Satya mengerutkan kening. Tentu saja dia tahu bahwa Laras telah dibawa oleh Felix ke rumahnya, tetapi dia tidak mengatakannya. Satya hanya berdeham, dan menutup pintu dengan punggung tangannya.
Laras memandangnya dengan gugup, "Apa yang ingin kamu lakukan?"
Pria tampan itu sedang di bawah pengaruh obat yang tadi dicampurkan oleh Felix di anggur yang diminumnya. Dia melangkah untuk mendekati Laras, tapi tetap menjaga jarak. Suaranya tidak sejelas sebelumnya, "Laras."
Laras menatapnya dengan gugup, "Satya. Ada apa?" Dia berusaha untuk mendinginkan suasana, tapi tiba-tiba Satya bertanya dengan suaranya yang terdengar seksi, "Maukah kamu menikah denganku?" Satya memandangnya dengan tatapan seolah-olah dia akan menerkamnya. Laras tidak berani melihat sepasang mata seperti itu. Dia memilih untuk menutup matanya, dan berkata, "Apa yang sedang kamu katakan? Bukankah kamu mendengarkanku saat itu?"
Satya menjawab, "Aku akan menandatangani perjanjian pernikahan kita." Kemudian, sebuah kalimat yang tidak terduga keluar dari bibir tipisnya. Dia menunduk untuk melihat ke arah Laras, dan berkata dengan suara rendah, "Lalu malam ini, kamu mau menyerahkan dirimu padaku?" Laras memandangnya dengan tidak percaya, "A-apa maksudmu? Menyerahkan diriku?"
Satya berkata dengan ringan, "Nona Citra akan menikah besok, dan aku akan bebas mulai malam ini. Aku akan memiliki lebih banyak waktu denganmu mulai sekarang." Setelah beberapa detik, dia terus berkata dengan nada yang sama, "Aku akan menebus apa yang telah kamu rasakan selama aku tidak ada di sisimu. Aku akan mengisi posisi Arya di hatimu."
Arya memang pandai menaklukan hati wanita dengan pesona dan kekayaannya. Belum lagi, dia adalah seorang tuan muda yang memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata. Wajar bagi Laras untuk tergoda oleh lelaki itu. Tetapi setelah kejadian di bar saat Arya mencium Bening, Laras merasa bahwa dia telah dihina oleh pria itu. Penghinaan semacam itu akan selalu membekas dalam ingatannya.
Kini pikiran Laras beralih pada Satya lagi.
Pada saat Laras baru saja masuk ke universitas, Satya yang mengantarnya ke sekolah untuk membawa barang bawaannya. Saat itu, Satya sangat perhatian. Laras merasa sangat bangga dan tidak merahasiakan bahwa Satya adalah tunangannya sejak kecil. Terlebih lagi, dia sangat tampan, sehingga setelah empat tahun telah berlalu, teman-teman Laras masih ingat bahwa dia memiliki tunangan.
Ketika Arya pertama kali muncul dalam hidup Laras, beberapa orang menyebarkan berita tentang dirinya. Kebanyakan dari mereka juga mengutip fakta bahwa Satya yang merupakan pengawal Citra ternyata adalah tunangan Laras.
Selama ini, Arya hanya mengejar wanita dengan latar belakang keluarga kaya. Ketika Laras mulai jatuh cinta pada Arya, beberapa teman dekatnya mulai berkata, "Hei, Laras. Arya adalah pewaris di Keluarga Tambunan. Dia kaya dan berkuasa. Sedangkan, tunanganmu memang cukup tampan, tapi tidak peduli betapa tampannya dia, dia hanyalah seorang pengawal."
Temannya yang lain juga menambahkan, "Itu benar, bukankah kamu seharusnya cepat-cepat mencampakkan tunanganmu yang hanya pengawal itu? Dan jika kamu bersama dengan Arya, bahkan jika kamu putus nantinya, kamu masih bisa mendapatkan ketenaran dalam hidupmu. Kamu akan jadi terkenal!"
Semua orang berpikir bahwa Laras akan menerima Arya. Mereka menganggap Laras sebagai wanita yang tidak menyukai orang miskin dan mencintai orang kaya hingga rela untuk meninggalkan kekasih masa kecilnya yang telah bersama dengannya selama lebih dari sepuluh tahun. Tapi sebenarnya, Laras sama sekali tidak peduli tentang ini, bahkan jika dia benar-benar menyukai Arya, itu bukan karena dia kaya!
Namun, ketika pria di depannya mengatakan bahwa dia ingin menggantikan posisi Arya, Laras tiba-tiba menjadi emosional, "Apa maksudmu? Kamu meragukan aku juga? Kamu tidak percaya aku sebenarnya akan memilihmu dibanding Arya?" Satya mengerutkan kening tanpa sadar, efek obat masih ada di tubuhnya. Laras berusaha menahan tangisnya. Dia menutup matanya.
