"Bisa datang ke tempat dimana gue butuh lo untuk datang?" minta Iqbal pada seseorang disambungan telefonnya dengan serius. "Apa yang lo mau?" tanya seseorang itu dengan bingung.
"Datanglah, dan lo akan menyukainya nanti," jawab Iqbal langsung ingin mematikan sambungan telefonnya namun oerlu menunggu jawaban dari seseornag itu untuk setuju.
"Datanglah," minta Iqbal mengulanginya lagi. "Lo akan memberi apa yang gue inginkan?" tanya nya yang tidak ingin mendapat kerugian sama sekali.
"Tentu, datanglah dulu. Saat lo datang, lo setuju, dan lo berhasil. Gue akan memberikannya," yang Iqbal katakan memang terkedan ambigu, hanya sjaa dia tahu jika ini yang sebenarnya seseorang itu inhinkan sejak lama darinya.
"Kirimkan alamatnya sekarang, gue akan datang detik ini juga," minta orang itu dengan tidak berpikir dua kali sama sekali, Iqbal terkekeh dia mematikan sambungan telefonnya tidak mengatakan apapun.
"Hey," Tidak, Iqbal gagal menahan tawanya sendiri. Iqbal mengulum bibirnya sendiri dengan serius. "Tolong datanglah," ucap Iqbal setelah dia selesai mengirim alamat yang akan dia datangi dengan satu orang yang dia ajak untuk bertemu.
"Enggak ada jalan lain," ucap Iqbal yang seperti sedang didesak dimana dia tida bisa memilih antara iya atau tidak. Dia butuh keduanya untuk antisipasi. Maksud Iqbal dua adalah Salsha dan perasaannya.
Bukan Salsha dan Kania sama sekali. Dia sudah tidak mencintai Kania sama sekali, Iqbal bisa bersumpah sekarang.
Iqbal mengambil ponselnya, dia mengambil kunci mobil dan jaketnya. Tidak ada jalan lain, dia harus melakukan ini untuk mendapatkan Salsha tidak dengan yang lain.
Lima menit berpikir di kamarnya saja Iqbal mulai berjalan keluar dari kamarnya untuk pergi. Baru sjaa Iqbal membuka pintu kamarnya dia sudah melihat ayahnya yang berdiri dengan tegak dan mata datarnya.
"Jangan berusaha mempertaruhkan apapun dengan perusahaan ayah," ucap ayahnya membuat Iqbal sedikit tertegun. "Ayah," panggil Iqbal sedikit meminta bantuan.
"Aku mencintai Salsha," ucap Iqbal langsung saja, dia sudah sangat gatal mengatakan ini hanya saja. "Jangan berusaha membuat ayah benar-benar menjodohkanmu dengan orang Iqbal," minta ayahnya dengan memohon, Iqbal salah menangkapnya. Dia menunduk dan menghela nafasnya berat.
"Izinkan aku mencintainya dulu ayah," minta Iqbal dengan serius. "Aku tidak akan berusaha sangat keras jika ayah tidak menyukai Salsha karena pertemuan pertama ayah dengan Salsha," sambung Iqbal meminta kesempatan kedua untuknya dekat dengan Salsha.
"Izinkan aku pergi," ucap Iqbal memohon sekali pada ayahnya, sebagai ayah dia hanya bisa menghela nafasnya berat. "Mendekatlah," minta ayahnya membuat Iqbal mendekat dan memeluk ayahnya.
"Jangan membuat ayah khawatir nak," minta ayah Iqbal dengan lembut. "Jangan pertaruhkan apapun dengan perasaan dan cinta,"
"Semua akan rusak jika kalian tidak bisa menjaganya. Jangan berusaha menyatukan yang tidak bisa dengan sesuatu untuk menahannya agar menyatu, itu akan menyakitkan," nasihat ayah Iqbal lada putranya, lagi.
"Kamu bisa melihat hubungan ayah dan bunda," sambung ayah membuat Iqbal menundukan kepalanya pelan. "Ayah," ucap Iqbal meminta pada pada ayahnya untuk memberinya izin. "Aku akan tetap pergi," ucap Iqbal berjalan menjauh meninggalkan rumahnya tanpa berpikir dua kali.
Dia terkekeh seberapa keras anaknya berusaha mendapatkan sesuatu, namun senyumnya luntur saat dia kembali mengingat sesuatu. Iqbal tidak memiliki nafsu dan hasrat pada sesuatu untuk mengontrolnya. Itulah masalahnya.
"Maaf membuat lo menunggu terlalu lama Bas," ucap Iqbal saat baru saja sampai dan hampir terlambat limabelas menit. "Ya," jawab Bastian santai.
"Jadi, apa yang harus gue lakukan untuk lo?" tanya Bastian meminta tugasnya pada Iqbal sebagai sesuatu.
°°°
Semua gagal. Acara kencannya dengan Iqbal dan pergi hanya berdua saja. Saat Salsha baru saja datangcke taman kota Aldi justru sudah di sana menunggu Salsha dan Iqbal datang dan menarik cepat tangan Salsha agar masuk dalam mobilnya dengan cepat.
