"Ada apa? Kenapa lo menangis," tanya Iqbal yang mendapat sambungan telefon dari sepupunya justru dalam suara yang sedikit membuatnya khawatir.
"Sakit Bal," ucap Tania langsung saja, Iabal mengkerutkan alisnya bingung. "Apa yang sakit," sahut Iqbal bingung sekali. "Sakit," keluh Tania dengan suara menangisnya lagi.
"Gue akan ke rumah lo," ucap Iqbal langsung saja ingin mematikan sambungan telefonnya, namun. "Jangan!" cegah Tania cepat, Iqbal menaikan satu alisnya bingung. "Ada apa?"
"Aldi," ucap Tania dengan putus-putus. "Bisakah gue berharap lebih lama lagi, Bal?" tanya Tania dengan suara sangat putus asa. "Apa yang terjadi sama lo," tanya Iqbal seperti sedikit tahu jika dia akan mendapat sedikitnya masalah dari Tania.
"Cinta Aldi terlalu tulus untuk Salsha sekarang," ucap Tania langsung saja, Iqbal tidak bisa mengatakan apapun. Dia memilih diam dan mendengarkannya sampai tuntas. "Melihat Aldi sangat kalut, dia mabuk berat sampai muntah parah kemarin membuat gue sedikit sadar," lanjut Tania dengan suara yang lebih serius.
"Gue menyerah," ucap Tania membuat Iqbal sangat terkejut. "Tan," cegah Iqbal dengan memanggil nama sepupu jauhnya yang sudah berusaha membantunya dari nol sekali.
"Jangan," koreksi Iqbal yang menolaknya dengan cepat. "Sedikit lagi Tan, ya," minta Iqbal pada Tania agar jangan mundur sekarang. "Gue butuh lo sedikit lagi," mohon Iqbal dengan suara sedikit goyang.
Dia sudah melihatkan banyak orang, dan saat bertambah satu, dia akan kehilangan yang lainnya sedangkan tujuannya sama sekali belum dia dapatkan. Ini beresiko, Iqbal paham. Tapi...
Dia belum mendapatkan Salsha sama sekali.
"Tan, gue mohon," ucap Iqbal lagi, untuk kesekian kalinya lagi. Namun tidak ada jawaban dari Tania sama sekali, Iqbal sedikit khawatir dia terus mengaktifkan ponselnya untuk tidak berpikir berlebihan.
"Rasa-rasanya gue lebih baik memilih mati disaat seperti ini," celetuk Tania dengan cepat membuat Iqbal sangat terkejut. "Lo mau bunuh diri saat masalahnya hanya Aldi?" tanya Iqbal berusaha mengulur waktu.
"Beri waktu gue sedikit lagi, dan gue akan menunjukkan sebagaimana gue baik mengambil Salsha dan lo bisa dengan Aldi," minta Iqbal sebagai kesempatan terakhir untuknya.
Tania terdiam, dia tidak mengatakan apapun untuk memberi sedikit peluang untuk sepupunya. "Lo udah berjuang sampai sejauh ini," Iqbal menggantung ucapannya dengan serius.
"Jangan sia-siakan perjuangan lo yang bahkan sudah membuat lo hampir kehilangan segalanya," Iqbal kembali mengingatkan Tania agar jangan menyerah saat semuanya sudah membelakanginya karena tidak banyak orang percaya padanya.
"Ini berat bagi gue, dan lo enggak akan bisa paham," ucap Tania menjelaskan jika hidupnya sudah sangat berat. "Lo akan mendapatkan orang lain saat lo kehilangan Aldi," sambung Iqbal kembali memberi kalimat penenang untuk sepupunya.
"Tenangkan diri lo," ucap Iqbal memberi saran yang bagus kali ini. Iqbal bisa dengan jelas mendengar Tania menghela nafasnya berat.
"Lakukan satu kali lagi, dengan keras, tegas dan mematikan. Satu kali aja, saat lo gagal. Gue memberi lo izin untuk pergi dan menyerah dari hubungan menyiksa ini," Iqbal memberi cara lain yang lebih efektif jika tidak dengan bunuh diri.
Tania diam, dia memikirkan hal lain dengan sedikit lebih serius. "Katakan kalau ini berbahaya," minta Tania pada Iqbal sebelum berbicara sedikitpun.
"Apa?"
"Gue harus membuat Salsha buruk dimata papa Aldi, bagaimanapun caranya," Iqbal tersenyum. Dia sependapat, tidak berpikir jika itu adalah cara yang biasa hanya saja ini adalah cara satu-satunya yang keterlaluan untuk dilakukan oleh seorang Tania. "Lakukanlah," jawab Iqbal mempersilahkannya saja.
°°°
"Gue datang karena gue tahu lo membutuhkan gue," ucap Bastian langsung saja pada Aldi yang terlihat beetanya dengan tatapan matanya saja. "Gue tahu lo lagi kurang baik," lanjut Bastian lagi, Aldi yang mendengarnya hanya bisa menghela nafasnya berat.
