Chereads / Home of Ardor / Chapter 32 - CHAPTER XXXII : PERTEMUAN TAK TERDUGA

Chapter 32 - CHAPTER XXXII : PERTEMUAN TAK TERDUGA

Hembusan nafas tampak kentara mengepul di udara berhawa dingin, beberapa kali tumpukan salju berjatuhan ke tanah membuat seorang gadis yang tengah berlutut mengusap kedua tangannya mencoba menyalurkan kehangatan pada wajah mungilnya yang terasa mati rasa itu semakin merasa ingin menangis. Surai peraknya berlambaian diterpa angin musim dingin yang kian menggetarkan hingga ke tulang belulangnya. Hidung mungil mancung si gadis memerah akibat terlalu lama tersesat di salah satu bagian kota yang sepertinya sepi dan justru mengarah menuju hutan Sherwood.

Bibir tipis pucatnya menekuk begitu pula dengan alis curamnya. Ia masih mengingat kebodohan kedua orang yang entah mengapa sudah hampir seminggu ini mengesalkan. Siapa lagi jika bukan pujaan hatinya, Sang Duke Castiello dan wanita bersurai ular yang sempat ia duga akan menjadi lebih dekat mengingat mereka berbagi tangis.

Beberapa saat yang lalu, tepatnya pada pagi hari sebelum penyelidikan tehadap satu sosok yang disebut sebagai pahlawan rakyat, namun disebut sebagai pencuri bagi kalangan bangsawan karena sosok ini kerap mencuri berbagai harta para bangsawan dan menukarnya dengan kebutuhan pokok seperti beras, roti, dan lain sebagainya. Kebutuhan itu nantinya akan dibagikan kepada mereka yang bahkan kesulitan untuk mendapat sepotong roti.

Raut Eve tampak berubah-ubah kala membaca deretan huruf di kertas yang disodorkan seorang pria beriris ruby. Sekejap ia tersenyum lalu bibirnya menekuk begitu seterusnya hingga sang Lady mencapai paragraf terakhir lembaran kertas yang ia yakini sebagai laporan guna menyelesaikan tugas dari sang Ratu.

Manik zamrudnya beradu dengan kelereng berwarna ruby milik Sang Duke yang hanya menatapnya dengan sorot acuh tak acuh, " Lalu apa salahnya mengapa Ratu tak menyukai perbuatan pria baik ini ?" tanya Eve sembari menunjuk kertas yang direntangkannya.

" Sayang, dia kriminal. Pria itu dan komplotannya mencuri." Tandas Lucas tanpa menatap ke arah kertas-kertas di tangan tunangannya itu. Ia sudah menduga hati nurani gadis ini terlalu baik untuk memberikan hukuman.

" Mencuri harta yang seharusnya tetap menjadi milik rakyat. Para bangsawan itu yang seharusnya dihukum Ratu, kenapa justru orang-orang yang membantu rakyatnya harus dilenyapkan?" timpal Eve sendu, iris telaganya bergetar karena merasa keberatan dengan keputusan Ratu Britania Raya tersebut menurunkan tugas pada sang tunangan untuk melakukan tugasnya sebagai bayangan kerajaan.

" Castiello adalah bayangan kerajaan, apa yang diperintahkan tak dapat diganggu gugat. Dan lagi apa pernah ada bayangan yang berjalan tak searah dengan pemiliknya?" Lucas mendesah pelan dan lebih memilih kembali pada setumpuk kertas serta dokumen yang lainnya. Gadis bersurai perak itu mengigit bibirnya geram masih tak habis pikir alasan tak masuk akal Ratunya itu.

" Tapi kau kan pernah bilang, kita harus melindungi mereka yang ada di bawah naungan kita bukan? Lalu menga-"

Lucas melirik kelewat tajam pada gadisnya yang sepertinya terkejut karena kedua manik zamrudnya berkilauan seolah sesuatu hendak turun dari sana, " Lakukan saja, kau bilang ingin belajar membantuku kelak saat menjadi Duchess bukan? Maka berhentilah dan coba selidiki saja dahulu."

Eve melempar setumpuk kertas di tangannya asal ke meja menyebabkan beberapa di antaranya berhamburan dan jatuh di bawahnya. Tangannya mencengkram erat sisi gaun beludrunya, iris telaganya pun semakin berkaca-kaca tak lupa dadanya yang naik-turun tak beraturan karena gejolak emosi memenuhi diri.

" Cukup katakan alasannya, aku tidak akan mengerti jika kau hanya memberikan perintah seperti itu. Kau aneh beberapa hari ini, kau bahkan mengacuhkanku dan sekarang kau memben-"

" Evelyna!" suara bariton yang biasanya memanggilnya lembut kini berubah menyisakkan sorot tegas. Tanpa basa –basi lagi gadis bersurai perak itu melangkah cepat meninggalkan ruangan kerja Sang Duke yang terasa menyesakkan dan panas baginya.

