"Aku hanya mengkhawatirkan dirimu. Aku mendengar bahwa pengantin wanita akan sangat lelah dan sibuk saat hari pernikahan," pungkas Bening.
Citra tidak mau kalah, "Segala urusan pernikahan sudah diatur oleh wedding organizer, dan ibu Miko juga akan mengurus sisanya. Pengantin wanita hanya perlu mengenakan gaun pengantin yang indah dan duduk manis."
Bening tidak bisa membantah lagi. Dia melihat wajah Citra dari samping, menghela napas sejenak, dan berkata dengan lembut, "Citra, kamu masih sangat muda, dan kamu memutuskan untuk menikahi Miko yang tidak mencintaimu. Apa kamu yakin tidak akan menyesalinya?"
Citra sedang melihat-lihat jam tangan pria. Setelah mendengar perkataan sahabatnya itu, dia tertawa, "Aku tidak akan menyesalinya. Tenang saja."
"Kalau begitu kamu masih akan menikah dengannya?" tanya Bening berusaha meyakinkan Citra. Citra tersenyum dan memandangnya, "Siapa yang bisa menjamin bahwa kamu tidak akan menyesal setelah menikahi seorang pria? Jika itu pria lain, apa kamu bisa menjamin aku tidak akan menyesal menikahinya?" Bening terkejut. Dia berdiri terpaku di satu sisi dan mengamati Citra yang sedang memilih beberapa jam tangan.
Keduanya menghabiskan sore dengan berbelanja. Setelah makan malam di luar, Citra menelepon Satya untuk menjemputnya. Karena hari sudah mulai gelap, Bening naik taksi dan pergi lebih dulu. Citra sedang menunggu di mal. Ketika seorang pria tampan mendekatinya, Citra merasa sedikit gugup. Satya sedang berjalan ke arahnya dengan wajah datar. Usai mengambil barang-barang yang dibeli Citra, dia berbalik dan berjalan menuju area parkir. Dia langsung meletakkan barang-barang itu di bagasi mobil, dan kemudian membukakan pintu untuk Citra.
Citra memandangi rahangnya yang membentuk garis tegas dan tajam, lalu bertanya, "Apakah kamu sedang tidak mood?" Satya tidak mengatakan sepatah kata pun. Bibirnya terkatup rapat. Citra memilih untuk tidak bertanya lagi. Dia mengerucutkan bibirnya, membungkuk dan masuk ke dalam mobil. Kemudian, Satya menutup pintu dan berjalan ke kursi pengemudi.
Ketika mereka tiba di apartemen Citra. Satya ingin membantunya mengangkat barang-barang yang dia beli, dan membawanya ke kamarnya. Namun, Citra buru-buru menghentikannya, "Tidak, sebagian dari barang-barang ini akan dibawa ke rumah baru. Kamu tidak perlu mengeluarkannya dari mobil." Satya menatapnya sambil menutup bagasi, "Baiklah. Kalau begitu, saya pulang dulu." Sebelum Satya pergi, Citra bertanya, "Suasana hatimu sedang buruk karena tunanganmu?" Satya menatap Citra intens, tapi dia masih diam.
Citra menghela napas. Dia tahu bahwa Satya tidak akan mengeluarkan kata apa pun dari mulutnya. Lagipula, dia tidak pernah mengungkapkan kehidupan pribadinya padanya selama ini. Dia mengambil tasnya, mengangkat bahu, dan berkata, "Jika kamu benar-benar bertengkar dengannya, maka kamu tidak harus datang dan menjemputku besok. Habiskan lebih banyak waktu untuknya. Jangan biarkan orang lain merebutnya lagi. Kamu bisa pulang sekarang, selamat tinggal!"
Setelah mengatakan itu, Citra berbalik dan berjalan ke gedung apartemen dengan tas di bahunya. Dalam cahaya redup, dan hembusan angin musim hujan, Satya masih berdiri di tempatnya dengan tenang. Dia memperhatikan sosok wanita mungil yang perlahan menghilang, dan setelah beberapa saat, dia juga beranjak pergi. Ketika Citra sudah berada di lift, dia ingat bahwa dia masih memiliki sesuatu untuk diberikan pada Satya.
_____
Citra akan meletakkan barang-barang yang dia beli kemarin di rumah baru hari ini, tetapi hujan terus turun hingga pukul empat sore. Dia ingin menghubungi Satya untuk datang, dan memintanya untuk membantunya. Citra pun mengeluarkan ponselnya dan bersiap untuk melakukan panggilan pada Satya, tapi dia membatalkannya
Dia ingat bahwa setelah hari ini, Satya tidak akan menjadi pengawalnya lagi. Terlebih lagi, Satya mungkin bertengkar dengan tunangannya dalam dua hari terakhir, jadi lebih baik Citra tidak mengganggunya. Akhirnya, dia keluar dari apartemennya membawa kunci mobil.