"Percayalah, kalau selama ini lo udah mencintai Salsha dengan tulus dan baik. Dia enggak akan pergi ke Iqbal karena lo terlalu bodoh," Bukannya membantu Bastian justru berbicara cukup kasar pada sepupunya.
"Lo ke sini cuma mau menghina atau membantu? Kalau opsi lo yang pertama, pergilah. Gue sama sekali enggak butuh lo datang sedikitpun," usir Aldi dengan jelas pada kakaknya.
"Apa yang membuat lo berpikir gue menghina lo?" tanya Bastian membuat Aldi sedikit marah. "Cara bicara lo," jawab Aldi sewot.
"Kalau lo berbicara baik-baik, semua enggak akan sampai seburuk ini sampai ke telinga gue," jelas Aldi mengatakan ketidak nyamanan miliknya.
"Apa lo baik-baik aja? Berpikir soal kehidupan dan masalalu. Bukankah semuanya menjadi sulit saat lo terus mengulangnya lagi lalu membandingkannya dengan yang sekarang?"
"Al, selagi waktu terus berjalan, dari mulai jam, hari dan minggu. Sekarang dan kemarin udah jauh berbeda, perubahannya kentara dan lo harus paham kalau yang sudah berjalan berlalu memang selalu tertimbun,"
"Lupakan penyesalan lo," tambah Batian lagi menjelaskan pada sepupunya agar dia sadar jika dia seharusnya memilih Tania sejak awal. "Bagaimana hubungan ama Tania?" tanya Bastian yang penasaran dikemanakan Tania oleh Aldi.
"Gue memakinya, menghilangkan harga dirinya, dan mempermalukannya di depan banyak orang. Gue benci dia, benar-benar benci," sumpah serapah seperti itu benar-benar membuat Bastian hanya bisa tertawa mendengarnya.
"Lo berlebihan," sahut Bastian tidak habis pikir. "Dia (Tania)," ucap Bastian memperjelas. "Orang yang selalu ada saat lo butuh perhatian, kesenangan, waktu lebih dan semuanya,"
"Dia (Tania) adalah satu orang (perempuan) yang selalu ada disaat lo butuh melepas kelelahan dan masalah lo dengan Salsha yang selalu enggak akur dan terus tumbuh curiga,"
"Lo menuruti Tania dari Salsha, dan Tania berusaha baik-baik aja kalau sebenarnya di luar dari lo melihat Salsha Tania menunggu lo," Ini sensitif, Bastian paham betul dan dia juga ingin mengatakan jika ini benar-benar berjalan sesuai rencananya sendiri.
"Katakan sesuatu tentang orang lain," minta Aldi mengalihkan pembicaraan, Bastian diam. "Lo terus memojokan gue untuk memilih Tania walaupun lo tahu sebenarnya seberapa keras gue mencintai Salsha," sambung Aldi sedikit kesal mengingatnya.
"Bisakah lo mengerti sedikit aja perasaan gue sebagai teman lo bukan sepupu?" minta Aldi dari Bastian sebagai pola pikir temannya saja. "Gue butuh sesuatu yang bisa memahami gue dengan perhatian," putus Aldi memohon pada Bastian.
"Maaf gue memojokkan lo," ucap Bastian mengatakan isi hatinya pada Aldi. "Gue tahu gue salah saat lo datang meminta bantuan, lo justru pulang selalu mendapat banyak makian dari gue,"
"Tapi semua yang gue lakukan hanya berusaha untuk membuat lo paham dan sadar kalau dengan lo menggantungkan dua perasaan secara bersamaan akan membuat lo merasa terbebani dan terlalu bingung," sambung Bastian menjelaskan jika dia sebenarnya juga terlalu tidak paham dengan posisinya yang harus selalu memberi arahan atau bantuan dan saran untuk adik sepupunya itu.
Aldi menghela nafasnya berat, dia mulai diam dan kembali melemaskan tubuhnya. "Gue kehilangan Tania," ucap Aldi menjelskan pada Bastian. "Dengan cara tidak terhormat,"
"Dan gue kehilangan Salsha," Aldi menggantung ucapannya sedikit lebih lama. "Dengan cara paling tragis," sambung Aldi lagi.
"Bukankah ini enggak adil Bas? Mereka ada secara bersamaan dan pergi secara bersama juga? Lelucon perasaan ini membuat gue seperti orang kesepian setelah sangat ramai," Bastian terkekeh mendengarnya.
"Jangan menyesal, ini yang lo pilih, ini yang harus lo jalani. Saat lo gagal memilih satu, lo mendapatkan dua. Dan saat mereka pergi, lo meminta mereka tinggal?"
"Sayangnya perasaan perempuan dan rasa percaya mereka enggak sekeras batu yang menghatam batu lalu gagal pecah. Mereka terlalu sensitif dan sangat lemah, saat patah mereka memilih pergi dan saat mereka diabaikan mereka memilih terbang. Semua orang bisa pergi,"
"Seperti rasa lelah yang datang, lalu meninggalkan,"