Teriakan kesakitan meluncur bebas dari mulut Eva, ia terus menjerit dan meronta meminta pertolongan kepada orang-orang sekitar.
Namun tak ada satu orang pun yang berani menolongnya, "Lepaskan Aku, Ayah.." mohon Eva, ia berusaha untuk menyadarkan Ayah kandungnya sendiri.
Agar tak menodai dirinya, namun sang Ayah terlihat seperti orang gila yang sama sekali tak peduli jika itu darah dagingnya.
Eva menjerit kencang, kala sang Ayah melakukan hal diluar nalar kepadanya tega menodai darah dagingnya sendiri.
Hoshh..hoshh..hoshhh.
Eva terbangun dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya, mimpi buruk itu kembali datang menghantuinya.
Bagaimana ia bisa lupa kejadian 5 tahun yang lalu, ketika ia baru saja duduk di bangku sekolah dasar dan hal yang tak diinginkan olehnya pun terjadi.
Eva memejamkan matanya mengusir semua bayangan kelam, yang terjadi kepadanya dan membuat Eva harus mengubur semua hidup indahnya, memilih untuk mengabdikan hidupnya untuk tuhan. Itu adalah jalan yang dipilih oleh Eva, sebagai manusia yang memang telah hina.
"Kenapa Ayah melakukannya," rintih Eva, menangis dengan kencang kala mengingat hal tersebut.
Flashback
Eva pulang dengan riang, Ia benar-benar bahagia bisa diterima disebuah sekolah swasta yang sangat diinginkan olehnya. Langkahnya tersenyum lebar kala dirinya menjadi salah satu siswa yang berprestasi.
"Ayah pasti bangga," langkah Eva semakin cepat, ingin segera memamerkan semuanya kepada sang Ayah.
"Aku pulang…." Teriak Eva, ia masih memakai seragam sekolah sekolah dasarnya.
"Ayah…" Eva sedikit gugup, melihat sang Ayah yang tengah mabuk. Tak seperti biasanya lelaki tersebut seperti itu bahkan wajahnya sangat menyeramkan.
"Kemari kau anak haram.." geramnya.
Eva mengeleng ia takut untuk mendekati Ayahnya sendiri, apalagi menyebut dirinya dengan sebutan 'Anak haram'.
Eva mencoba untuk berlari, saat ini bahaya berada didepan matanya dan secepat mungkin ia harus menghindarinya. Namun lelaki tersebut telah menariknya lebih dulu kemudian menyeretnya kedalam kamar membuat Eva terus meronta-ronta.
"Ayah…lepasin aku…"
"Hahahaha..lepasin? anak haram sepertimu harus mendapatkan balasan, Ibumu memang sangat licik meminta pertanggung jawabanku. Namun ternyata kamu adalah anak kekasihnya, jadi aku harus menikmati balasannya, bukan? Hahahhhahhha.."
Eva merinding mendengar hal itu, ia menjerit sekuat tenaga kala sang Ayah merobek baju sekolahnya dengan paksa.
Eva terus saja berteriak dan melawan, sampai sebuah tamparan keras mengenai wajahnya dan membuat Eva tak sadarkan diri.
Selama ia pingsan Eva tak tau apa saja yang terjadi kepadanya, hingga rumah sakit dan kabar kematian sang Ayah dan Ibunya yang tragis pun terdengar olehnya.
Selama itu Eva mengalami gangguan kejiwaan, hingga seseorang yang baik pun menyelamatkan dirinya dari gelapnya dunia.
Flashback off.
Eva mengambil sebuah botol kecil, kemudian mengambil dua butir pil dan meminumnya itu adalah obat yang sangat mujarab selama ini.
Eva rutin meminumnya walaupun efek samping yang akan ditimbulkan olehnya suatu saat nanti, namun bisa apa Eva. Ia tak bisa hidup tanpa obat tersebut.
Kedua kakinya kemudian turun dari kamar miliknya, kemudian Eva segera masuk kedalam kamar mandi, hari ini ujian semester baru dilaksanakan dan Eva harus semangat. Ada tujuan hidupnya disusun olehnya dengan rapih untuk hidupnya kelak.
*
Teetttttttt…bunyi bel sekolah telah terdengar, Eva segera berlari untuk masuk kedalam kelas.
"Sial!" Eva mengumpat kecil, kala ia menjadi orang yang paling terlambat masuk kedalam kelasnya.
"Va..kirain ngga masuk?" kata Lusi.
