Chereads / Home of Ardor / Chapter 45 - CHAPTER XLV : YANG BERMURAH HATI

Chapter 45 - CHAPTER XLV : YANG BERMURAH HATI

Iris zamrud Evelyna seakan hendak meninggalkan tempatnya. Bibir tipisnya berulang kali terbuka dan terkatup. Gadis bersurai perak itu terkejut berulang kali, sekalipun rasa sakit masih mencabik tubuhnya bahkan Putri bungsu Johanna dan Johanna sendiri harus merapal mantra penangkal dan penyembuh untuk kesekian kalinya. Namun hal itu tak menghentikan Eve untuk tidak mengeluarkan ekspresi lucu di paras ayunya.

"Erden begitu mengagumkan," lirihnya terkagum-kagum karena melihat pertama kalinya kehebatan Kakak lelakinya itu. Mencetak seulas senyum menawan sosok lain yang tetap berdiri mendekapnya, memastikan gadisnya itu aman. Sang Duke tak menyangka jika melihat Erden bertarung akan mengukir kembali senyum tipis serta raut terkagum-kagum Tunangannya. Meskipun terkadang beberapa kali masih terselipkan ringisan serta rintihan dari bibir tipis pucat sang gadis bersurai perak.

"Benar, itu karena Marquess memiliki tiga darah sekaligus dalam tubuhnya," jelas Lucas menanggapi ucapan Eve.

Kapal kelompok rombongan Duke Castiello tiba-tiba saja menerima kunjungan dari tamu tak diundang dan berhasil menghambat perjalanan mereka. Salah satu penghuni Negeri Para Naga adalah beragam jenis monster termasuk makhluk bertentakel yang diselimuti lendir-lendir licin, Kraken.[1]

Makhluk sepanjang satu mil itu mengamuk dan menghancurkan badan kapal, beruntungnya berkat kemampuan Moran yang cekatan segera membentuk kembali bagian kapal yang rusak sembari tetap memegang kemudi.

"Seharusnya, dia tidak akan muncul di hadapan kita," seru wanita bersurai ular yang kali ini tak dapat melakukan apapun karena ia saja begitu kepayahan agar tak memuntahkan isi perutnya, karena kapal yang berguncang.

"Medusa, kau benar-benar tak berguna. Bukankah bagi salah satu Gorgon makhluk berlendir itu hanyalah seekor lalat," ledek Johana yang masih berusaha menahan tawanya agar tidak meledak.

Medusa mendengus sebal, tangannya bahkan tak mampu melempar tinju ke arah wajah si Penyihir Tua Johanna sehingga wanita ular itu hanya bisa mendengus dan tetap berpegangan erat pada sisi kapal.

"Bocah perak itu bisa melumpuhkannya dengan mudah, karena itu aku lebih memilih diam," seloroh Medusa akhirnya karena muak pada Johanna yang masih menatapnya dengan tatapan remeh dan suara terkikik bak ringkikan seekor kuda.

Pandangan manik legam Medusa kembali beralih pada sosok pria bersurai perak yang masih berdiri tenang di depan sana. Ia tidak mengada-ada kala mengucapkan bahwa Erden tak memerlukan bantuan siapapun, karena kekuatan pria itu tak jauh berbeda tingkatannya dengan si Pangeran tengil.

Erden masih tak bergeming dan hanya memandang monster bertentakel di hadapannya. Tentakel-tentakel berlendir sang Monster bahkan tak dapat menyentuh seujung helai rambut peraknya, karena berulang kali dipantulkan sebuah tudung putih yang menyelimuti tubuh sang Marquess.

Untuk sesaat hanya beberapa detik iri keemasan Erden tampak menyendu kala mendengar pekikan berdengung sang Monster. Bukannya menyerang pria itu justru berbalik dan berlutut pada sang Castiello yang bahkan tak memberikan reaksi apapun karena tingkah Kepala Keluarga Lorraine itu.

"Tuanku, ia berada dalam pengaruh sebuah sihir," tutur Erden tanpa melihat sepasang manik ruby yang masih menatap lurus ke arah makhluk bertentakel yang masih mengamuk menyerang mereka membabi buta.

"Haruskah saya membunuhnya? Atau melepaskannya?" tanya sang Marquess lagi.

Sepasang manik ruby itu menjatuhkan pandangannya kepada sosok pria bersurai pria. Lucas terdiam beberapa saat sebelum akhirnya berdecak gemas. Pandangan sang Duke beralih pada gadis di dekapannya yang menatapnya dengan tatapan tak mengerti, "Lepaskan saja, bukankah itu keinginanmu?"

