BRUAK
Suara bedebam keras akibat seseorang yang baru saja melompat dari atas atap, lalu dilanjutkan dengan terjun indah dan di akhiri mendarat disetumpuk salju yang segera melayang akibat kegagalan dalam pendaratannya. Pria bersurai pirang berpakaian lusuh mengumpat di hadapan seorang gadis yang kini dalam keadaan siap menebasnya meskipun tubuhnya bergetar hebat karena udara yang semakin dingin.
Kedua iris berbeda warna itu saling beradu cukup lama hingga selang beberapa detik suara desisan peluru terdengar. Pria bersurai pirang itu mendecih bersiap untuk berdiri dan kembali berlari, namun pandangannya terjatuh pada sosok gadis yang berwajah bingung tampak gemetaran. Si pria pirang menghela nafas kasar sebelum akhirnya memutuskan membawa gadis bersurai perak itu bersamanya, atau lebih tepatnya dalam gendongan sang pria.
Setengah terpekik karena apa yang dilakukan pria pirang itu membuat si gadis hampir memaki pria lancang di hadapannya, " Aku tak bisa membiarkan gadis cantik mati karena hipotermia." Sergah si pirang sebelum Eve sempat berkomentar apapun.
Eve mau tak mau mengalungkan tangannya pada leher pria pirang tersebut hanya karena ia tak ingin terjatuh dan mendarat mencium tumpukan salju keras di bawah sana. Sebuah kejutan lain yang kembali mengejutkan jantung Eve lagi adalah sekelompok polisi yang mengejar mereka dengan pistol siap membidik kepala keduanya. Sungguh entah apa yang menyebabkan semua orang bahkan termasuk Tuhan dan para Dewa kerap memberikannya kejutan seperti ini, beruntunglah Dewi Fortuna bersamanya sehingga jantung sang Oracle tidak mudah lepas atau berhenti berdetak karena kejutan-kejutan itu.
" Pange-"
Satu hal yang membuat gadis itu semakin muak dan sebal dengan pria ini adalah perilakunya yang bahkan tak menunjukkan dirinya seorang bangsawan, lebih tepatnya anggota Kerajaan.
" Jangan memanggil namaku terlebih dahulu, gadis Lorraine." Ujarnya masih sambil berlari bahkan terengah beberapa kali akibat menghindar beberapa peluru yang siap melubangi bagian tubuhnya kapan saja.
" Setidaknya sampai kita tiba di markas, tetaplah tutup mulutmu itu sebelum aku yang menutupnya dengan bibir seksiku." Tambah si pirang yang kini menuruni bukit dan melompat kesana kemari kelewat lincah padahal pria itu tengah membawa seorang gadis.
" Lakukan saja dan tinggal pilih saja dicabik calon suamiku atau dengan pedangku." Balas si gadis bersurai perak pedas dan dingin. Tawa renyah terdengar dari sang pria karena tak menyangka gadis ini adalah sosok yang sama dengan yang ia goda dan temui dua bulan lalu. Tepatnya saat perayaan pertunangan si Tua Castiello.
Pria pirang itu tiba di ujung jurang, Eve sudah cukup panik karena pria-pria berseragam itu semakin dekat, ini adalah hal buruk dan ironis. Bagaimana tidak, calon istri Duke Castiello terlibat dalam pengejaran seorang kriminal?
Ryuna pasti akan bangkit dari kubur jika tahu penerusnya telah bergabung dengan komplotan para pencuri.
" Sudah siap?" tanya sang pria sembari tersenyum jenaka membuat Eve semakin takut karena perasaannya berkata senyum rupawan itu bukan pertanda hal baik. Dan benar saja pria pirang itu berhasil membuatnya mengucap makian yang telah ditahannya sedari tadi.
" Sialan kau, Devian!"
******
Berlari segesit kijang begitulah sekiranya penggambaran seorang wanita bersurai ular yang tengah meneliti setiap sudut Nottingham mencari sosok sang Nona muda. Tak ada peluh dipelipisnya memang, namun jika dirinya masih memiliki jantung mungkin jantungnya telah berdetak puluhan kali lebih cepat. Iris legamnya memicing memperhatikan setiap sisa jejak sang nona, ia bukanlah roh dengan keahlian melacak seperti rekan terdahulunya. Hanya saja jika ia benar-benar tak dapat menemukan sang nona, maka Duke akan menebas setiap kepala hanya untuk mencari sepucuk helai perak gadisnya itu.
Rasa nyeri di lehernya masih membekas, sudah cukup sangat lama sejak ia menjadi roh dan dapat merasakan rasa sakit kembali. Medusa benar akan dugaan bahwa sang Pemimpin Asmodia itu pasti akan murka kala menyadari permaisurinya hilang, dan baru kelewat lima menit ia mengucapkannya pria tampan nan mengerikan itu telah tiba menyusulnya padahal saat itu Medusa belum meninggalkan atap kereta kuda sang Nona. Namun Castiello telah menyadarinya terlebih dahulu dan ikut berdiri di sana.
