Chereads / Wedding Doll / Chapter 49 - 49

Chapter 49 - 49

Happy Reading and enjoy~

Untuk beberapa detik Allard terpaku melihat tubuh Luna yang terhempas  di depan matanya, seketika tubuh lelaki itu mendingin dan mati.

''LUNA!'' teriaknya kuat.

Allard langsung menoleh ke arah Grey. ''Kejar pelakunya dan cari siapa yang mengirimnya sekarang! Aku ingin kau menangkapnya hidup-hidup.''

Setelah memberikan ultimatumnya, Allard berlari dengan tubuh bergetar ke arah Luna yang terbaring lemah. Darah wanita itu memenuhi aspal tempanya terbaring.

Tanpa membuang-buang waktu, Allard mengangkat tubuh Luna. Membawanya ke rumah sakit.

Beberapa menit lalu bahkan ia masih bercanda dengan gadis ini, mengapa ...

Arggh! Ia benar-benar gila.

''Luna, bertahanlah.''

Allard akan memastikan siapapun yang membuat Luna seperti ini akan mati dengan cara yang mengenaskan.

''Berani-beraninya dia menyentuh milikku!'' Allard menggeram.

''Selamatkan dia sekarang! Jika dia tidak bisa diselamatkan maka kau yang akan mati,'' teriaknya ke arah dokter yang menyambut kehadiran mereka.

Lelaki itu tidak mau repot-repot memikirkan bahwa dokter bukan Tuhan. Dokter hanya manusia biasa yang mencoba menolong. Pikirannya saat ini kalut, tubuhnya bergetar dengan perasaan yang terasa asing dan menyakitkan.

Ponselnya berdering, dan nama Grey tertera di sana.

''Apa yang kau dapatkan?''

''Lelaki itu diutus oleh Jovan, dia salah satu bodyguard yang ditugaskan di penjara bawah tanah tempat Jovan berada. Sepertinya pikirannya dipengaruhi.''

Allard mengepalkan kedua tangannya. Persetan! Lelaki tua itu harus mati dengan cepat.

Baru saja ia membalikkan tubuhnya ingin menuju ke tempat Jovan, dokter yang menangani Luna keluar dari ruangannya.

''Maaf, Tuan. Bayi dan ibunya tidak bisa diselamatkan. Pasien meninggal tepat pada—"

Bugh!

Allard langsung melayangkan pukulannya. Kedua mata lelaki itu menggelap.

''Katakan sekali lagi!'' desisnya dengan suara kejam.

Beberapa orang yang berada di sana langsung menengahi, mencoba memisahkan Allard.

Allard mencekik kuat leher sang dokter yang sialnya hari ini berhadapan dengan Allard. Aura membunuh menguar di dalam tubuh lelaki itu.

''Allard!''

Tubuhnya terhempas bersamaan dengan Arthur yang menariknya kuat, jika dibiarkan lelaki itu bisa membunuh dokter yang menangani Luna.

''Allard sadar! Lebih baik saat ini kau lihat keadaan Luna.''

Mendengar nama Luna membuat Allard bergetar, lelaki itu langsung berlari ke ruangan tempat Luna berada. Tubuh wanita itu sudah di tutup kain putih.

''Apa-apaan ini! DIA BELUM MATI!''

Allard membukanya kainnya dengan kasar, lelaki itu terjatuh.

Tidak!

Luna tidak mungkin mati. Dan apa tadi? Bayi?

''Ini tidak lucu, Luna bangun atau aku akan ... akan membuatmu hancur seumur hidup!''

Perasaan apa ini yang menekan hatinya, perasaan asing apa ini yang merambat. Sial, ini sungguh sakit.

Allard berusaha bangun, menepuki kecil pipi Luna yang mendingin.

''Luna, tolong jangan main-main. Bangun dan kita siksa bersama orang yang telah membuatmu seperti ini. Kau mengandung dan membawa serta anakku mati, tidakkah kau merasa bersalah akan hal itu, hm? Kau meninggalkanku sendirian di dunia ini, sialan!''

Allard terisak. Ya, lelaki kejam itu menangis. Seluruh tubuhnya berguncang dengan tangan raksasa yang terasa meremas-remas.

''Nyawamu milikku, hanya aku yang boleh membunuhmu. Si-siapa yang mengizinkanmu mati?''

Kehadiran wanita itu memberinya warna, meskipun harus ia akui bahwa caranya salah. Tapi ... fuck!