Erden terdiam sesaat baru setelahnya pria itu mengangguk. Kedua pria itu saling beradu pandang beberapa detik hingga akhirnya sang Marquess memilih kembali menyelesaikan tugasnya.

"Apa yang akan dilakukan Erden?" kini gadis dalam dekapan Lucas lah yang ganti bertanya.

"Membebaskan Kraken dari pengaruh sihir dan melepaskannya," jelas sang Duke singkat masih dengan tetap memandang lurus dimana sosok sang Marquess yang telah berdiri tepat di hadapan salah satu Monster penghuni lautan itu.

Erden menjulurkan tangan kanannya, entah sejak kapan jari jemarimya telah mengenakan cincin-cincin yang terhubung dengan sebuah rantai perak. Iris keemasannya menatap dengan sorot penuh simpati kala gerincing rantai perak dari tangannya telah menancap menembus tubuh tak bertulang Kraken. Rantai-rantai perak Erden melilitnya bahkan dalam sekali hentakan tubuh sang Monster tak lagi dapat bergerak, hanya suara pekikan berdengungnya saja yang dapat dikeluarkannya.

Begitu memekakan telinga dan terasa memilukan bagi sang Marquess. Rantai-rantai perak itu memerah seolah dapat melelehkan tubuh basah sang Monster.

Erden melangkah mendekat dan menyentuh salah satu tentakel Kraken yang masih masih terjulur. Ia membiarkan benda kenyal berlendir itu mengenai permukaan kulitnya sehingga sensasi dingin serta basah dapat dirasakannya.

Tak berapa lama kemudian cahaya berwarna keemasan berpendar menyelimuti tubuh sang Monster.

"Erden memiliki darah bangsa Elf, jadi tak hanya dapat menggunakan sihir kegelapan. Dia pun memiliki sihir cahaya yang menjadi spesalis dari para Elf," tutur Lucas kala pendar cahaya yang terang menyilaukan mata muncul. Eve tak merespon apapun dan masih saja terkagum dengan kekuatan sang Kakak lelaki yang tampak begitu indah, sekaligus kuat.

"Jika Erden dan Para Lorraine dapat menggunakan sihir cahaya, lalu mengapa mereka tidak dapat mematahkan mantra dalam tubuhku?" tanya Eve saat sebuah pertanyaan melintas begitu saja di benaknya.

"Itu karena Lorraine hanya memiliki seperempat darah bangsa Elf. Selain itu sihir kutukan keluarga Braun itu termasuk dalam golongan sihir khusus, jadi tidak dapat dipatahkan atau dilepaskan jika bukan oleh para Braun sendiri," jelas Johanna, kali ini wanita itu justru yang menimpali pertanyaan gadis bersurai perak itu.

Eve lebih memilih diam tak menimpali penjelasan Johanna karena lagi-lagi terpukau akan kehebatan sang Kakak. Pria itu kini baru saja melepaskan setiap rantai yang semula melingkupi tubuh Kraken. Monster itu tak lagi mengamuk secara membabi buta, justru ia tampak kebingungan. Terlebih kala menemukan sosok mengerikan di atas kapal, tentakel-tentakel berlendirnya segera menjauh dari tubuh kapal.

Tentu saja, sosok keturunan seorang Lucifer tengah menatapnya dingin, tidak akan ada yang berani menatap sepasang manik ruby berkilauan itu. Bahkan termasuk para monster sekalipun.

Erden menepuk pelan beberapa kali tentakel berlendir itu sebelum kembali melangkah berbalik menuju tempat dimana sang Adik berada, seolah tengah mengucapkan 'sampai jumpa' pada sang Monster.

Pria bersurai perak dengan sorot wajah yang tak kalah dingin adalah sosok yang kerap membuat orang-orang salah paham karena tatapan tajamnya dan kebiasaannya yang irit dalam berbicara. Nyatanya sebuah buku tak hanya dapat dinilai berdasarkan sampulnya saja.

"Kau memang terlalu murah hati Marquess," ujar Lucas kala pria bersurai perak itu telah berdiri di sampingnya masih dengan sorot dingin di paras tampannya.

[1] Makhluk laut raksasa yang mengerikan, panjangnya bisa mencapai satu mil. Pertama kali disebutkan dalam Örvar-Oddr, kisah Islandia abad ke-13 yang melibatkan dua monster laut, Hafgufa (kabut laut) dan Lyngbakr (punggung heather).