Chapter 5 - 5

Selamat Membaca!!

.

.

.

.

^-^

Malam yang sangat menjengkelkan bagi Haechan terlewati. Bulan yang terlihat dari cendela kamar berganti dengan matahari yang sangat cerah di pagi hari ini. Keluarga lee sekarang berkumpul menikmati sarapan dengan damai. Masakan rumahan buatan Luhan disajikan dengan rapi di atas meja makan. Ucapan selamat pagi sebagai sapaan untuk memulai hari. Haechan menikmati nasi nya dan berterimakasih. Pagi yang sangat menyenangkan dan juga ramai.

"Ibu! Aku bilang padamu untuk mengambil pasangan kaus kaki yang seperti hyung." Jisung masih berkeliaran dan belum sarapan. Dia sangat seperti kakaknya, ya walaupun ibunya sering memarahinya karena sifat mark yang dingin itu kenapa harus ditiru. Suka bingung Luhan melihatnya, 1 Mark sangat membosankan dan jika tambah 1 bagaimana? Ya walaupun sekarang Jisung masih termasuk anak yang cerewet.

"Oh, kau mengatakan itu?" Jawab Luhan.

Sedangkan Sehun, Mark, dan Haechan sedang menikmati makannya dengan tenang. Sehun yang tinggal makan saja karena sebelumnya sudah disiapkan oleh Luhan. Mark yang makan dengan tenang tanpa melihat keributan antara adiknya dan ibunya. Dan Haechan yang makan sambil melihat Mark dengan pipi yang memerah karena masih tidak percaya bisa sarapan bersama.

"Jadi bagaimana denganmu haechan ah? Apakah kau tidur nyenyak semalam?" Pertanyaan Sehun membuyarkan lamunan Haechan dan menjawab pertanyaan tersebut dengan terbata efek terkejutnya. "Jongin masih tidur ya?" Haechan meminta maaf karena merasa tidak enak. "Tidak. Dia kan koki hebat. Aku tahu dia pasti bekerja sampai larut malam."

"Dia pasti lelah karena semua hal yang terjadi." Luhan sudah duduk disamping Haechan menikmati sarapannya dan ikut menimpali ucapan Sehun. Sementara itu Haechan setelah mendengar ucapan Luhan, dia mengingat kejadian yang dilaluinya dari ditolak Mark, robohnya rumah baru miliknya akibat gempa bumi level 2, dan sekarang dia bisa berada disini, sarapan bersama Mark karena tinggal di rumah yang sama. Haechan masih tidak percaya apa yang telah hadapi sekarang.

"Terima kasih untuk makanannya." Lagi-lagi lamunan Haechan buyar dan sekarang karena ucapan Mark.

"Hei, Jisung! Kau masih punya banyak waktu, selesaikan dulu makannanmu." Saat Mark berdiri, Jisung langsung meletakkan makanannya dan mengejar Mark padahal makannya masih utuh. "Haechan ah, pergilah bersama dengan Mark." Lanjut Luhan.

"Ba ba-ik." Jawab Haechan dan langsung berdiri. Sedangkan Luhan menghampiri Jisung yang mengikuti Mark dan menggendongnya agar melanjutkan sarapannya.

Luhan ikut berdiri dan menghampiri Jisung yang sedang menggunakan sepatu di pintu rumah dan langsung menggendongnya agar Jisung melanjutkan sarapannya dan satu alasan lainnya. "Lepaskan aku! Aku ingin pergi juga." Jisung meronta-ronta digendongan ibunya dan berteriak sambil menangis.

"Kami pergi sekarang." Setelah memasang sepatunya Haechan berdiri dan mengebaskan celananya dari debu yang tak tampak.

"Mark, pastikan haechan tahu rute ke stadiun kereta api, oke?" Ingat Luhan untuk Mark. Sedangkan Mark sudah keluar rumah, Haechan masih di dalam sambil melihat Luhan dan Jisung. Haechan sadar dan menyusul Mark.

"Aku ingin pergi juga huwaaa!!" Jisung menangis dengan kerasnya saat melihat kakaknya telah keluar rumah. "Tidak, kau akan mengganggu." Akhirnya terbongkar juga niatan Luhan.

Diperjalanan sekolah, tanpa menghiraukan Haechan berada dibelakangnya Mark melangkahkan kakinya. Mark melangkah dengan cepat, dengan kaki panjangnya yang membuat langkah Mark lebar dan terkesan sangat cepat padahal Mark merasa biasa dengan langkahnya. Sedangkan Haechan berjalan setengah berlari agar tidak tertinggal dan tersesat karena merasa tidak tahu jalur. Haechan merasa sangat canggung dan mulai berpikir kenapa dia memberikan surat itu kepada Mark, seandainya dia tahu kalau hal ini terjadi padanya pasti hal konyol itu tidak akan dia lakukan.

"Hei." Ucap Mark datar.

"Ya?" Haechan terkejut, dia tidak sadar jika mereka sudah berada di wilayah sekolah, di depan gedung sekolah.

"Jangan bilang siapa-siapa bahwa kita tinggal bersama. Dan tentu saja, jangan berbicara juga padaku di sekolah." Mark langsung pergi saat mengatakan itu semua.

Haechan meledak-ledak sangat kesal dan berjalan sambil menghentakkan kakinya.

