Chereads / PICK LOVE [INDONESIA] / Chapter 35 - PERJUANGAN TERAKHIR IQBAL

Chapter 35 - PERJUANGAN TERAKHIR IQBAL

"Kan," panggil Iqbal keras sekali saat melihat Kania berjalan ke arah kantin sendirian melewati kelasnya.

"Apa?" tanya Kania saat dia berhenti dan berdiri di depan pintu kelas mantan pacarnya itu dengan malas. "Ayo," aja Tania yang siap-siap saja ditarik tangannya oleh Iqbal denga keras. Sayang sekali mata Aldi terus melihat kearahnya dengan intens. Salsha melihatnya, dan Tania hanya bisa tersenyum tipis sedikit miring pada Salsha.

Bukankah sekarang Tania yang menang, coba lihat saja sebentar lagi. "Tan, ayo ke kantin," ajak Aldi yang di dengar Salsha cukup jelas. Merasa salah bicara, Aldi menyadari mimik wajah Salsha yang berubah menjadi suram.

"Maaf, gue salah bicara tadi. Ayo ke kantin," ucap Aldi memperbaiki, Salsha tersenyum sedikit miris sekarang. Selain dia terlalu terburu-buru, Salsha juga sedikit sangat menyayangkan hubungannya detik ini.

"Gelang dari siapa ini?" tanya Aldi mengalihkan pembicaraanvAldi Salsha teralihkan, tentu saja Salsha mulai melupakan masalah pertamanya dan matanya melihat pada benda berwarna hitam dan satu butir putih ditengah-tengahnya. "Hadiah ulang tahun," jawab Salsha sekenanya.

Aldi tersenyum miris sekarang. "Gue lihat ada yang berbeda warna juga yang Iqbal pakai, apa dari Iqbal?" tanya Aldi saat dia mengingat apa yang berusaha dia pahami sejak tadi, Salsha menganggukan kepalanya pelan. "Iya,"

"Itu hadiah ulang tahun dari Iqbal, belum lama ini juga Iqbal beli. Hanya saat gue lihat lo meluk Tania di taman kota malam itu," jelas Salsha serinci mungkin, Aldi terdiam cukup lama dan mulai bangkit dari duduknya.

"Ayo ke kantin," ajak Aldi dengan kata yang sama dan tidak menggunakan nama sedikitpun, Salsha menyadari sesuatu. Akan tetapi dia tidak begitu memikirkan akan seperti apa jika ada dan apa rasa perbedaannya.

"Ya," jawab Salsha yang tangannya sudah digenggam Aldi dengan santai, keduanya berjalan di koridor menuju kantin dengan tangan saling menggenggam. Jika boleh jujur, setelah sekian lama ini adalah kali pertamanya lagi Salsha mermasakan genggaman Aldi lagi.

Sudah cukup lama memang.

"Hai, kak Salsha," sapa Casa yang berjalan berlawanan arah dengan Salsha. Salsha menjawab dengan tersenyum tipis dan membalas sapaan Casa juga.

"Mau ke mana?" Casa menggelengkan kepalanya lirih. "Ke kelas kak Rio," jawab Casa langsung pergi begitu saja, Salsha terkekeh melihatnya.

"Bukannya dia pacarnya Rio kakak kelas kita itu?" tanya Aldi yang penasaran, Salsha menjawab dengan anggukan kepalanya pelan. "Iya,"

"Bukankah lo ingat saat Rio jadi pacar pura-pura gue dan lo enggak cemburu sama sekali?" Aldi terkekeh saat mengingatnya. "Lo terlalu serius waktu itu, bahkan gue baru aja ngajak Tania buat ngenalin sekolah ini. Dan baru gue tinggal sebentar lo udah jadian di depan mata gue sama kakak kelas kita. Marah waktu itu gue," Salsha tertawa kecil mendengarnya.

"Tapi lo e santai-santai aja waktu itu, gue pacaran sama sama Rio dan lo bencinya sama Iqbal. Aneh kan?" tanya Salsha membuat Aldi memutar bola matanya malas.

"Bukan aneh dan salah, yang seharusnya dipertanyaan itu. Kenapa lo gandengan tangannya sama Iqbal kalau lo pacaran sama Rio waktu itu? Bukankah gue cemburu dengan baik? Lo memberi harapan sama Iqbal dan lo membuat permainan sama Rio," Salsha menghela nafasnya berat. "Lo benar," aku Salsha menyadarinya.

"Tapi gue menyadari gimana gue memperbaikinya, berkat kak Rio gue tahu kalau lo enggak tulus sama gue. Dan berkat Bastian juga gue tahu kalau lo seambisi ini soal hubungan ini," Aldi memutar bola matanya malas.

"Sangat disayangkan," komentar Aldi setelah mengingatnya dengan jelas. "Lo yang menyatukan Casa smaa Rio?" Salsha menganggukan kepalanya pelan. "Tentu saja," sahut Salsha langsung.

"Awalnya huhubungan mereka mau berakhir tragis diawal, gue salut sama Casa yang tegas. Waktu itu Rio terus mencampuri urusan gue sama Iqbal sampai menelantarkan hubungannya sendiri. Tanpa Casa lo enggak akan bisa tahu seberapa pro dan kontranya Bastian sama Rio," jelas Salsha membuat Aldi terkekeh.

