Chereads / Wedding Doll / Chapter 46 - 46

Chapter 46 - 46

Happy Reading and Enjoy~

Tiga minggu berlalu sejak Allard menyuruh dokter mengambil darahnya. Dan sejak tiga minggu Luna tidak melihat Allard. Bukan tidak pulang ke kastilnya, tetapi lelaki itu seolah-olah menghindarinya.

Mereka pernah berpapasan di perpustakaan ketika Luna berniat mengambil beberapa novel roman untuk dibawa ke kamarnya, bertepatan saat Allard sedang duduk di meja kerjanya yang memang berada di perpustakaan. 

Lelaki itu hanya menatapnya intens tanpa suara lalu pergi meninggalkannya dengan pandangan bosan. Luna sadar siapa dirinya, meski bergelar istri nasibnya akan sama seperti teman-teman tidur Allard yang lain. Lelaki itu akan meninggalkannya ketika merasa bosan, terlebih tampaknya mereka memang sedarah.

Seharusnya ia senang karena inilah hal yang ditunggu-tunggu. Tidak lama lagi mungkin lelaki itu akan menceraikannya. Tapi kenapa semua terasa salah, hatinya berdenyut nyeri ketika membayangkan tinggal di rumahnya seperti biasa. Atau jika memang mereka sedarah, tinggal di rumah orangtua angkat yang telah membunuh orangtua kandungnya.

Perlahan entah sejak kapan, Luna mulai terbiasa menatap langit-langit kamarnya yang mewah, terbiasa dengan segala apapun yang berada di kastil Allard. Dan yang paling membahayakan, Luna mulai terbiasa dengan kehadiran Allard.

Bukan sekali atau dua kali Allard meninggalkannya dalam waktu lama. Lelaki itu bahkan pernah pergi sebulan, di saat itu tanpa sadar Luna selalu melihat mobil yang berlalu lalang masuk melalui jendela kamarnya. Hanya untuk melihat atau lebih tepatnya menunggu kehadiran Allard.

Mungkin hanya Allard orang yang bisa membuatnya hidup di kastil. Karena pelayanpun akan membisu jika Luna mengajak mereka berbincang. Bukan tidak sopan, ia bahkan diperlakukan sangat sopan, sehingga itulah yang membuat para pelayan membatasi mengobrol dengannya.

Seharusnya hal ini tidak pantas, tetapi Luna ingin kembali berdebat dengan Allard. Ia lebih menyukai perasaan benci terhadap lelaki itu daripada perasaan hampa karena diabaikan. Luna tertegun, apa itu artinya sedikit demi sedikit ia merasa nyaman berada di samping orang yang telah menyekapnya?

Seketika tubuhnya menegang, ini tidak benar. Jangan katakan ia mengidap Stockholm syndrome.

Bunyi pintu yang terbuka membuat Luna sedikit terlonjak, menatap kaget ke arah Grey yang saat ini melangkah masuk dengan membawa map coklat. Meletakkannya di depan Luna dengan perlahan.

"Ini hasil tes DNAnya, Nona."

Dengan jantung berdebar Luna membuka sampul itu. Membaca dan melihat dengan teliti bahwa test darah itu menunjukkan 99.99% kesamaan antara ayah dan … anak?

Seketika Luna menoleh, menatap Grey dengan sorot heran.

Bukankah dirinya dan juga Allard saudara kandung, mengapa test darah mengatakan mereka ayah dan anak?

Seolah memahami kebingungan Luna, Grey berdehem.

"Anda anak kandung dari orangtua yang masih hidup. Jika Anda mau, saya bisa mengirim Anda menemui mereka." Seakan ragu, Grey melanjutkan.

"Ayah Anda adalah orang yang telah membunuh orangtua Tuan Allard secara keji. Maaf membuat Anda bingung, nona."

Luna menelan ludah dengan susah payah. "Kalau begitu, bisakah kau membawaku menemui mereka? Tapi apakah Allard mengizinkan?"

"Tuan sudah pasti mengizinkan, nona."

"Baiklah kalau begitu." Luna segera beranjak, mengikuti langkah Grey yang membawanya masuk ke dalam limusin bewarna hitam.

"Maaf, nona." Grey mengikat kedua tangannya dengan cara memborgolnya, lalu menutup kedua mata Luna dengan kain hitam.

"A-apa yang kau lakukan!?" Luna memekik ketika perasaan familiar menyelimutinya. Allard sering mengikat tangannya dan menutup matanya dengan kain hitam.

"Atas perintah tuan, saya harus melaksanakannya, nona."

***

Luna tidak tahu ia dibawa kemana, setelah turun dari limusin borgol dan penutup matanya belum dilepas. Ia dituntun berjalan ke ruangan yang terasa dingin dan sedikit lembab.

