"Apa-apaan kemarin, lo pulang bareng Iqbal dan sampai jam setengah delapan malam?" tanya Aldi marah dengan tangan yang menyekal tangan Salsha yang lain dengan tatapan dan wajah sangat marah. "Lepasin tangan gue!" kesal Salsha.
"Jelasin dulu," minta Aldi menekan ucapannya, Salsha memutar bola matanya malas. "Hubungan kita udah selesai dari kemarin," jawab Salsha ingin kembali menjelaskannya ulang.
"Jadi apa lagi yang lo harapkan dari ini?" tanya Salsha membuat Aldi kehilangan kesabarannya. "Lo menganggap hubungan ini lelucon?" marah di tidak terima sedikitpun. "Buka mata lo!" kesal Aldi membentak Salsha kehilangan kesabaran.
"Al, tenangkan diri lo," Salsha menjauhkan tubuh Aldi darinya agar tidak mendesaknya dan menyudutkan tubuhnya ke dinding terlalu dekat.
Aldi menghela nafasnya berat, dia mulai menenangkan dirinya dan memutar bola matanya malas. "Lo berlebihan," ucap Salsha kembali memaki Aldi dengan ucapannya sendiri.
"Lo yang berlebihan," balik Aldi dengan wajah tidak santai. "Lo menganggap ini berlebihan sedangkan lo kekanak-kanakan sekarang. Lo memutuskan hubungan kita hanya dalam hitungan waktu karena Iqbal pulang tes kemarin lusa. Bukankah ini lelucon?"
Salsha memutar bola matanya malas, dia menujuk dirinya sendiri dengan penekanan kenakan-kanakan.
"Apa selucu hidup gue selama ini di mata lo Al?" balas bertanya Salsha pada Aldi. "Ini," tunjuk dada kanan perasa miliknya pada Aldi. "Lo masih ingat saat gue menunggu hampir malam hanya untuk ukuran cowok kaya lo?"
"Dan, iya. Apa lo masih ingat saat lo melupakan kata maaf semudah satu hari setelahnya?"
"Menjemput gue dengan mobil berisi Tania?"
"Meninggalkan gue sendiri di kelas yang jelas-jelas gue enggak banyak kenal teman karena larangan lo,"
"Apa lo perduli bagaimana gue seperti orang yang hampir mati karena ketakutan disekeliling orang lain waktu itu?" Salsha tersenyum miring mengingatnya. "Lo enggak perduli," jawab Salsha cepat.
"Lo pergi meninggalkan gue di kelas dengan Tania dengan alasan 'mengenalkan bagian sekolah sebagai orang baik'," Salsha terkekeh mengingatnya.
"Lo malaikat gue iblis saat itu," jelas Salsha karena dia mengingat dirinya terus ingin memaki akan tetapi hanya bisa diam dan mengikuti alurnya dengan merasakan rasa sakit saja.
Salsha hanya perempuan yang cenderung diam, memikirkan banyak masalahnya dalam waktu sangat lama dan tidak memikirkan apapun selain mengikutinya dan waktu membisikan padanya jika dia sudah berushaa keras menajdi seperti ini.
"Apa dengan membalik fakta seperti ini membuat lo merasa lebih baik dengan membuat masalah dengan gue? Lo merasa puas membuat gue terlihat brengsek lagi?" Pertanyaan Aldi terkesan sangat ambigu, selain itu dia juga tidak begitu percaya dan perduli jika dengan pertanyaan yang berusaha dilontarkan untuknya.
"Yang gue harapkan dari lo udah beralih menjadi nol," ucap Salsha meyakinkan Aldi jika dia sudah tidak memiliki perasaan apapun terhadap Aldi sama sekali. "Dan gue benar-benar berniat untuk mengakhirinya sampai di sini,"
"Gue memaksa lo untuk menyetujui kesepakatan ini baik-baik," ucap Salsha dengan menundukan kepalanya seperti sangat memohon.
"Kenapa lo bisa sekeras kepala ini setelah gue sadar dan mengakui kesalahan gue Sal?" tanya Aldi sangat kewalahan dengan Salsha yang pemberontak seperti ini.
"Gue mau lo yang dulu, yang nurut sama gue dan Salsha yang manis dalam apapun," tolak Aldi dengan membahas hal lain lagi. Salsha memutar bola matanya malas.
