Mayang menegakkan punggungnya, bersandar pada dinding yang terasa dingin menusuk kulitnya, otaknya berpikir dengan keras, bagaimana dia bisa keluar dari kamar ini, bagaimana dia bisa menyelamatkan dirinya, dan terbebas dari tempat ini.
Mayang kemudian bangkit dari duduknya, melihat dengan seksama sekali lagi seluruh ruangan itu, kemudian ia mulai meraba dinding dan jendela, sudut bibirnya terangkat ketika melihat celah yang bisa digunakan untuk keluar. CCTV, bagaimana dia bisa merusak CCTV di sudut kamar itu. Mayang berjalan mondar-mandir sambil memikirkan sesuatu, Dia harus menunggu sampai tengah malam, ketika para penjaga sudah mulai lelah. Dan itu benar-benar dilakukan oleh Mayang, memakan makanan apapun yang disediakan untuknya, karena dia pasti akan membutuhkan banyak tenaga untuk melarikan diri.
Dengan keberanianiannya ia mulai menjalankan rencananya, mematikan lampu kamar kemudian mulai menaiki teralis jendela, matanya melihat jendela kaca yang cukup besar, dia sangat yakin tubuhnya bisa melewati jendela itu dengan mudah, namun dia harus menghancurkan kaca itu terlebih dahulu, kembali Mayang berpikir keras, lalu turun perlahan dari teralis , mengambil selimut tebal dan juga seprai yang ia lilitkan di tubuhnya. Mengandalkan sorot lampu dari luar, perlahan dia memanjat teralis jendela besi hingga naik ke atas dan mulai memukul kaca jendela dengan tangannya yang ia bungkus dengan badcover, Mayang sangat yakin ruangan itu kedap suara jadi para penjaga di luar tak akan mendengar keributan dari dalam kamar yang ia tempati.
Tak butuh waktu lama mayang bisa menghancurkan kaca jendela dan perlahan dia turun menggunakan seprei yang ia lilit di jenela, untung saja jendela itu sangat luas hingga mencapai tepi balkon jadi Mayang bisa turun melalui pinggir balkon kamar tanpa diketahui penjaga di dalam rumah itu.
Namun sayang ketika hendak kabur dan keluar dari pintu gerbang salah satu penjaga melihatnya, namun Mayang berlari meninggalkan tempat itu walau tanpa menggunakan alas kaki, Mayang terus berlari menyusuri gelap malam, dia hanya berdoa menemukan seseorang yang bisa membantunya menyelamatkan diri, atau paling tidak dia menemukan tempat untuk berlindung dari kejaran anak buah Rosa.
Di tempat lain, Firman sedang berunding untuk menyelamatkan Mayang sekaligus membekuk Rosa, Alvin dan Harun duduk di hadapan Firman dan Rangga.
"Mami meminta pengalihan nama pemilik dari seluruh aset yang tertera atas namaku, Yah."
"Lalu, apa yang harus kita lakukan, kamu tak mungkin memberikan semua aset milikmu Firman." Jawab Harun dengan perasaan yang sudah tak menentu, jika mengingat Mayang.
"Ikuti saja apa maunya Rosa, yang penting Mayang selamat, kita bisa mengambilm lagi perusahaan dan seluruh aset kita dengan cara yang lain, Firman." Ucap Alvin
"Bagaimana, Fir?" Tanya Rangga.
"Baiklah, aku akan menandatangani surat-surat itu."
"Ayah sudah menghubungi polisi, agar bisa bekerja sama dengan kita, kalian tenang saja, para polisi itu akan bersembunyi di beberapa lokasi yang tak jauh dari Villa, bagaimanapun Rosa telah melakukan tindakan penculikan dan pemerasan, itu sudah kriminal walau dia saudara mamamu sekalipun."
"Iya, Yah."
"Sekarang kita istirahat saja, ini sudah sangat larut, kita membutuhkan energi untuk esok, Harun apa kau mau pulang? atau menginap disini?"
"Aku disini saja, lagi pula istriku menginap di rumah sakit juga bersama istrimu."
"Aku juga akan menginap disini, Yah." Ucap Rangga.
"Baiklah, aku akan pulang bersama sopir, ada berkas yang harus aku siapkan untuk besok."
"Ayah hati-hati dijalan."
"Pasti, kamu harus berjanji Firman, jika Mayang sudah kembali pada kita, jangan pernah kamu meninggalkannya, kamu mengerti?"
"Baik Ayah, Firman janji akan bersama Mayang, dan tak kan meninggalkannya kecuali dia yang meninggalkan aku, karena keadaanku."
"Ayah yakin Mayang tidak akan meninggalkanmu, Ya kan Harun?"
"Ya, Mayang sangat mencintaimu, Fir, Bapak bisa merasakannya."
"Iya, Pak."
"Ya sudah, saya pamit dulu, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Malam semakin larut, udara juga semakin bertambah dingin, apa lagi itu daerha pegunungan, tentu udaranya akan bertambah dingin berkali lipat dibandingkian daerah perkotaan. Mobil yang di kendarai oleh Alvin terus melaju menembus pekatnya malam, jalanan berlubang dan gelap sudah mencari makanan sehari-hari untuk Alvin dan sopirnya, jarak dari rumahnya dan rumah sakit memang lumayan jauh, karena Alvin memilih tinggal di antara kebun teh yang asri dan menyejukkan.