Ruangan yang terasa tidak asing.

Ketika akhirnya borgol dan penutup matanya dibuka, ia melihat seorang pria yang sepertinya berumur 50 tahun ke atas sedang terbaring meringkuk dengan tubuh bersimbah darah.

Luna menelan ludahnya dengan susah payah, menoleh ke arah Grey yang mengedikkan dagunya.

"Itu ayah Anda, nona. Temui dan berbincanglah, dia cukup sadar untuk merespon."

Setelah mengatakan itu, Grey pergi. Menutup pintu besi di belakangnya, meninggalkan Luna dan sosok mengenaskan di hadapannya ini. Sialnya sosok mengenaskan ini adalah ... ayahnya?

Perlahan Luna berjalan mendekat, hingga ia berada tepat di hadapan ayahnya. Seketika kedua matanya terbelalak, Luna mengenali siapa pria tua ini. Bahkan ia menyayanginya, dia adalah Paman Jovan yang dulu sering berkunjung menemuinya.

Memberikan mainan-mainan dan bahkan mengajaknya ke beberapa tempat bermain sebulan sekali. Hingga ia beranjak dewasa Paman Jovan mulai jarang menemuinya, bahkan tidak pernah lagi. Paman Jovan hadir di hidupnya dan memenuhi kesenangan masa kecilnya.

Dan ternyata Paman Jovan adalah ... ayahnya?

Luna mengulurkan tangannya yang terasa bergetar, menyentuh lembut pipi Paman Jovan. "Pa-paman," ucapnya tersekat.

Air yang terasa hangat membanjiri matanya, mengancam untuk mengalir. "Pa-paman tidak pernah mengunjungiku lagi karena berada di sini?"

Saat melihat Paman Jovan tidak menolak sentuhannya, Luna kian berani. Memeluk pundak Jovan hingga membuatnya setengah berbaring.

"Kita harus pergi dari sini, paman. Tenang saja, aku akan menolongmu-" Dan kemudian ia terisak.

Tidak sanggup melihat keadaan orang yang selama ini menemani masa kecilnya terbaring tak berdaya dengan segala rasa sakit yang di deritanya. Bahkan lengan bajunya terkena darah Jovan. Kedua mata itu terbuka, menatap Luna dengan pandangan terkejut yang tampak lemah.

Lalu dengan susah payah mencoba mencari keberadaan orang lain di sana, tetapi tidak menemukan siapapun. Kini pandangannya kembali pada Luna yang sudah berlinang air mata. Senyum keji walaupun sekilas sempat terukir di bibirnya.

"Kenapa bidadari kecil paman bisa berada di sini? Tempat ini-uhuk, tidak cocok untukmu."

Luna semakin mengeratkan pelukannya. "Paman tidak perlu bicara, aku akan mencoba mengeluarkan paman dari sini."

"Tidak bisa, Luna. Jika kau melakukan hal itu Allard akan menghukummu dan membunuh paman."

"Ja-jadi Allard yang mengurung paman di sini sehingga membuat paman tidak bisa mengunjungiku lagi?"

Dahi Jovan berkerut, tapi hanya sekilas. Hatinya bersorak ketika ia tidak perlu lagi mencari alasan yang bisa membuat Luna berada di sisinya. Karena Luna sendiri yang sudah menentukan pikiran buruk terhadap Allard. Tidak sia-sia ia sering mengunjungi Luna sewaktu gadis itu masih kecil.

"Paman tidak tahu sudah berapa lama dikurung di sini. Bahkan paman sudah lupa bagaimana rasanya cahaya matahari. Paman juga tidak pernah lagi menghirup udara segar. Ceritakan pada paman kenapa kau bisa masuk kesini, ini bukan tempat yang bisa dimasuki sembarang orang."

"Aku akan menceritakan semuanya setelah berhasil membawa paman keluar dari sini."

Untuk beberapa menit Luna lupa bahwa Jovan adalah ayah kandungnya, hingga saat matanya berpaling pada pintu dan melihat Grey berdiri di luar seketika ia langsung sadar dan mengingat tujuan awalnya berada di sini.

"Aku tidak yakin bisa membawa paman keluar dari sini, tapi aku berjanji akan membebaskan paman. Tunggulah aku di lain waktu, aku pasti akan berusaha. Sebenarnya kedatanganku ke sini ingin menanyakan satu hal penting."

Luna menggigit bibir bawahnya. "Apa paman benar-benar ayah kandungku?"

Ekspresi Jovan nampak muram, seolah-olah lelaki itu menyesal. "Maaf aku tidak pernah memberitahumu dan hanya mengunjungimu sesekali. Maaf karena tidak pernah mengatakannya, tapi perlu kau tau aku benar-benar menyesal."

