Ryuna melangkah mendekat, ia tak menyangka gadis dihadapannya berhati begitu rapuh. Ia merasa telah mengambil keputusan yang tepat karena memberikan takdir keduanya agar dapat saling mengisi ruang kosong pada diri mereka. Wanita itu begitu terkejut saat tubuhnya ditarik ke dalam pelukan gadis bersurai perak yang saat ini tengah bergetar hebat.
Evelyna bersedih, menangis, berduka bahkan merasakan sakit untuk sosok asing sepertinya, kehangatan melingkupi dada sang wanita yang kini ikut merengkuh tubuh gadis muda dihadapannya. Tak hanya itu tangan Ryuna yang bebas ia gunakan untuk mengusap rahang makhluk mengerikan yang ada dihadapannya.
Iris putihnya dipenuhi air mata namun senyum bahagia yang hangat terukir dikedua sudut bibir merah mudanya, " Kalian temukanlah rumah yang kalian dambakan, maafkan aku yang hanya bisa mengurangi sedikit takdir sialan yang mengutuk kalian. Setidaknya kini kalian memiliki satu sama lain." Paraunya ditengah isakan tertahan wanita Braun itu. Eve mengangguk kecil dalam pelukan hangat dan menyedihkan itu, samar-samar ia dapat melihat tubuh sang wanita mulai menghilang menjadi serbuk-serbuk berkilauan yang ditimpa mentari.
Eve mencengkeram erat gaun putih milik Ryuna, gadis itu menangis kian kencang meraung, bayangan ketakutan serta perasaan kehilangan orang-orang disekitarnya karena keberadaannya semakin bertambah. Bahkan demi keselamatannya dua orang telah mengorbankan hidup mereka untuk gadis sepertinya.
Wanita bersurai legam itu pun tak jauh berbeda, air matanya telah beranak sungai mengalir membasahi pipinya. Ia tak akan menyangka kemunculannya dengan membawa tugas terakhir menjelaskan awal dari segala peliknya rantai takdir mereka membawa duka serta luka. Ryuna mengangkat wajahnya mengukir senyum terakhirnya memandang wajah sembab gadis ayu dihadapannya yang seolah tak rela kehilangannya, astaga bagaimana bisa seorang Oracle memiliki hati selembut gadis ini. Ia tidak bisa meninggalkan mereka dalam keadaan seperti ini, kelak kehilangan yang menunggu didepan sana semakin banyak dan menyakitkan.
Jemari lentik wanita yang kini dikelilingi kilauan serbuk emas menandakan waktunya semakin menipis itu menangkup wajah gadis dihadapannya." Evelyna dengarkan aku," Ryuna mengusap butiran kristal dipipi porselenenya, gadis itu mengangguk pelan dengan bibir tipisnya yang ia gigit guna menahan tangisnya.
" Seberapa banyak kau kehilangan ke depannya, kau harus tetap menjalani hidupmu. Sesakit bahkan semenderita apa kau nantinya tetaplah hidup."
Ryuna tak dapat menahan buliran air mata yang kembali turun kedua irisnya membentuk bulan sabit, " Demi kami yang sudah kembali dan yang paling penting demi dirimu sendiri, kau mengerti? Berjanjilah untuk mengingat ini. Kau memiliki takdirmu dan kami yang telah pergi dibahumu." Ucap sang wanita yang kembali merengkuh gadis bersurai perak yang tubuhnya kembali bergetar. Namun ia masih menjawab perkataan sang wanita dengan anggukan kecil yang cepat membuat Ryuna tertawa kecil.
Kini ia telah melepaskan rengkuhannya pada Eve dan mengarah pada sosok mengerikan yang terdiam membeku tak berucap bahkan sekedar bergerak. Namun tangannya tak lepas untuk merangkul kedua wanita dihadapannya. Ryuna tersenyum bangga kala menyadari putra sahabatnya itu telah berubah drastis. Terkejut, Lucas terlonjak saat wanita itu mengulurkan tangannya dan menariknya ke dalam pelukannya. Tangan mungilnya menepuk punggung sang makhluk berkepala tengkorak itu yang bertubuh dua kali lipat lebih besar darinya, lalu mengusapnya pelan.
" Gavril, jangan membenci Lucifer dan Lilith. Mereka mencintaimu dan Erudian, karena itu mereka mempercayakan Asmodia dan Erudian padamu. Bukan karena kau membawa beban atas kesalahanmu dimasa lalu." Ryuna berbisik pelan terdengar sangat lembut ditelinga Lucas hingga pria itu dapat merasakan sesuatu yang aneh didalam dadanya. Tanpa ia sadari wujudnya telah berubah menjadi sosok sang Duke Castiello yang tampan rupawan. Ryuna tertawa mengusap surai kelam pria yang masih tampak seperti bocah dimatanya.