Alvin bersandar dikursi samping pengemudi, sebentar dia memejamkan matanya yang sudah mengantuk dan memang sedikit pusing, namun tiba-tiba saja dia tersentak kaget saat badannya terhuyung kedepan akibat sang sopir melakukan pengereman mendadak. Untung saja dia memakai sabuk pengaman dengan benar sehingga kepalanya tidak sampai membentur dashboard mobil.
"Ada apa. kenapa kamu berhenti mendadak?" Tanya Alvin garang pada sopirnya. Namun sopirnya hanya diam dan melihat ke salah satu titik. Dan perlahan dia menatap alvin dan menunjuk dengan jari apa yang sedang dia lihat.
"Itu, Pak" Ucap sang sopir dengan nada sedikit gemetar karena takut.
Alvin menatap kemana arah jari telunjuk sopirnya terarah, dan dia sangat kaget ketika melihat perempuan berdiri dengan luka dan pakaian yang sobek di beberapa bagian tubuhnya.
"Mayang . . ." Alvin bergumam sambil menajamkan penglihatannya, benarkah yang dilihat itu Mayang? Namunkemudian ia melihat segerombol orang berlari ke arah Mayang, segera saja Alvin berlari hendak menyelamatkan Mayang, namun sebelum dia berhasil menarik Mayang, suara tembakan terdengar mengema di telinganya.
Alvin terkepung, tapi perlahan dia mendekat ke arah Mayang.
"A . . .Yah . . ." Mayang bergetar menyebut sang Ayah, betapa lega dia bisa bertemu dengan calon mertuanya ini, walau dalam situasi yang mencekam, karena mereka telah terkepung oleh anak buah Rosa.
"Mayang, tetap diam dan jangan bergerak." Kata Alvin dengan suara pelan karena takut terdengar oleh anak buah Rosa, Mayang mengangguk pelan karena dia juga sudah kehabisan tenaga untuk sekedar bergerak.
"Pak tua sebaiknya kau pergi saja, jangan mencampuri urusan kami, jika kau masih ingin hidup." Ancam salah satu anak buah Rosa, Alvin masih terdiam tak mengucapkan sepatah katapun.
Namun diam-diam sang sopir Alvin mengambil senapan yang tersimpan dimobil majikannya, dan mengambil satu pistol kecil yang tersimpan di dashboard mobil milik Alvin.
Sang sopir menghitung berapa banyak orang yang mengepung Alvin dan Mayang, tapi dia melihat taidak semua anak buah Rosa memegang senjata, jadi cukup dia melumpuhkan orang-orang yang bersenjata, selebihnya ia yakin Alvin mampu menangani sendiri.
Perlahan sopir Alvin turun daro mobil dengan membawa senapan dan pistol, dan:
DOR
DOR
DOR
DOR
DOR
Sang sopir tanpa ampun menembak orang yang mengepung mereka kemudian melempar pistol pada Alvin yang sudah berhasil mendekap Mayang sambil menunduk,
Anak buah Rosa tak mengira akan mendapat perlawanan dari arah yang tak disangka, mereka tak sempat mengarahkan pistol pada sang sopir, karena pistol mereka telah terlempar terlebih dahulu, Sang Sopir memang sudah sangat lama ikut dengan Alvin jadi sudah terbiasa ikut latihan menembak dengan sang boss.
Detik berikutnya Alvin berhasil membawa Mayang berlindung, didekat mobil, dan mulai ikut menembaki para anak buah Rosa. dan perlahan Mayang menyusup naik ke dalam mobil, di ikuti Alvin.
Alvin menyalakan mesin mobil dan berjalan ke lokasi sang sopir yang sedang berlindung di belakang pohon besaar pinggir jalan, sembari membuka kunci pintu mobil agar sang sopir lekas bisa masuk ke dalam mobil. Rencana Alvin berhasil dengan mulus, walau tembakan bertubi-tubi ke arah mereka namun Alvin tetap melajukan mobilnya menjauh dari lokasi.
Alvin melihat sang sopir yang duduk di belakangnya dengan perasaan khawatir.
"kamu tidak apa-apa?" Tanya Alvin pada sopirnya, bagimanapun karena keberanian sopirnya lah mereka bisa selamat dari situasi mencekam itu.
"Tidak apa-apa pak bos."
"Hubungi Arfan, suruh lakukan pengerebekan ke Villa saat ini juga sebelum mereka semua kabur."
"Baik Pak Bos."
Sang sopir kepercayaan Alvin langsung menelpon Arfan kepala bodyguard bosnya, kemudian menelpon ke kepolisian agar bergerak ke lokasi."
"Kali ini aku tak akan mengampunimu Rosa." Ucap Alvin pelan sambil menatap ke arah Mayang yang duduk di sebelahnya sambil memejamkan mata. Hati Alvin teriris melihat calon menantunya dalam kondisi yang memprihatinkan.
"Mayang bertahanlah, kita akan segera sampai rumah, ayah akan mengobatimu."
"Pak bos, kenapa kita tidak kembali ke rumah sakit? kondisi non Mayang sangat memprihatinkan, aku takut terjadi sesuatu padanya."
"Jarak rumah sakit dari sini lebih jauh dari pada jarak kita ke rumah, lebih baik Mayang aku bawa ke rumah, dirumah juga ada obat-obatan."
"Baiklah pak boss, saya sudah menghubungi arfan, dan komandan polisi yang menangani kasus ini sesuai instruksi bapak."
"Bagus, trimakasih, Trimo." Ucap Alvin pada sopirnya yang bernama Trimo.