Eva hanya tersenyum, akan gila untuknya hanya duduk manis di rumah besar milik orang tua angkatnya tanpa melakukan kegiatan apapun.
"Kesiangan tadi macet,"
"Mimpi buruk lagi?"
Eva mengangguk, Lusi adalah teman baik Eva dan hanya satu-satunya yang paling akrab dengan Eva.
"Kamu tau nggak?"
"Apa?"
"Ada anak baru, cakep woii gilaa! Duh idaman aku banget, ikhlasin deh kalo dia dipacarin sama kamu," goda Lusi.
"Ngaco!" balas Eva.
Lusi terkekeh mendengarnya, Eva sangat anti dengan kata pacaran dan hal itulah membuat Lusi sangat semangat untuk mencomblangkan Eva.
"Jangan aneh-aneh deh, awas aja kalo macem-macem!" ancam Eva.
"Hahahhha galak bener, kayak macan!" ledek Lusi.
Eva hanya mengedikan bahunya acuh, ia tak ingin menjadi gila saat ini hidupnya telah baik-baik saja setelah 5 tahun lamanya ia dirawat di rumah sakit.
Eva berhasil survive hidup, dan menjalani hari-hari normalnya sebagai siswa SMA.
Semua orang tak tau akan hal itu, hanya ia dan orang tua angkatnya yang tau. Eva sangat bersyukur ada orang yang mau menolong dirinya saat semuanya telah hancur.
Kedua orang tuanya saling membunuh satu sama lain, kala sang Ayah melakukan aksi tak seronoh kepadanya.
Eva menjadi korban dari retaknya rumah tangga kedua orang tuanya, dan hal itu membuat geger 5 tahun yang lalu itu.
Beruntung Eva tak tersorot media, jika ia masuk dan menjadi santapan media saat itu juga bisa bahaya mungkin Eva tak akan berani bersekolah seperti saat ini.
"Woi..ngelamunin apaan sih, Va?" kesal Lusi, karena dari tadi ia ngomong sendiri.
"Aku lagi mikir uts sekarang Lus." Kilah Eva.
"Elaahh santai aja sih! Kamu tuh udah kek ibu-ibu tau gak?!"
"Dih bodo!"
Lusi hanya mengeleng pelan, meskipun sejuta pertanyaan ada dibenaknya tapi Lusi sama sekali enggan untuk menanyakan kenapa Eva selalu menyia-nyiakan hidupnya.
Menolak semua most wanted di sekolah ini, dan hanya memikirkan soal hidupnya yang akan mengabdi untuk panti asuhan nantinya.
Lusi sangat menyayangkan hal seperti itu, Eva sangat cantik dan bahkan pintar, usianya pun sangat muda namun hidupnya hanya bergulat dengan hal itu-itu saja.
Tak melirik hal lain, dan bahkan sama sekali tak tertarik mengikuti hal apapun.
Uts tiba-tiba saja mendadak batal, ada ha yang sangat penting saat ini, dan hal itu membuat jam pelajaran bebas membuat siswa-siswi XI kesenangan mendengarnya.
"Perpus, yuk?" ajak Eva.
"Duluan deh, aku laper. kamu titip apa?"
"Biasa," sahut Eva.
Lusi dan Eva pun berpisah satu sama lain, disekolah tersebut Eva memang terkenal dengan sifatnya yang anti pacaran.
Bahkan guru-guru pun sangat terheran-heran dibuatnya, namun orang tua Eva mengaku jika Eva memiliki cita-citanya sendiri.
Hal itupun membuat satu sekolah itupun tau, bahkan para siswa laki-laki pun merasa tak lagi bersemangat mengoda Eva atau mengajaknya pacaran. Mereka telah tau jawaban apa yang akan diterima olehnya.
Maka dari itu para siswa laki-laki memilih untuk menyapa Eva, atau mereka hanya menatap setiap gerak-gerik Eva.
Sementara Eva sendiri berjalan santai menuju perpustakaan, tempat yang setiap hari Eva kunjungi.
Tak ada bosannya bagi Eva, mengahabiskan waktunya dengan buku-buku dan hal lainnya.
Sesekali Eva selalu mendengar bisikan dari para siswi yang merasa aneh, karena terlalu menyayangkan sikap Eva yang seperti itu.
***
Hallo Mela iskandar disini, happy new years untuk semuanya.
Dukung story kedua aku di webnovel ya, salam sayang.