Langit sangat gelap saat ini, dan Citra sebenarnya tidak ingin keluar bila bukan karena harus memindahkan barang-barang ke rumah barunya. Besok adalah pernikahannya, jadi besok adalah malam pengantinnya dengan Miko. Ketika Citra memikirkan apa yang akan terjadi besok malam, telapak tangannya berkeringat dan jantungnya berdegup kencang.
Saat memasuki area perumahan yang pernah dikunjunginya dengan Miko, Citra melihat dari kejauhan ada sebuah mobil Lamborghini abu-abu milik Miko datang dari persimpangan. Dia bergegas menghampiri mobil itu, dan mengemudi dengan sangat cepat. Meskipun dia menyalakan wiper di mobilnya, Citra masih bisa melihat nomor plat mobil itu.
Hujan gerimis kini menjadi deras, dan langit tampak semakin gelap. Mobil Miko berhenti di depan rumah baru yang akan mereka tempati. Tentu saja, Citra juga melihat sesosok wanita dengan tubuh kurus berdiri di antara hujan.
Begitu mobil Miko berhenti, Miko langsung turun dari mobilnya. Citra bisa melihat dengan jelas betapa cemasnya pria itu. Citra memandang mereka dari kejauhan, memperlambat mobil tanpa sadar, dan akhirnya berhenti.
Ketika Miko turun dari mobil, dia langsung meraih pergelangan tangan wanita yang basah kuyup karena hujan itu. Dia memaksanya masuk ke dalam mobil. Wajahnya yang tampan dan lembut tampak sangat marah dan cemas, "Yulia, apa kamu gila? Mengapa kamu di sini dan membiarkan dirimu kehujanan?"
Suara keras Miko membuat Citra bisa mendengar setiap kata dengan jelas. Yulia mendorong Miko dengan paksa, "Lepaskan, tinggalkan aku sendiri, Miko! Lepaskan!" Wanita itu menangis dalam jeritannya.
Yulia jelas telah berdiri di sana untuk waktu yang lama. Rambut dan pakaiannya basah kuyup. Dia tampak gemetar saat terkena angin dingin. Wanita itu berteriak, "Apakah aku gila atau kamu yang terlalu tega padaku? Miko, kamu akan menikahinya besok! Kamu memiliki begitu banyak properti, begitu banyak rumah atas namamu, mengapa kamu memutuskan untuk menggunakan rumah ini sebagai tempat tinggalmu bersama dengan Citra?"
Yulia merasa sangat hancur, tapi kekuatannya luar biasa, bahkan seorang pria dewasa seperti Miko sulit untuk menyeretnya ke dalam mobil. Miko tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia hanya ingin membawanya ke mobil.
Yulia masih bersikeras untuk tidak masuk ke dalam mobil Miko. Tidak disangka, seorang wanita yang terlihat begitu lembut dan lemah ternyata memiliki begitu banyak kekuatan, "Lepaskan aku, Miko. Jika kamu menikahinya, kamu harus menyimpan semua kenangan kita di masa lalu. Kenapa kamu justru menggunakan rumah ini untuk hidup dengannya?"
Miko akhirnya menyerah untuk memaksanya masuk ke dalam mobil. Dia memegang pundak Yulia dengan kedua tangan dan membujuk dengan sabar, "Cederamu belum sembuh. Kembalilah ke rumah sakit bersamaku, ya?" Yulia terus menggelengkan kepalanya, seluruh tubuhnya melemah seolah dia telah kehilangan kekuatannya, "Aku seharusnya tidak kembali ke kota ini. Aku seharusnya tidak kembali ke sini dan bertemu denganmu, Miko. Aku membencimu! Aku sangat membencimu!" Teriakan itu diikuti oleh tangis Yulia yang terdengar amat menyakitkan.
Langit sangat gelap, Citra tidak bisa lagi melihat wajah mereka dengan jelas. Tapi, dia bisa tahu bahwa ada rasa sakit dan ketidakberdayaan di wajah Miko. Pria itu akhirnya menuntun Yulia yang duduk di tanah dan berjalan menuju pintu rumah baru Miko dan Citra. Setelah pintu terbuka, Miko mempersilakan Yulia untuk masuk.
Apakah pemanas di dalam mobil Citra sedang rusak, atau memang hari ini sangat dingin, sehingga seluruh tubuh Citra terasa dingin? Citra mengamati mereka sampai mereka benar-benar menghilang dari pandangannya. Dia terdiam sambil memegang kemudinya. Perasaannya campur aduk saat ini, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.