Luna menahan napas, menahan ludah dengan susah payah. Lalu bertanya dengan nada hati-hati.

"Apakah paman yang membunuh orangtua Allard?"

Jovan tidak langsung menjawab, ekspresi wajahnya nampak kebingungan seolah-olah itu adalah pertanyaan paling mustahil.

"Siapa yang mengatakannya padamu, Luna? Aku bahkan tidak mampu membunuh hewan, bagaimana mungkin aku bisa membunuh manusia."

Jovan terbatuk, dan darah memercik dari mulutnya. Itu bukan batuk darah, dinding pipinya bagian dalam hanya terluka dan itulah yang menyebabkannya seolah-olah batuk darah.

Itu sesuatu yang bagus, karena sekarang wajah Luna tampak mengasihaninya.

"Tidak ada yang percaya kebenaran. Semua orang memandangku sebagai orang yang bersalah, aku tidak bisa membela diri. Tidak ada yang mendengarku berbicara, Luna!"

Jovan tertawa getir. "Apa kau tau apa yang menyebabkanku berakhir di tempat ini, Luna? Karena masalah inilah Allard mengurungku. Ada seseorang yang berusaha menjebakku, dan akulah sasaran yang paling empuk karena Allard sudah menganggapku sebagai orangtua kandungnya sendiri. Mereka mengirimkan bukti palsu pada Allard, dan tanpa menyelidikinya Allard percaya begitu saja."

"Pa-paman tidak mencoba untuk menjelaskan padanya?"

Jovan terbatuk kembali, memasang wajah memelas. "Kau mengenal Allard dengan baik, 'kan? Dia tidak pernah mau mendengarkan penjelasan. Baginya itu sama sekali tidak penting, buktilah yang terpenting, tapi bagaimana jika bukti itu ternyata salah?"

Pintu terbuka dan Grey melangkah masuk dengan wajah dingin, menatap Jovan dengan pandangan muak bercampur bosan.

"Aku tidak tahu apa motifmu membohongi anakmu sendiri. Tidak cukupkah bahwa selama ini kau sudah merancang semuanya dan hidup dalam dunia ambisimu secara tenang tanpa ada gangguan?"

Luna mengerutkan dahirnya heran, menatap ke arah Grey dan Jovan secara bergantian. Tapi kemudian setelah matanya menatap Jovan, ia percaya pada pamannya—ah, tidak, ayahnya.

Dia berdiri melindungi tubuh Jovan dari pandangan Grey.

"Aku perlu bicara dengan Allard, dia harus menyelidiki buktinya dengan jelas. Jika dia ingin menyiksaku maka silahkan, tapi aku tidak ingin dia menyakiti ayahku, terlebih ayahku tidak bersalah sama sekali!"

Grey terkekeh kecil. "Anda begitu mudah tertipu, nona. Saya membawa Anda kesini atas perinntah tuan Allard, dia ingin Anda tahu bahwa ayah kandung Anda adalah orang yang licik dan keji. Tapi saya tidak menyangka bahwa ternyata Anda senaif ini, nona. Percaya pada kata-kata busuknya. Yang saya tidak habis pikir kenapa dia masih ada muka untuk meminta tolong pada anaknya. Dia tidak pernah membesarkan Anda, tapi sekarang dia secara sukarela meminta bantuan Anda. Berlindung pada wanita saja sudah cukup membuatnya terlihat semakin pengecut."

"Tutup mulutmu!" Luna berteriak. Ia paham bagaimana berada di posisi Jovan, tidak bersalah tapi menanggung luka selama bertahun-tahun.

"Yang seharusnya kalian tangkap itu adalah orang yang telah menyebabkan perpecahan antara pamanku dan Allard. Dia dituduh dan dikurung, bahkan disiksa, sementara orang yang membuat bukti palsu itu bebas berkeliaran dengan membusungkan dada. Merasa menang di atas penderitaan orang lain, apakah kalian tidak punya hati sama sekali. Kalian bisa membunuh orang yang tidak bersalah! Kali ini kesabaranku sudah menipis, jika Allard tetap tidak mau melepaskan paman Jovan, maka aku akan melaporkannya ke kantor polisi."

Bersambung ...

Halo👋 cerita Arthur sudah tersedia di wattpad dengan judul Slave Bird ya. Bagi yang mau kepoin cerita orangtua Arthur juga bisa baca di Innovel/Dreame dengan judul Clara Prison.

Ngomong-ngomong Wedding Doll sudah tersedia di aplikasi Play book. So, yang penasaran sama kelanjutannya bisa langsung beli ya. 🙂

kalian bisa lihat bio instagram aku ya. Mesir_Kuno8181