''LUNA!''

Allard menjerit kuat, suaranya menggelegar. Kini, ia kembali ditinggalkan sendiri. Orang yang pernah singgah di hidupnya tidak membawanya pergi. Parahnya, semua orang penting di hidupnya mati di depan matanya, dan ia sama sekali tidak bisa menyelamatkan nyawa mereka.

Ayah, ibunya, Luna dan ... calon anaknya.

***

Jasad Luna sudah dibersihkan dan dimandikan, Allard membawanya ke ruangan tempat Jovan berada. Kedua mata lelaki itu menggelap.

Jovan terkekeh. Demi Tuhan di dahapan lelaki itu terbaring mayat anaknya, apa yang bisa dijadikan bahan candaan!

Jovan mendongak, menatap wajah Allard yang membeku.

''Aku tidak bisa membiarkanmu bahagia dengan anakku sementara diriku sendiri merana di dalam penjara sialan ini. Bagaimana, apa kau suka dengan hadiahku?''

Slap!

Allard langsung menusukkan pisau yang dibawanya tepat di perut Jovan, lelaki itu memutar pisaunya di dalam perut Jovan secara perlahan. Jeritan Jovan membahana.

''Kau merusak diriku, dan bahkan kau membunuh anakmu sendiri.''

Allard mencabut pisaunya, lalu menusukkannya kembali pada dada Jovan.

''Ini untuk Luna. Kuharap dia menyesal lahir dari spermamu!''

Lelaki tua itu sungguh biadab, ia masih terkekeh.

''Bunuhlah aku, Allard. Aku akan bergabung dengan anakku.''

Allard mencabut kembali pisaunya.

''Obati dia! Jangan biarkan dia mati, aku ingin dia merasakan sakit seumur hidupnya. Siksa dia setiap hari sampai ajal menjemput.''

Luna harus tahu bahwa orang yang telah membuatnya mati mendapat ganjaran yang lebih parah.

Allard mengepalkan tangannya kuat-kuat. Menyalurkan rasa asing yang terasa menyesakkan.

Ia tidak membiarkan mayat Luna dikubur. Allard akan membekukan jasad Luna dan membawa wanita itu kemanapun dirinya pergi.

Katakan dirinya gila, Allard tidak peduli.

''Apakah kau tidak tahu bahwa perbuatanmu membuat Luna tidak tenang? Ketika dia hidup kau mengganggunya, lalu setelah dia beristirahat kau juga mengganggunya. Dia ingin berada di tempat yang tenang, Allard. Relakanlah.''

Arthur pernah menasihatinya, dan yang dilakukannya adalah memukuli sahabatnya itu.

Untuk saat ini, Allard tidak butuh apapun!

Ia hanya ingin ... Luna berada di hadapannya. Hidup, membantah ucapannya seperti biasa, memikirkan berbagai macam cara untuk kabur darinya.

Allard hanya ingin ... Luna bernapas, meskipun setiap napas yang dihirup wanita itu menghantarkan kebencian padanya.

***

Allard memasuki ruangan tempat Luna terbaring kaku. Lelaki itu tersenyum lembut.

''Bagaimana keadaanmu hari ini?'' tanyanya sembari mengusap pelan pipi Luna yang pucat.

''Apa anak kita baik-baik saja?''

Kini tangannya beralih pada perut Luna yang rata dan dingin.

Wanita itu diam, tidak menyahut. Allard hanya berbicara dengan ruangan kosong dan jasad yang membeku.

''Keadaanku hari ini seperti biasa, sepi karena kau selalu menutup mata. Tidak ada lagi wanita yang berani membantahku.'' Allard tersenyum getir.

Air bening mengalir perlahan dari kedua mata abu itu.

Luna hanya diam dan mendengarkan semua keluh kesahnya, ocehannya, kemarahannya. Luna bagai boneka porselen.

Allard menunduk untuk mengecup dahi Luna yang dingin dan kaku.

''Aku akan datang lagi nanti, mulai saat ini aku akan menyampaikan berita gembira saja, agar kau bisa tidur dengan tenang.''

Allard tersenyum lembut, jari telunjuk lelaki itu mengelus pipi Luna yang dingin.

Menghela napas panjang yang terasa amat menyesakkan. Allard berjalan pergi, meninggalkan ruangan mewah tempat jasad Luna berada.

Wedding Doll, begitu mereka menyebutnya tentang Allard dan Luna.

TAMAT