Sorot mata merah saga yang mempesona menurut sang Nona adalah sorot yang paling menakutkan bagi sang wanita ular dan para Asmodia, bahkan elf sekalipun akan terkencing-kencing ketika berhadapan dengan sosok iblis penerus gelar Lucifer itu.
" Bagaimana bisa Tuanmu itu meninggalkanmu? Apa setidak becuskah itu kau hingga membiarkannya pergi?" suara bariton itu menggema menundukkan bahkan merobohkan atap kereta tempat mereka berpijak. Medusa bersimpuh menunduk dalam, jika dahulu bersama Ryuna ia dapat berlaku lebih bebas karena wanita ayu itu tak dapat mengendalikannya sepenuhnya. Namun kini berbeda, Evelyna mungkin masih seorang Oracle yang lugu tapi gadis bersurai perak itu berada dalam dekapan sosok mengerikan seperti penerus darah keturunan seorang Lucifer.
" Ma-mana mungkin sa-saya berani menelantarkan Tu-tuan saya, su-sungg-Akh" Medusa tercekat saat sebuah tangan berwarna hitam legam dengan kuku-kuku panjang tajam telah mencekik leher putihnya dan mengangkat tubuh wanita itu hingga tak lagi menginjak tanah.
" Dengar, jangan selalu mencari alasan aku sangat benci pada makhluk tak tahu diuntung seperti kalian para roh terdahulu. Hanya karena kalian pernah hidup dan menjadi legenda." Ujar Lucas dingin, irisnya kian memerah menyala bahkan suara bariton miliknya kian memberat karena menahan amarah.
" Aku tau gadis itu tidak seperti nenek Ryuna yang sangat kau sayangi itu, tapi sekarang kau hidup demi gadis lemah yang kau benci itu. Jangan kira aku tidak tahu bagaimana topeng palsumu itu dasar Ular." Lanjut Lucas sedikit mendesis saat mengucap kata 'ular'. Medusa menelan salivanya susah payah, ia tak mengetahui diamnya sang Castiello bukan karena ia tak memperdulikan tetapi justru demi menghormati gadis bersurai perak itu, sang Iblis Castiello lebih menahan diri.
Medusa menggigit bibirnya merasa bodoh tak dapat menjalankan pesan terakhir Ryuna dan sebaliknya ia semakin memupuk rasa ketidaksukaannya pada Nona mudanya. Apakah sang nona mengetahui semua fakta pahit ini? Apakah Eve sengaja bertingkah bodoh seolah tak mengetahui perilaku kasar dan ucapan pedasnya semata-mata karena Medusa membencinya dan menganggap penyebab kematian Ryuna adalah kesalahan sang Nona Muda.
" Uhukk-uhuk," Medusa terbatuk saat tiba-tiba cengkramannya terlepas menyebabkan dirinya jatuh di atas tumpukan putihnya salju, ia masih bersimpuh tak berani menatap sepasang iris saga di sana. Bagaimanapun topeng miliknya baru saja terbongkar dan bagi roh kegelapan legenda sepertinya tak memiliki wajah.
" Perbaiki hubunganmu dengan Eve, kau seharusnya menyadari waktu menuju kehancuran yang dilihat nenek Ryuna semakin dekat."
" Asal kau tau Eve adalah gadis berhati lembut yang akan selalu berdiri dan rela menyelamatkan siapapun tanpa memperdulikan siapa mereka. Mengabaikan gelar bangsawan dalam darahnya, dan itu berlaku untukmu yang sudah ia anggap sebagai kakak serta sahabatnya." Lanjut Sang Duke yang telah berbalik memunggungi wanita bersurai ular yang masih bersimpuh.
Setelah mengucapkan hal itu Lucas melangkah pergi meninggalkan wanita ular yang masih merutuki dirinya dalam masa malu. Tentu saja, bagi roh legenda yang berharga diri tinggi apa yang dilakukan pria itu sudah menghancurkan harga dirinya.
******
" Apa-apaan itu tadi, kasar sekali anda Lady Lorraine memaki seorang pangeran sepertiku."
Pria pirang itu berkacak pinggang, jangan lupakan tatapan tak terima iris sapphire pria tampan yang baru saja menyebut dirinya pangeran. Berbeda dengan sang pangeran gadis bersurai perak itu masih bersimpuh sembari memegangi dadanya yang terasa seakan hampir lepas. Lucas mungkin iblis berhati dingin, kejam dan tak berbelas kasihan, namun tunangannya itu memperlakukan wanita dengan terhormat meskipun itu hanya padanya.