"Lo gila!" kesal Salsha saat dia sudah berada di dalam mobil Aldi penuh kemarahan. "Lo pergi sama Iqbal, dan lo pergi tanpa meminta izin ke gue. Sebenarnya lo itu kenapa Sal," kesal Aldi seperti semuanya menjadi sangat berubah drastis.
"Lo selalu meminta izin saat lo pergi kemanapun ke gue. Dan apa-apaan ini?" tanya Aldi seperti tidak biasa dengan perubahan sikap Salsha yang sekarang.
Salsha melihat ke arah Aldi dengan serius. "Al," panggil Salsha dengan pelan dan lembur sekali. "Kita udah putus kan? Semuanya, gue hampir berpikir kenapa lo berubah sangat drastis karena gue meminta putus. Dimana lo selama gue mengharapkan pehatian lo Al," tanya Salsha dengan sedikit teebawa perasaan dari suasana hatinya.
"Sal," Salsha menggelengkan kepalanya menolak dipanggil. "Dengarkan gue dulu," minta Salsha pada Aldi eengan tidak memberinya izin.
"Gue butuh lo, gue butuh semua perhatian lo, gue butuh keberadaan lo, gue butuh semua perasaan lo, dan gue butuh diprioritaskan juga sama lo," ucap Salsha dengan wajah sangat serius sekali.
"Gue akan memberikannya," jawab Aldi dengan sangat tegas dan bertanggung jawab, namun salsha tertawa. "Al, gue butuh semua itu saat kita pacaran. Hari ini sama sekali enggak," jawab Salsha mengatakan yang sebenarnya.
"Al, gue butuh lo saat kita pacaran saja. Gue berpikir lo benar-benar akan manis seperti yang gue bayangkan," sambung Salsha menjelaskan perasaannya saat ini. "Dan sekarang?" tanya Aldi memintanya dengan cepat.
"Lo melupakan gue?" tanya Aldi mengemis perasaan Salsha untuknya. "Apa karena Iqbal lo sampai seperti ini Sal?" Dua kali, Aldi bertanya hampir dua kali.
"Iya," jawab Salsha langsung saja, dan jawaban itu berhasil mengikis perasaan Aldi langsung saja. "Gue mencintai lo," Aldi mengatakannya dengan suara lirih, lembut dan putus asa.
Salsha sama sekali tidak memiliki belas kasihan sekarang, ini aneh. Biasanya dia akan sangat memberi beberapa kali kesempatan pada Aldi ataupun orang yang membuatnya marah dan kesal. Ada apa ini?
"Gue enggam bisa melihatnya dari mata lo," jawab Salsha dengan serius, Salsha melihat wajah Aldi dengan serius. Keduanya sangat dekat, mobil sama sekali tidak berjalan dan membuat (mungkin) orang-orang bisa mendengar pembicaraan keduanya.
"Al, jangan," cegah Salsha pada Aldi untuk mengatakan banyak hal yang bisa membuat Salsha menjadi sangat bersalah karena dia menyakiti Aldi.
"Gue memberi lo banyak kesempatan saat itu," ucao Salsha menjelaskan bagaimana dia berusaha bersabar dengan Aldi. "Dan beberapa kali juga gue menjadi sangat bodoh karena lo terlalu canggung sama gue," sambung Salsha lagi.
"Gue bukan mengatakan ini karena gue membenci lo, Al," Salsha berusaha mengoreksi apa yang dia katakan dengan sungguh-sungguh. "Gue sama sekali enggak membenci lo,"
"Hanya saja, saat gue bersama lo. Perasaan, hati, dan semua yang gue punya hanya gue biarkan buat lo menjadi sedikit lucu dan lo anggap sebagai lelucon," Salsha mengatakan kemarahannya dengan cepat.
"Gue seperti berpikir jika 'Saat gue merelakan lo buat Tania dengan sungguh-sungguh, gue percaya memang dia yang terbaik buat lo karena lo enggak nyaman dengan gue,' Gue enggak akan membiarkan lo terus canggung sama gue kalau sebenarnya yang berusaha lo berikan ke gue hanya menyakiti diri lo sendiri," Aldi menggelengkan kepala menolak.
"Enggak, sama sekali enggak," ucap Aldi dengan tegas sekali, Salsha terkekeh. "Berhentilah pura-pura Al," minta Salsha dengan suka rela melepas Aldi.
Kania. Dia mendengarnya, melihat bagaimana Iqbal pergi dengan perasaan marah karena Salsha dirampas oleh Aldi. Kania melihat, dia sebagai saksi satu-satunya yang mengikuti Iqbal dari rumah Salsha, sampai di taman ini, dan mendengar pembahasan Aldi dengan Salsha sangat jelas. Dia duduk di kursi taman dekat mobil Aldi.
"Bukankah gue enggak salah saat mereka memang harus bersama?" Pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari bibirnya.
Yang membuatnya menjadi egois sekarang adalah. Jika Kania mendukung kakaknya, dia tidak mendapatkan Aldi.