.

.

Keesokan harinya saat berangkat sekolah. Gerbong kereta sangatlah ramai, saat kereta berhenti orang-orang keluar dan Haechan ikut terseret keluar padahal sekolahnya harus melewati 1 jalur lagi. Haechan berlari menuju pintu kereta namun telat pintu telah tertutup otomatis di depan wajahnya sedangkan Mark ada didepan pintu kereta mengabaikan Haechan yang tertinggal sambil membaca bukunya tenang.

Haechan masih tidak percaya masih dengan mulutnya yang menganga melihat kereta yang bergerak meninggalkannya, terpaksa Haechan berlari menuju ke sekolahnya. Akhirnya dia sampai dan masuk gedung sekolah dengan nafas terengah-engah dan berhenti sebentar untuk menormalkan nafasnya. Saat itu Mark lewat didepannya santai tanpa melihat Haechan.

"Hei, tunggu!" Panggil Haechan masih dengan keadaan yang belum normal, rambut berantakan, baju yang tadinya rapi jadi seperti tidak pernah dipakai sangat kusut, keringat bercucuran, dan jangan lupakan nafasnya yang terengah-engah.

"Aku sudah bilang untuk tidak berbicara kepadaku di sekolah." Mark berhenti dan menoleh pada Haechan. Gerbong sekolah terlihat sepi, jika tidak maka Mark tidak akan berhenti dan melanjutkan jalannya tanpa mendengarkan Haechan.

"Aku tadi hendak masuk, harusnya kau bisa menahan pintu kereta untukku. Kau tak bisa ya?" Protes Haechan putus-putus sambil tangannya ingin memukul Mark namun cuma ingin saja.

"Aku benci orang yang tak berpikir bahkan lebih dari orang bodoh." Setelah mengucapkannya dan pergi begitu saja. Haechan terkejut dengan ucapan tersebut dan seketika dia lupa akan lelahnya karena emosi.

"ES MENGALIR MELALUI PEMBULUH DARAHNYA!" Teriak Haechan kesal dan sekali lagi keadaan disana sepi.

.

.

"Ah, aku benci ujian pertengahan semester." Ujar Jaemin lemas saat melihat jadwal ujian yang diadakan sekolah untuk mengetes kemampuan muridnya dan jika mereka masuk 50 besar, mereka akan dibimbing di kelas yang istimewa dengan fasilitas dan kualitas yang lebih dari kelas biasa selama 1 bulan penuh dan mencari murid tiap bulannya, jadi kelas itu mempunyai murid yang tidak pasti orang yang sama.

"Aku menyerah saat ini juga." Ucap Renjun dengan suara yang lemas tidak jauh beda dengan Jaemin.

"Aku akan dapat masalah jika aku gagal lagi. Haechan, kau tampak agak bersemangat." Lucas yang berada di belakang mereka bertiga juga melihat jadwal ujian. Saat menolehkan wajahnya dia melihat Haechan diam tanpa bicara sambil mencatat jadwal ujian dengan wajah yang serius.

"Aku akan berhasil kali ini. Aku akan mengalahkan mark lee!" Ucapnya debgan semangat setelah menulis jadwal. Jaemin, Renjun, dan juga Lucas memandang Haechan masih dengan otak mereka mencerna ucapan Haechan tersebut. Dan beberapa detik kemudian kelas yang aepi cuma mereka berempat saja karena waktunya istirahat jadi terdengar suara tawa sampai terdengar di lorong kelas memecah sepi di kelas dan mengejutkan para siswa di lorong.

"Itu benar-benar lucu!" Ucap Lucas sambil tertawa dan memegang pundak Haechan.

"Oh, tolonglah. Haechan! Para Dewa akan marah bahkan jika itu hanya lelucon." Kata Jaemin tidak percaya sedangkan Renjun diam masih dengan mulutnya yang mengaga lebar itu.

"Aku serius." Ucap Haechan tanpa ekspresi dengan nada yang lemas.

"Hei, kau baik-baik saja? Kau bertingkah aneh!" Renjun

"Kau tahu, yang kau hadapi bukan hanya nomor 1 di sekolah, tetapi nomor 1 di Korea! Ia bahkan mungkin menjadi siswa jenius nomor 1 di Korea!" Lucas yang tidak suka Mark mengakuinya, ya memang kenyataan. Mereka bertiga mendekatkan wajahnya ke wajah Haechan.

"Cukup!" Haechan teriak dan mendorong teman-temannya agar menyingkir. "Dengan kata lain, itu adalah ketetapan hatiku." Menggebrak papan yang ditempeli jadwal ujian. "Namaku akan ada di papan pengumuman!" Haechan sangatlah bersungguh-sungguh saat mengucapkannya.

"Hanya 50 siswa dengan nilai atas. Apakah kau memahami situasi itu?" Wajah Jaemin memerah.

"Tidak pernah ada dalam sejarah seorang siswa kelas F berada di daftar 50 orang itu!" Lucas, mereka bertiga saling merangkul dan mengelilingi Haechan.

"Aku akan mengubah sejarah itu! Aku tahu aku tidak punya kesempatan untuk mengalahkannya. Tapi, setidaknya, namaku akan tercantum di papan yang sama seperti dia." Yakin Haechan

.

.

.

.

^-^