Deru angin badai terdengar berhembus kencang dan mulai menggetarkan kaca tiap pondok di perkampungan yang menjadi markas sosok Robin Hood, termasuk pondok yang kini tengah dihuni dua orang wanita. Keduanya tengah saling duduk bersimpuh dihadapan perapian meninggalkan kursi-kursi kosong dan lebih memilih menekuk lutut mereka di dekat perapian.
Suasananya hening selepas wanita bersurai ular itu berkisah. Mereka saling membungkam mulut dan memilih larut dalam hembusan kencang angin badai. Gadis bersurai perak itu mencengkram ujung mantel seragam abdinya, Medusa. Dadanya berdenyut merasakan sakit teramat besar setelah hampir selama setengah jam mendengar kisah pilu sosok yang dikenal sebagai roh kegelapan yang kejam dan kasar itu memiliki luka sedalam ini.
Dikutuk oleh seorang Dewi karena dianggap menodai kuilnya, padahal dirinya bahkan tak pernah mengharapkan diperlakukan sehina itu oleh pria yang bergelar Dewa. Kecantikannya membawa abdinya pada lubang petaka, setelah harga diri sebagai wanita dihancur leburkan ia harus menerima hukuman dan pengasingan karena ia beserta saudarinya dianggap sebagai monster. Hingga akhirnya dirinya memutuskan menjadi monster yang disebut-sebut setiap orang.
Tak hanya sampai di situ saja, Medusa bahkan harus merasakan sakitnya kematian akibat seorang pemuda membinasakan. Bukan dengan cara manusiawi meskipun ia bukan seorang manusia lagi, namun wanita itu pernah menjadi manusia. Detak jantungnya berdetak dan darah segar kental berwarna merah pekat akan selalu mengalir jika mata pisau menyayat tubuhnya.
Tetapi Gorgon bukanlah manusia, mereka sosok penuh kutukan yang dibenci dunia dan dianggap menodai kesucian dunia oleh para Dewa. Meskipun sejatinya mereka tak pernah menginginkan menjadi makhluk mengerikan yang abadi.
Merasakan kematian yang menyakitkan melalui mata pedang seorang pemuda menebas lehernya, hingga berakhir dengan kepala yang terpisah dari raga.
Tak diijinkan naik menuju surga atau bereinkarnasi, wanita ular itu hanya berada di antara hidup dan mati. Ketika ia lagi-lagi dipaksa untuk patuh pada kehendak para Dewa, Medusa terpaksa menjadi roh yang akan diikat dalam perjanjian terkutuk lain, menjadi pelayan makhluk yang paling ia benci manusia.
Namun seakan kembali dipermainkan untaian rantai takdir, wanita itu terikat untuk menjadi roh penjaga seorang gadis muda yang memiliki takdir menyedihkan dan memuakkan pula, seorang Oracle. Menjalankan setiap tanggung jawabnya itu adalah hal pertama yang akan ia lakukan hingga kontrak mereka berakhir, dan kemungkinan saat itu terjadi kala gadis yang dilayaninya itu tiba di penghujung waktunya.
Medusa tak menyangka dirinya akan menemukan sesuatu yang berharga dalam hidupnya ketika bertemu sosok Ryuna Braun. Menyepelakan ikatan semu mereka yang hanya berdasarkan perjanjian terkutuk dengan Dewa Thanatos. Dan lagi Ryuna saat ditanya mengapa justru memilih diri sang Gorgon yang merupakan roh kegelapan mengatakan alasan lugu dan konyol.
" Karena aku menyukai kegelapan dan Medusa itu keren," begitulah jawaban seorang gadis belia berusia 10 tahun, lugu sekaligus konyol hingga membuat Sang Dewa Kematian dan si wanita bersurai ular itu saling berpandangan tak mengerti.
Eve merasakan pilu direlung hatinya yang paling dalam, perasaan kehilangan sosok tercintanya. Perasaan dipermainkan rantai takdir yang menjerat sekujur diri bahkan termasuk jiwa, Eve sangat mengetahuinya. Dan yang lebih menakutkan adalah kehancuran yang dirasakan wanita di hadapannya itu tidak main-main, dilecehkan serta kehilangan makhota yang paling berharga milik wanita. Niat hati meminta pertolongan justru luka lain yang didapatnya, tak hanya satu bahkan rasa bersalah menghantuinya pasti akibat kesalahannya orang lain turut terseret arus yang sama dengannya.