" Mereka percaya padamu karena kau adalah putra mereka sehingga mereka memilih untuk menerima panggilan itu. Kau akan bertemu dengan mereka kelak, lalu-" Ryuna melirik sembari tersenyum melihat kearah gadis yang masih sesenggukan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
" Kau mungkin tak menyadarinya jika benang merah telah diikatkan dengan gadis ini, namun bagaimana pun kau tak sendirian lagi. Eve pun begitu tak apa untuk bersandar padanya dan menemukan setiap kepingan lainnya bersamanya ya."
Kebingungan, pria itu tertunduk merasakan sesak didada dan perasaan yang menyebabkan matanya terasa panas. Terlebih lagi usapan lembut dipuncak kepalanya terasa nostalgia baginya, mengingatkannya pada seseorang menimbulkan perasaan...
Rindu?
Mereka terdiam hingga Ryuna melepaskan pelukan singkat dan menggenggam tangan keduanya, tersenyum sangat lebar dan menghangatkan sekaligus menyayat hati. " Mungkin terlalu cepat mengucapkan ini, tapi selamat atas pernikahan mereka."
" Aku dan Louis akan menantikan kehadiran Lucas dan Eve junior." Lanjutnya diakhiri dengan tawa kecil yang justru membuat Eve semakin bersimpuh hingga tak mampu menahan tubuhnya membuat Lucas terpaksa merangkul dan mengecup puncak kepalanya memberikan ketenangan. Ryuna merasa puas akan pemandangan yang meluruhkan sedikit khawatirnya, ia sedikit tak takut akan mimpi buruk dari penglihatannya dimasa depan.
Wanita itu berdiri, berbalik dan melangkah mendekat pada sosok wanita bersurai ular yang berdiri membelakanginya. Senyum masam kembali terpatri diparas ayunya, ia tak kuasa sebenarnya membiarkan mantan abdinya itu kembali tersiksa akan perihnya luka dan kehilangan. Namun hidup itu kejam dan tak adil, begitula roda yang menjalankan rantai takdir.
Wanita bersurai legam itu membalikan tubuh wanita lain menjadi berhadapan dengannya. Senyumnya semakin masam kala mengetahui abdinya itu tengah menatapnya diiringi buliran bening yang ternyata telah mengalir dipipi pucatnya. Ryuna menarik wanita bersurai ular itu ke dalam pelukannya, meskipun ia harus sedikit berjinjit karena perbedaan tinggi mereka yang cukup jauh.
" Maafkan aku Medusa, kau harus merasakan semua ini. Maafkan aku karena sudah menarikmu ke dalam ikatan kontrak sialan ini." Ujar Ryuna parau, tangannya menepuk lembut punggung wanita itu. Ia dapat merasakan abdinya itu menggeleng pelan dan berbisik pelan sangat pelan berkata tidak, membantah ucapannya yang membuat Ryuna terkekeh pelan kesekian kalinya.
Dasar wanita bergengsi tinggi, maki sang mantan Oracle itu didalam hati.
" Aku titipkan Eve padamu, jika dahulu aku adalah adik serta sahabatmu. Maka Eve pun begitu, ia adikku jadi ia pun adikmu." Tambah Ryuna yang kini menangkup wajah Medusa mengusap pipi dingin sang wanita ular.
Medusa terisak tak dapat menahan rasa sesak dan sakit karena kehilangan sosok yang sangat berharga untuknya. Ryuna kembali memeluk Medusa kini dengan senyum yang terukir diparas rupawannya, " Terima kasih, terima kasih banyak telah menjadi kakak dan sahabatku."
" Segera selesaikan hukumanmu ya? Aku akan menantimu disurga."
Tubuh ramping semampai wanita bersurai legam itu telah berubah menjadi kilauan emas yang kemudian membumbung tinggi menuju langit senja. Medusa bersimpuh memeluk tubuhnya sendiri berusaha merasakan sisa pelukan hangat sosok yang kini telah benar-benar pergi itu, bibirnya ia gigit sekuat mungkin. Medusa sedikit tersentak kala ia merasakan dirinya dilingkupi kehangatan, lalu ia baru menyadari bahwa gadis bersurai perak itu telah menangis memeluknya.
Iris obsidiannya kembali memanas karena merasakan perih, sehingga ia membalas rengkuhan tubuh yang jauh lebih mungil darinya. Keduanya saling berbagi kehangatan ditengah duka yang melingkupi batin mereka. Sementara sang Duke telah berdiri menatap langit senja yang indah dihadapannya, kilauan emas itu telah lenyap dan meninggalkan kilau mentari senja yang menerpa tubuh mereka. Manik rubynya tampak senada dengan langit senja itu menerawang jauh entah kemana, hanya saja ia merasa lega karena menemukan sesuatu yang ia sendiri tak ketahui apa itu.