"Sebenarnya masalah utamanya hanya di gue, lo sama Iqbal. Tapi semakin merambat karena kita saling menguji satu sama lain," ucap Aldi membuat Salsha setuju. "Lo terus menarik Tania dan gue menarik Iqbal," sahut Salsha menambahi, Aldi menganggukan kepalanya setuju.

"Ayo buang diantara ketiga dari mereka. Gue tahu masalahnya hanya di Iqbal dan Tania, tapi gue rasa Kania harus pergi juga," Salsha memutar bola matanya malas. "Jangan percaya diri, yang membereskannya gue waktu itu. Lagipula, gue juga yang awalnya membereskan kak Rio. Bukannya semenjak kak Rio enggak ikut campur Bastian juga?" Aldi menarik senyumannya sedikit kecil sekali.

"Lo pikir gue enggak melakukan apapun?" tanya Aldi tidak terima, Salsha tentu saja menganggukan kepalanya pelan. "Memang, lo hanya larut dalam kesenangan. Tania aja cukup kan sebenarnya kalau lo enggak bertemu sama gue sampai selama ini, gue yakin lo enggak akan merumitkan hubungan lo sendiri, kan?" tanya Salsha membuat Aldi terdiam cukup lama.

Salsha tersenyum miring dan melepaskan dirinya dari pergelangan tangan mereka yang saling menyatu. "Lupakan pembicaraan ini," ucap Salsha langsung saja pergi menuju kantis sendiri dan meninggalkan Aldi dengan ketermenungannya.

"Bodoh," keluh Aldi memukul kepalanya sendiri tidak kuat. Dia bisa melihat bagaimana dia dan dirinya berbicara dengan sangat santai padahal pembicaraannya sangat berat. Aldi menghela nafasnya berat dan berjalan membuntuti Salsha dari belakang.

Baru saja Salsha masuk ke area kantin, dia sudah bisa melihat bagaimana Karin dengan tiba-tiba sekali mencium bibir Iqbal dengan cepat bahkan Tania yang melihatnya melirik adiknya dengan tatapan benci dan terkejut.

"Sorry-sorry," ucao Kania yang masih bisa Salsha dengar suaranya lirih sekali. "Gue enggak sengaja, ada kotoran di bibir lo tadi," sambung Karin lagi, Salsha yang diam-diam mendengarkannya hanya bisa menghela nafasnya berat.

"Bodoh!" umpat Tania yang juga masih bisa didengar oleh telinga Salsha. "Gue muak lihat kalian terus gini," ucap Tania kesal sekali.

"Lo mau pulang ke Vietnam kan? Pulang sana, lo tinggal minta tiketnya sama Iqbal," sambung kakak Kania dengan pelan.

Kania yang mendapatkan oerintah untuk pulang hanya bisa memutar bola matanya malas. "Kenapa harus pulang? Gue bisa di sini aja asal hidup dan tunjangan gue terus berjalan," sahut Karin tidak terima, Tania berdecak sebal.

"Bal, lo enggak seharusnya ngasih uang ke Kania. Gue kakaknya, gue punya kewajiban untuk memberinya. Lagipula, Kania sebentar lagi bakal ngurus kantor di Vietnam setelah gue selesaikan atas namanya," jelas Tania sangat keberatan saat Iqbal memberi terlalu banyak kenyamanan pada adiknya.

Iqbal terkekeh. "Sorry, kemarin gue kelepasan," jawab Iqbal ringan saja, Tania memutar bola matanya malas saat adiknya menjulurkan lidahnya meledek ke arahnya.

"Lo jadi masuk tes lebih cepat masuk keperguruan tinggi?" tanya Tania pada adiknya, Kania menganggukan kepalanya pelan. "Iya,"

"Otak gue encer sepuluh diatas IQ lo, jadi gue harus memamerkannya," sahut Kania menyombongkan diri, Tania yang merasa diabaikan adiknya hanya bisa mendesah.

"Lo pikir gue sebodoh itu?" Marah Tania tidak terima, Kania mengangkat bahunya tidak perduli. "Lo mempertegasnya sendiri," jawab Kania membuat Iqbal sedikit terekeh.

"Gue juga ikut," sahut Iqbal membuat Tania tersedak dari makanannya sendiri dengan mata sangat terkejut. "Ikut?" tanya Kania yang sama terkejutnya dengan kakaknya.

"Iya, gue ikut tes jalur cepat. Ayah yang daftarin gue, sebenarnya gara-gara pas itu gue pergi bareng Salsha dan enggak sengaja ketahuan ayah di lift berdua dalam keadaan tiduran sama Salsha," Tania yang mendengarnya hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Enggak asik banget kalau tiba-tiba kalian semua diterima dan pergi berdua, gue sendirian," kesal Tania membuat Iqbal terkekeh mendengarnya.

"Itu urusan lo, udah gue bilang kan. Kalau gue enggak dapat Salsha, gue enggak akan memperkeras usaha gue lagi. Kesempatan gue berusaha udah sampai titik ini dan gue udah isi formulisnya juga tadi malam," ucap Iqbal menjelaskan, Tania hanya bisa diam dan menghela nafasnya berat.

Matanya melihat bagaimana Salsha yang masih terus mencuri dengar pembahasan mereka. "Akan enggak lucu lagi kalau kalian berdua balikan dalam keadaan pergi berdua gara-gara lolos tes perguruan tunggi," seru Tania yang berusaha memberitahu Salsha secara terang-terangan.

Iqbal memutar bola matanya malas. "Jangan didengerin," ucap Bastian menengahi dan membantu Salsha untuk tidak mengambil hati pembahasan mereka.