Rasa takut menyergap hati Eve, jika Medusa kehilangan Ryuna yang sangat ia sayangi. Bagaimana jika ia kehilangan setiap orang yang ia sayangi juga?
Bayang-bayang wajah kedua kakak angkat beserta kedua orang tua angkatnya, lalu pria itu. Sosok itu, bagaimana jika suatu hari takdir ternyata menunjukkan bahwa mereka akan berpisah? Menyakitkan, menyesakkan segalanya terasa begitu membingungkan. Ini sebuah ketakutan terbesarnya ia tak ingin kehilangan pria itu, sosok iblis mengerikan yang terkutuk dan dibenci dunia.
Ia tak menginginkan perpisahan menyakitkan seperti yang dirasakan Medusa terjadi padanya dan sang Castiello.
Butiran kristal bening mengalir membasahi pipi porselen sang gadis bersurai perak, tangannya membekap erat mulutnya mencoba menahan apa yang ia turut rasakan membuat abdinya itu justru panik. Medusa tampak gugup saat mendongak dan menemukan sang Nona tengah menahan isakannya.
Iris telaga kehijauan gadis bersurai perak menatap manik obsidian milik Medusa, kedua tangannya menjulur dan mendekap erat wanita itu menangis keras. Wanita bersurai ular itu hanya terdiam tak mengerti, ini adalah kedua kalinya seseorang menangis keras untuknya. Evelyna De Lorraine melakukan itu untuknya, gadis manusia yang lemah tak berdaya itu memeluk erat seolah ia merasakan setiap luka yang mencabik-cabik makhluk terkutuk sepertinya.
" Kau sudah berjuang dengan keras Medusa, aku-aku sangat bangga denganmu." Ucap gadis bersurai perak itu sesenggukan dalam tangisnya, usapan lembut dari tangan mungilnya di punggung wanita bersurai ular itu membuat sesuatu dalam dada sang wanita berdenyut.
" Itu pasti sangat menyakitkan, menyesakkan, memuakkan. Kau kebingungan, marah bahkan tak tahu siapa yang harus kau benci. Aku tahu itu." Lanjut Eve masih dengan air mata yang berderaian. Medusa menggigit bibirnya, wanita itu tak mengetahui akan ada orang lain berucap mengenai bagaimana perasaannya. Ini sesuatu yang baru sekaligus aneh, lebih anehnya hatinya terasa seperti sebuah beban diangkat menyebabkan cairan bening hendak menerobos masuk dipelupuk matanya.
" Tidak apa-apa Medusa, semuanya akan baik-baik saja. Kau sangat mengagumkan, kau dicintai. Ryuna dan aku mencintaimu, kedua saudarimu pun begitu."
" Percayalah semua akan baik-baik saja."
Dan berhasil pertahanan gadis bersurai ular itu runtuh dalam sekejap kala mendengar kata demi kata ucapan sang Nona sembari mengeratkan pelukannya. Isakan kecil mulai terdengar, tangan sang abdi menjulur membalas pelukan hangat gadis yang jauh lebih mungil dibandingkannya.
" Aku tau itu menyakitkan, aku tau mereka kejam ya? Kau pasti hanya ingin segalanya berhenti, aku tau Medusa."
Wanita bersurai ular itu mengangguk dalam menutupi wajahnya yang sudah basah dengan air mata di bahu yang jauh lebih mungil darinya. Sosok legenda yang ditakuti itu menangis keras melepaskan segala luka yang diterimanya. Kisah yang ia simpan rapat beserta luka serta rasa sakit itu selama puluhan bahkan berabad-abad lamanya pasti sangat berat dan menyakitkan, Eve tak dapat membayangkan bagaimana bisa wanita sekuat itu bisa bertahan.
" Ryuna benar, Medusa itu keren." Kata Eve sembari menghapus butiran kristal bening di pipi pucat si wanita ular yang tersenyum tipis, mereka terkekeh pelan dan kembali saling mendekap. Medusa menangis dan menangis melepaskan segala bebannya pada tubuh mungil sang Nona muda.