Firman adalah seseorang yang sedang berjalan dengan mengandeng seorang anak kecil yang lucu.
Firman tahu betul itu siapa, wajah cantik itu begitu lekat dalam ingatannya. Perlahan Firman membelai wajah dalam gambar itu, rasa rindu yang selama ini ia tahan tumpah dengan lelehan air mata yang menetes dan membasahi kertas itu, Firman mendekap kertas bergambar wanita dan anak kecil yang ia sayangi dengan erat, seolah kertas itu adalah perwujudan dari seseorang yang ia rindukan selama ini.
Sarah bergelayut di lengan suaminya sambil menangis melihat sang kakak di balik jendela rumah besar orang tuanya, bahkan tak cuma Sarah, Riana pun dengan erat memeluk suaminya menumpahkan tangisnya melihat anak laki-laki mereka yang begitu putus asa karena kehilangan Mayang dan anaknya.
Alvin dan Riana tak pernah menyalahkan langkah Harun membawa Mayang pergi dari kehidupan mereka, itu sebuah bentuk perlindungan seorang ayah terhadap putri semata wayangnya.
Firman menghapus air matanya, dan menjalankan kursi roda elektrinya untuk masuk kedalam rumah. Semua orang langsung menghapus airmatanya dan mengatur ekspresi mereka agar nampak biasa saja. Dan berpura-pura sedang sibuk dengan aktifitas mereka.
"Rangga, mana laporan penjualan produk kita? kenapa kau belum memberikannya padaku." Ucap Firman pada Rangga yang berpura-pura sedang minum kopi disamping Sarah, padahal air kopi didalam gelas itu sudah habis tak bersisa.
"Oh, ya sebentar aku lupa memberikannya padamu." Jawab Rangga agak gugup, dan langsung meletakkan cangkir yang kosong itu ke atas meja, dan berjalan cepat menuju mobilnya untuk mengambil laporan yang ia bawa dari kantor.
"Kapan jadwalku terpi, Bu?" Tanya Firman pada ibunya yang seketika membuat ibunya gugup, karena sejak lama Firman selalu menolak jika diajak untuk terapi.
"Em, besok__besok kamu bisa terapi." Ucap Riana gugup, namun hatinya lega mendengar anaknya mau menjalankan terapinya.
"Baiklah," Hanya kata itu yang terucap dari bibir Firman.
Kemudian tak beberapa lama Rangga datang membawa setumpuk berkas di tangannya, lalu menyerahkan pada Firman.
"Selidiki dimana dia berada, kita berangkat kesana setelah mengetahui alamatnya." Ucap Firman pada Rangga setelah menerima setumpuk berkas yang ia taruh di pangkuannya. Lalu pergi begitu saja dari hadapan mereka yang menatapnya tak percaya.
"Rangga, apa maksud Firman? menyelidiki apa?"
Rangga mendekat ke Alviin sang ayah mertua kemudian menyerahkan ponselnya yang berisi gambar CCTV, sama dengan yang ia berikan pada Firman. Seketika Alvin melotot dan menajamkan apa yang ia lihat.
"Mayang." Ucap Alvin dan Riana lalu mendekat ke arah suaminya dan ikut mengamati gambar di ponsel Rangga.
"Jadi dimana mereka?" Tanya Riana pada Rangga.
"Di pulau L, sepertinya tempat kakek nya Mayang." Ucap Rangga.
"Tapi bahkan kita dulu pernah kesana tapi tak menemukan mereka." Ucap Alvin menatap Rangga.
"Om Harun mantan tentara, kalau hanya soal menyembunyikan diri, bukan sesuatu yang sulit untuk beliau kan, ayah?" Ucap Rangga membalas tatapan sang ayah, dan dijawab anggukan oleh Alvin.
"Suruh anak buahmu untuk mencari detail alamat mereka, kita bahkan punya kantor cabang disana, untuk sementara Firman bisa berkantor disana."
"Lalu bagaimana dengan terapi abang?" Tanya Sarah.
"Aku akan memecat ibumu dari dokter spesialis di rumah sakit ayah, agar bisa ikut Firman kesana, sekaligus menjaganya."
"Tega sekali kau memecatku."
"Baiklah, akan kuberi kau cuti yang tak terbatas waktu, bagaimana?"
"Itu lebih baik."
Sebenarnya mau bekerja di rumah sakit itu atau tidak tak berpengaruh sama sekali karena Riana akan tetap menjadi nyonya pemilik rumah sakit itu.
"Baiklah ayah, aku akan menyuruh anak buahku untuk menyelidiki dimana Mayang berada, agar kita segera menemukan Mayang dan berkumpul lagi seperti dahulu."
"Ya, ayah juga sudah rindu dengan kebersamaan kita, dan ayah juga ingin sekali melihat bagaimana cucu ayah." Ucap Alvin sambil menerawang.
Rangga segera ke balkon dan menelpon anak buahnya untuk mencari lokasi alamat rumah Mayang dan mencari tahu bagaimana kondisi Mayang disana.
"Semoga ini menjadi awal kebahagiaan untuk kamu, Firman." Gumam Rangga.