Satya berkata dengan tenang, "Kamu tidak perlu menyangkal perasaan cintamu padanya, Laras. Tapi, Nona Citra benar. Sulit untuk mengatakan apakah Arya juga mencintaimu atau tidak. Bahkan jika dia mencintaimu, bukan tidak mungkin baginya untuk pergi ketika dia bertemu dengan wanita lain yang setara dengannya." Nada suara Satya acuh tak acuh, seperti orang asing yang tidak memiliki hubungan apa pun dengan Laras. Dia tampak sedang merendahkan dan mengejek Laras.
Laras menggigit bibirnya dengan keras, tangannya mengepal, napasnya tidak beraturan. Lalu, dia berkata dengan tergesa-gesa, "Aku tidak ada hubungannya dengan dia lagi. Aku sudah memberitahumu kemarin bahwa aku ingin putus darimu bukan karena Arya, tapi karena aku pikir kamu tidak mencintaiku. Itu tidak ada hubungannya dengan dia!"
Laras menatap Satya. Mata pria itu dingin dan tajam, dan dia tersenyum ringan, lalu berkata, "Jika aku tidak salah ingat, kamu selalu berusaha menyembunyikan hubunganmu denganku dari Arya, 'kan?"
Laras memandang Satya dan mundur beberapa langkah, "Itu yang kamu ingat tentang aku?"
Satya tersenyum sekilas, "Bukankah memang begitu adanya? Apa aku salah?"
Laras menatapnya dan berbalik untuk pergi. Namun, sebelum dia bisa beranjak dari tempat itu lengannya digenggam oleh pria itu. Karena merasa panik, dia menusuk Satya dengan pisau yang tersembunyi di baliknya. Satya tidak siap, jadi dia tidak bisa menghindar dari pisau itu. Noda darah berceceran di tangannya.
Laras tampaknya tidak menyangka bahwa dia akan menusuk Satya, dan dia sangat ketakutan sehingga tangannya gemetar, "Maaf Satya, maaf, aku tidak bermaksud untuk menusukmu."
Laras sebenarnya dibawa dan diikat secara paksa oleh Felix, lalu dibawa ke rumah Satya. Karena dia takut akan terjadi hal buruk pada dirinya, jadi dia menyembunyikan pisau saku untuk pertahanan diri. Sayangnya, pisau itu justru dia gunakan untuk menusuk Satya karena begitu ketakutan.
Efek obat perangsang itu sebenarnya masih memengaruhi Satya, tapi luka yang disebabkan oleh pisau Laras membuat efek obat itu sedikit berkurang. Satya menatap wanita di depannya, dan akhirnya berkata dengan lemah, "Kamu pergi saja."
"Tapi…" tolak Laras. Wajah tampan Satya menjadi sangat dingin, "Entah kamu pergi sekarang, atau aku akan menyerangmu."
Laras mengulurkan tangannya, dan berkata, "Aku akan membawamu ke rumah sakit." Pria itu menutup matanya, "Jika kamu tidak pergi, aku bisa saja memerkosamu, Laras!" Suaranya sangat menakutkan, "Kamu harus tahu bahwa aku bisa melakukannya kapan pun."
Laras menatapnya dan mundur dua langkah perlahan. Satya mengangkat kepalanya dan mengulurkan tangannya padanya. Laras terkejut, tapi dia langsung berbalik dan pergi. Kini hanya Satya yang ada di ruangan itu.
Satya membungkuk perlahan, bernapas tak terkendali, dan keringat perlahan-lahan keluar dari dahinya. Setelah mengobati lukanya, dia menegakkan tubuh, berbalik, dan pergi ke kamar mandi. Dia mengisi bak mandi dengan air dingin, melepaskan pakaiannya dan merendam dirinya di sana.
Dia menutup matanya dalam keadaan sangat bergairah. Gambaran tentang tubuh Citra yang sedang tanpa busana menjadi semakin jelas di kepalanya karena Citra adalah satu-satunya wanita yang pernah dia lihat dalam seperti itu. Ingatan itu membuat Satya menjadi gila sekarang.
Satya berendam dalam air dingin di bak mandi selama sekitar satu jam, dan merasakan dorongan itu akhirnya perlahan hilang. Tak lama kemudian, dia samar-samar mendengar ponselnya bergetar di luar. Satya bangkit dari bak mandi, mengeringkan tubuhnya, dan mengenakan pakaiannya. Saat sudah berada di ruang tamu, dia membungkuk dan mengambil ponsel. Di layarnya tertulis nama Citra.