"Tapi gue benci Salsha yang dulu, dia bodoh, sangat penurut, benar-benar tidak memiliki perasaan dan pemikiran untuk hidup mandiri dan memberontak saat terdesak. Gue benar-benar benci mengatakannya sekarang," Salsha menggantung ucapannya
"Gue banyak berharap kalau gue yang dulu adalah sisi terburuk dan ingatan menjijikan yang sudah sepantasnya gue lupakan,"
°°°
"Jadi?" tanya Iqbal dengan ceria saat Salsha berhasil masuk ke dalam mobilnya setelah Iqbal menunggu hampir setengah jam karena dia datang terlalu cepat. "Tentu," jawab Salsha langsung memasang sabuk pengamannya dengan benar.
"Apa yang lo rasakan sekarang?" tanya Iqbal setelah menancap gasnya untuk menjalankan mobilnya. "Senang, tentu saja gue merasa kalau ini adalah hari baik gue," jawab Salsha tidak kalah beesemangat, Iqbal terkekeh mendengarnya.
"Apa yang mau lo datangi dari biokop, makan malam, dan malamnya pasar malam atau ramainya taman?" Iqbal memberi banyak pilihannya dengan sangat intens karena hampir semuanya adalah keinginan Salsha.
"Ayo pergi ke taman dulu, setelahnya kita pergi ke bioskop dan yang terakhir adalah makan malam," Salsha menjawab seraya menata jadwal mereka akan keluar cukup lama. Sebenarnya jika dibayangkan saja sudah seperti kencan buta. Hanya saja bahasanya sedikit diperhalus.
"Gue senang, entah kenapa. Dari mood lo atau karena gue merasa nyaman, gue senang hari ini," celetuk Iqbal tiba-tiba memberitahu perasaannya pada Salsha dengan sangat tiba-tiba, Salsha terkekeh kecil.
"Apa yang membuat lo senang dan gagal menggambarkan mood lo sendiri?" Iqbal mengkerutkan satu alisnya berpikir keras. "Lo?" jawab Iqbal sedikit ragu.
"Saat gue mendengar kalau hubungan lo sama Aldi berakhir, tidur gue menjadi sangat nyenyak akhir-akhir ini," jelas Iqbal sangat tepat sasaran entah kenala.
"Oh ya? Waw, mengejutkan mendengarnya," Keduanya terkekeh karena mendapat situasi canggung namun menyenangkan baginya.
"Apa yang membuat lo merasa kalau ini mengejutkan?" tanya Iqbal karena jawaban Salsha, Salsha mengetuk-ngetuk dagunya sedikit serius.
"Mengejutkan karena gue dan lo dipertemukan benar-benar dalam situasi seperti ini," Iqbal tertawa cukup geli mendengar jawaban Salsha yang masih kelewatan polos seperti sebelumnya.
"Maafkan gue,"ucap Iqbal tiba-iba sekali, Salsha yang bingung hanya bisa mengangkat satu alisnya cukup terkejut.
"Ada apa?" tanya Salsha tidak paham. "Gue benar-benar enggak menyelamatkan lo dari Aldi walaupun lo banyak menangis dari itu," jelas Iqbal membuat Salsha merasa jika perasaan bersalah Iqbal padanya terkesan serius.
"Jangan menganggapnya serius," jawab Salsha menggampangkannya saja. "Setelah banyak berpikir, menjalani waktu dengan mengikuti apa kata hati dari pertama gue mengikutinya. Gue rasa, gue salah mengikutinya," jawab Salsha membuat Iqbal benar-benar merasa kurang nyaman karenanya.
"Jangan menyalahkan pilihan lo," cegah Iqbal pada Salsha dengan serius. "Kenapa?"
"Akan ada satu titik dimana lo merasa bersalah mempercayakan sesuatu pada orang yang salah," ulang Iqbal memberi sedikit peringatan pada Salshaa agar jangan terlalu percaya padanya.
"Kenapa? Gue percaya sepenuhnya sama lo karena gue tahu lo enggak akan menyakiti gue," jawab Salsha sebagai penjelasan dan balasan perasaaan yang Iqbal tunggu-tunggu sejak lama sekali.
"Ah?" tanya Iqbal cukup terkejut mendengarnya. "Jangan mengatakan itu, gue sedikit kurang bisa menerimanya," cegah Iqbal tidak enak namun dengan suara yang terkesan bercanda untuk Salsha.
Keduanya terkekeh karena menganggapnya ini hanya lelucon. "Bukankah lo enggak akan menyakiti gue seperti Aldi melakukannya?"
"Dia banyak berselingkuh dari gue, mulai secara terang-teranga, atau sembunyi-sembunyi sejujurnya gue tahu. Melihat dia berpura-pura bodoh di depan gue, gue merasa ini memang kesalahan gue memilih Aldi," sambung Salsha menjelaskan hubungan yang dia inginkan pada Iqbal.
"Bisakah lo lebih sedikit dewasa dari Aldi?"