" Anda gila, tak waras, apakah akal anda sudah putus?" tanya Evelyna tersengal-sengal karena nafasnya yang masih tak beraturan, sebuah hal yang cukup jarang terjadi karena gadis itu jarang menyumpahi orang lain. Namun kali ini kesabarannya sudah habis, bagaimana tidak pangeran bungsu Britania Raya itu baru saja meloncat dari tebing dan tiba-tiba saja mereka sudah tiba di sebuah perkampungan kecil.
Merasa aneh akhirnya Eve yang telah mendapatkan kembali akal sehatnya mengedarkan pandangan dan baru menyadari dirinya tengah disuguhi pemandangan pondok-pondok kecil yang dikelilingi canda tawa anak-anak serta hiruk pikuk khas desa. Padahal sebelumnya mereka berada di ujung tebing.
" Selamat datang di markas Robin Hood." Ujar Devian merentangkan tangannya membuat Eve menaikkan sebelah alisnya tak mengerti. Barulah gadis itu setengah terkejut, jadi kriminal yang diminta Ratu untuk dijatuhi hukuman, seorang pencuri licik sekaligus pahlawan dikenal sebagai Robin Hood adalah putranya sendiri, Pangeran Devian Asteria De Ingrid
" Sepertinya benar, si pak tua Castiello pasti telah menugaskanmu mencari tahu tentangku bukan?" tanya Devian yang mengulurkan tangannya dan membantu gadis berparas ayu itu berdiri. Sang pangeran sempat terpaku kala iris sapphire miliknya beradu dengan sepasang manik zamrud sang Lady.
" Wah, bagaimana anda mengetahuinya?" tanya Eve yang telah menarik tangannya dari genggaman sang Pangeran, merasa sedikit canggung karena tatapan yang diberikan pria pirang itu. Sehingga gadis itu memilih berjalan pelan mendahului Devian yang masih terpaku.
" Tentu saja, aku sangat memahami Ibuku itu dan lagi karena si tua Castiello tak memberikan tanggapan cepat seperti biasa artinya ia mengetahui siapa yang ada di balik Robin Hood." Jawab Devian yang telah menyamakan langkahnya berjalan beriringan si gadis masih sesekali mencuri pandangan pada sang Lady Lorraine.
Eve tak menanggapi apa-apa dan hanya terdiam, " Jadi, apa kau sedang bertengkar dengan Duke tersayangmu?"
Pertanyaan yang baru saja diajukan sang Pangeran sukses mencetak semburat merah dan rasa malu telah melingkupi si bungsu Lorraine. Dan membuat Devian terbahak keras karena tanggapan jujur gadis di hadapannya yang sangat mudah ditebak dari raut memerah si gadis.
" Oh, apa di kediaman Castiello sedang terjadi sesuatu?"
" Apa ini pertengkaran kalian yang pertama?"
Cukup, Eve benar-benar sebal dengan pangeran yang satu ini. Mempermainkan dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan memalukan seperti itu sehingga sang gadis bersurai perak itu menghentikkan langkahnya dan segera berbalik menatap tegas iris biru sang Pangeran.
" Senang sekali anda bermain-main dengan perasaan orang lain ya? Apakah semenyenangkan itu?" tanya Eve langsung tanpa basa basi, bahkan iris zamrudnya menatap tegas dan tampak tak gemetar yang membuat Devian semakin merasa penasaran pada gadis cantik bak Sang Aphrodite di hadapannya. Senyum miring terukir di paras tampan rupawan pria berdarah kerajaan itu, kini sang pria sedikit membungkuk dan berjalan mendekat ke arah si gadis yang masih terdiam. Mengikis jarak di antara keduanya perlahan, hingga alarm bahaya berbunyi dalam diri Eve.
" Sangat menyenangkan, kau akan menemukan banyak hal dari perasaan setiap manusia. Mereka seperti hadiah natal. Terkadang kau dapat memprediksinya dan terkadang...."
Eve menelan salivanya saat menyadari pria pirang itu kian mendekat, namun gadis itu membeku tak dapat bergerak seinci pun. Sehingga saat paras tampan sang Pangeran mendekat yang bisa dilakukan gadis itu hanya memejamkan matanya erat berharap siapapun menjauhkan si Pangeran mesum darinya.
" Sekali lagi kau mendekat akan kucabik-cabik wajah tampanmu itu, Tuan bajingan."
Suara seorang wanita diiringi bedebam keras berhasil membuat Evelyna kembali membuka matanya dan di sana sosok wanita bersurai ular dengan setelan khas seorang ksatria sudah berdiri di hadapannya menghalau perilaku lancang sang Pangeran yang kini telah terlentang akibat tendangan 'kecil' abdinya.
" Medusa!"