Chereads / Home of Ardor / Chapter 39 - CHAPTER XXXIX : GARIS KETURUNAN

Chapter 39 - CHAPTER XXXIX : GARIS KETURUNAN

" Senang bertemu denganmu, Oracle muda." Sapanya ramah dengan cengiran yang menampakkan sederet gigi putihnya.

Gadis bersurai perak itu tersenyum menanggapi sapaan wanita berparas ayu itu, baru kemudian dirinya mengikuti sang abdi menebas beberapa kepala menyebabkan tubuh-tubuh hijau rakasasa ambruk bergelimpangan. Bilah pedangnya tak lagi semengkilat sebelumnya, ceeceran cairan kental merah anyir telah menodainya. Johanna mengulas senyum melihat gadis muda yang tampak menyuguhkan tarian berdarah, setititk cairan bening keluar dari sudut matanya.

"Ryu, pengorbananmu tidak sia-sia. Dia pasti akan menjadi Oracle yang jauh melebihimu." Gumam wanita bersurai putih itu, bayangan wajah sosok sahabatnya terbesit dibenaknya. Itu semua karena dirinya sangat mengetahui perbedaan yang begitu kentara di antara keduanya, jika Ryuna diberkahi bakat dalam kekuatan fisik serta kemampuan sihir dan mantra, maka Eve sebaliknya gadis itu memiliki fisik jauh lebih lemah, namun sebagai gantinya kemampuan sihir,mantra setara begitu pula penglihatannya, lalu apa ini sekarang seorang Oracle merupakan ahli pedang?

Benar-benar mengesankan, menyerahkan takdir Oracle berikutnya dan menghubungkannya dengan putra Lilith bukanlah pilihan yang buruk, bahkan bisa dibilang cukup tepat.

Tak berselang lama setiap makhluk bertubuh gempal hijau itu telah ditumpas habis, Johanna bergedik ngeri melihat kedua wanita yang mengerikan di hadapannya. Pasalnya Eve sendiri tersenyum puas bahkan tertawa bersama Medusa saat berjalan menyusulnya kembali, sepertinya wanita ular itu menikmati pertarungan berdarahmya dengan sang Nona.

" Apa tulang-tulangmu sudah setua itu Jo? Kau bahkan tidak pergi meninggalkan pelindung seincipun." Ledek Medusa yang telah melipat kedua tangannya menyeringai pada wanita berambut putih. Johanna tersenyum semakin lebar dan maju beberapa langkah.

Bugh...

" Uhhukk-" Medusa meringis kesakitan memegangi perutnya yang baru saja menerima sebuah bogem mentah dari wanita bersurai putih yang sudah melihatnya dengan tatapan remeh. Eve meringis melihat sosok sehebat Medusa tengah kesakitan akibat menerima bogem dari wanita ersurai putih panjang itu. Padahal wanita ular itu adalah sosok yang dikenal sebagai monster, lalu pukulan apa yang dapat membuat seorang monster meringis kesakitan.

" Astaga, sepertinya kau pun sudah semakin tua Medusa mengingat usia mu yang sudah berabad-abad lamanya." Balas Johanna tak kalah sarkas diselingi kekehan pelannya, Medusa mendecih dan segera berdiri. Tatapan mereka beradu saling menatap bengis hingga deheman terdengar dari seorang gadis bersurai perak yang telah menggenggam tangan mungil seorang gadis kecil bersurai coklat.

" Bisakah kalian lanjutkan itu nanti, aku tau kalian saling merindukan." suara Eve menginterupsi perdebatan kedua wanita bertubuh gitar spanyol di sana.

" Aku tidak merindukannya!" kilah keduanya bersamaan yang justru memecah tawa Eve dan anak-anak yang menyaksikan kedekatan keduanya. Mereka mungkin saling melempar cacian tapi ini mengingatkan Eve pada hubungan Lucas dan Dokter Jack. Mereka tampak saling membenci bahkan melempar tinju namun kedekatan mereka tak dapat dipungkiri justru menampakan seberapa dekat mereka dan justru terlihat manis karena seperti tingkah laku anak kecil, itulah yang diucapkan Agatha, istri pertama sang Dokter.

" Jadi, mereka ini siapa ya anu Nona? Nyonya?" tanya Eve pada Johanna yang telah berdiri di hadapannya sedikit ragu dengan panggilan apa yang diberikannya pada sang wanita bersurai putih.

" Panggil nenek Jo saja Nona." Ujar Medusa seenaknya sembari menahan tawanya. Johanna mendelik tajam dan sebuah pukulan kembali mendarat keras di punggung si wanita ular yang berteriak kesakitan. " Johanna saja, kau Evelyna bukan? Devian sudah bercerita tadi."

" Oh jadi yang dipanggil Nenek Jo itu..." Eve menutup mulutnya dan mengalihkan pandangannya agar tak bertatapan dengan wanita menakutkan di hadapannya, ia tak mau menerima bogem seperti Medusa.

" Dasar bocah itu," Gumam Johanna cukup keras, hingga deheman gadis kecil menghentikannya, gadis bersurai coklat dengan sepasang mata besar berwarna sapphire tampak lucu dan cantik bersamaan. Johanna menunduk dan mengusap surai si gadis kecil pelan.