Lucas menyisir rambut kelamnya acak, sang pemimpin Asmodia itu mendesah kasar. Ia tak menyangka akan menaikkan nadanya pada Eve. Ia merutuki kebodohannya karena akhir-akhir ini terbawa perasaan kesal serta geram sejak kejadian bertemu si Nenek Ryuna itu.

Roda kereta telah meluncur di atas jalanan salju membawa kedua penumpang yang tak lain sang Nona muda beserta bawahannya. Si gadis bersurai perak itu hanya diam sejak kereta meninggalkan pelataran Mansion Castiello. Gadis itu masih bisa merasakan gemuruh kekesalan di hatinya sehingga berulang kali desahan nafas kasar dihembuskannya.

" Sudahlah nona Tuan Castiello pasti memiliki alasan." Ujar wanita bersetelan seragam ksatria yang masih menatap ke luar jendela kereta. Sang Nona yang merasa ditegur itu mendelik setelah beberapa hari mengunci mulut akhirnya abdinya itu mengeluarkan sepatah dua patah kata.

" Bagaimanapun, Tuan besar telah menjalankan posisi ini selama lebih dari 20 tahun. Kebijaksanaannya pun sudah diakui, dibandingkan Nona yang baru saja menetas dan mencari pengalaman dalam takdir."

" Tuan Castiello sudah merasakan pahitnya takdir melebihi anda," Tukas Medusa masih tak mengalihkan pandangannya. Sementara Eve?

Gadis itu mencengkram erat mantel tebal hitam miliknya. Ia dapat merasakan rasa sakit akibat ucapan wanita ular di hadapannya itu. Muak dan malas akhirnya gadis bersurai perak itu berdiri dari duduknya, Medusa terlonjak melihat nonanya yang tiba-tiba berdiri. Manik emeraldnya itu menatap tajam pada sang wanita bersurai ular membuat sekujur tubuhnya bergidik ngeri.

" Kau sama saja dengan Lucas. Sebenarnya ada apa dengan kalian sih, mengapa menyudutkanku terus menerus." Seloroh Eve tak terima.

" Teruskan saja lakukan sesuka kalian, aku juga akan melakukan sesukaku."

Setelah mengatakan hal itu si gadis bersurai perak menghilang di balik cahaya berwarna zamrud. Medusa tanpa aba-aba segera melompat keluar kereta dan berdiri di atas atap kereta, wanita itu mendecih kesal karena mengapa mulutnya tak dapat dikendalikannya dan justru dengan lancangnya berkata seperti itu. Bulu kuduknya berdiri bukan karena hawa dingin, namun teringat seorang pria yang dapat membinasakannya kapan saja itu.

" Sialan, Duke akan membunuhku jika tahu permaisurinya melarikan diri."

******

Tujuan selanjutnya Eve yang ternyata hanya berawal dari hasil mencoba-coba berteleportasi itu membawanya pada salah satu bagian Nottingham yang berbatasan dengan hutan Sherwood. Tampak sepi dan tak berpenghuni, itu sebabnya ia hanya berjongkok didepan rumah kosong dan tua menyesali tindakan gegabahnya. Lucas pasti akan panik dan memerintahkan Eckart dan pasukan mencarinya. Eve menggelengkan kepalanya mencoba menyingkirkan pikiran tentang pria menyebalkan itu.

" Sudahlah untuk apa kembali, pria itu hanya akan menyalahkanku karena takdir yang saling terhubung ini dia mengemban beban kelewat berat." Gerutu Eve pelan entah pada siapa. Ia semakin menundukkan kepalanya menyembunyikan ketakutannya karena hari yang kian larut. Hingga suara bedebum terdengar keras di hadapannya seolah sebuah bom baru saja dilemparkan.

" Awww, Sialan. Dasar atap tua bangka." Suara husky yang terasa familiar di telinga Eve membuat gadis yang semula telah bersiaga dengan pedang di pinggangnya yang separuh hampir terlepas dari sarungnya itu menajamkan apa yang dilihatnya.

Surai pirang berantakan yang pernah dilihatnya, belum lagi suara husky yang mengingatkannya pada pria tampan di balkon mansion Lorraine kala malam pengumuman acara pertunangannya, " Ah, kau kan!"

Pertemuan apa-apaan lagi ini mengapa yang ditemuinya adalah sosok menyebalkan dan memuakkan yang lain. Apa akhir-akhir ini Tuhan tengah bosan sehingga secara iseng bermain-main dengan takdirnya. Pertemuan tak terduga lainnya kembali terjadi dan lagi-lagi di luar kemauannya.