" Ibu, jangan mengumpati Tuan Devian." Seru si gadis kecil tidak terima kala mendengar gumaman sang Ibu .

" Kenapa mengumpati menantu sendiri sih, Dasar." Tambah si gadis kecil ketus, Medusa tersedak ludahnya sendiri. Apa ia baru saja salah mendengar atau bagaimana, gadis kecil itu memanggil Pangeran tengil itu sebagai menantu. Astaga ia tak menyangka, tak hanya seorang pria berhidung belang ternyata pangeran Britania Raya itu adalah seorang pedofilia.

Tak kalah terkejut, Eve bahkan tanpa sadar membuka mulutnya. Devian adalah menantu Johanna, tunggu apa maksudnya. Pria pirang itu memiliki hubungan dengan putri Johanna.

" Arabelle, kau membuat mereka berdua terkejut setengah mati." Johanna menggeleng pelan, tangannya menutup mulut putri kecilnya itu.

" Wah, sejak kapan kau menjadi Ibu Jo? Ah, dengan siapa memang kau menikah? Tunggu jika begitu mereka semua adalah anak- Akh sakit, dasar wanita sialan!" Medusa kembali berseru kesakitan tidak terima karena lagi-lagi menerima kekerasan dari wanita bersurai putih itu.

" Kau pikir aku kucing?! Tentu saja mereka bukan anak-anakku, kecuali Arabelle dan Kaelyn." Tutur Johanna setengah kesal karena pemikiran gila wanita bersurai ular, ia pikir dirinya adalah kucing bisa melahirkan sepuluh anak sekaligus.

" Arabelle perkenalkan dirimu sayang," ujar Johanna lembut yang entah mengapa membuat Medusa menahan tawa karena merasa wanita itu tak cocok menjadi sosok lemah lembut seperti Eve.

Gadis kecil bernama Arabelle itu mengangguk pelan, " Perkenalkan nona, nama saya Arabella Frosthy putri dari Johanna Frostyh dan Lindel Braun."

" Apa kau menikah dengan Lindel! Bagaimana bisa? astaga begitu banyak kejutan." Seru Medusa yang hampir saja kehilangan sepasang matanya karena membukanya terlalu lebar. Johanna hanya berdeham sebentar sembari menutupi rona di pipinya. Sementara Eve yang merasa tidak asing dengan nama keluarga dari suami Johanna berpikir sejenak, hingga akhirnya si gadis bersurai perak itu juga ikut setengah terkejut.

" Braun, Ryuna Braun?!" Ulang Eve kembali dan mendapat anggukan dari Johanna pelan, " Lindel itu kakak dari Ryuna Braun, Nona." Jelas Medusa yang tampak sudah tak habis pikir dengan kejutan-kejutan takdir menggelikan ini.

" Baiklah, mari kita kesampingkan itu nanti. Jika begitu siapa anak-anak ini Johanna?" tanya Eve setelah cukup merasa tenang dari rasa terkejutnya. Johanna tersenyum melembut, wanita itu berlutut menyamakan tingginya dengan anak-anak yang hanya menatap balik wanita bersurai putih itu tak mengerti.

" Garis keturunan tiap keluarga pembesar di kaum Penyihir."

" Aku bertugas menyelamatkan siapapun yang bisa kubawa setidaknya sepasang dari setiap keluarga, sama sepertiku mereka menikah dan mereka adalah garis penerus kaum penyihir." Jelas Johanna, tatapannya menyendu tangannya menggenggam erat. Eve sendiri hanya terdiam tak ingin menanyakan lebih lanjut apa yang terjadi dengan orang tua mereka karena raut yang ditunjukkan si wanita bersurai putih itu.

Suasana cukup hening hingga tiba-tiba saja Eve berlutut sembari meremas mantelnya erat. Gadis itu berusaha menghirup pasokan oksigen lebih banyak, tangannya berpegangan pada bilah pedangnya yang telah menancap di atas tanah bersalju. Dadanya terasa seolah terbakar belum lagi tenaganya yang terus menerus menurun padahal Medusa bahkan tida terlalu menggunakan banyak kekuatannya.

" Evelyna!"

" Nona!"

Medusa dan Johanna segera bersimpuh kala melihat gadis bersurai perak itu ambruk tanpa sebab, padahal pertarungan pun telah usai. Johanna segera membaringkan tubuh Eve yang kini tengah bersandar pada Medusa. Dengan dibantu Arabelle wanita itu membuka mantel tebal yang membalut tubuh gadis itu, alangkah terkejutnya mereka saat menemukan sederet huruf-huruf kuno menyerupai mantra kutukan telah memenuhi sekujur tubuh gadis bersurai perak itu.

" Evelyna!" Suara bariton membuat ketiganya terkejut. Sosok pria tampan bersurai kelam tampak berlari tergesa menghampiri tubuh tunangannya yang sudah tergeletak tak sadarkan diri. Rautnya tampak panik, sang Castiello bahkan segera mengganti tempat Medusa dan segera mendekap tubuh mungil tunangannya, sepasang iris rubynya pun tampak berkaca-kaca.

" Putra Lucifer, apa yang terjadi?"