"Cara semesta mempertemukan kau dan aku adalah takdir."
-adpdita-
Aku terkejut ada seorang lelaki summits sendirian, hanya membawa satu carrier di pundaknya. Aku dan Vania hanya saling pandang dengan kebingungan.
"Namaku danil, boleh aku minta tolong?" Ucapnya.
"Namaku Vania, dan Ini Neke. Boleh kalau bisa membantu pasti dibantu." Ucap Vania.
Aku langsung cemberut dan kesal pada Vania, aku sangat tidak suka jika di panggil 'Neke'.
Danil menceritakan apa yang terjadi pada kelompoknya, dia berasal dari Jawa Tengah, tepatnya di daerah Yogyakarta. Dia meminta tolong kepada kami untuk menunggu dan menolong temannya dibawah yang sedang sakit karena kecapekan. Aku dan Vania-pun menunggu mereka datang sambil duduk diatas pohon yang sudah tumbang didekat jalur, tetapi sudah lama kami menunggu mereka tidak datang juga. Akhirnya Vania memutuskan untuk naik menuju pos 7 menemui Dimas dan Raffi, Karena ini sudah terlalu lama, mereka beruda pasti mencemaskan kami. Aku mengizinkan Vania pergi sendirian karena jarak ke pos 7 cukup dekat.
"Punya pacar neng?." Tanya Danil tiba-tiba, mungkin dia ingin mencari topik pembicaraan supaya kami semakin akrab karena semenjak karena sejak Vania pergi aku hanya terdiam.
"Panggil aja Cia, banyak dong pastinya." Ledekku.
"Nanti pulang dari Slamet cerita ya sama pacarnya kalo kamu bertemu orang utan disini." Candanya
Aku hanya tertawa. Kamipun terus berbincang sambil menunggu teman Danil datang.
"Itu mereka." Ucap Danil padaku, sambil menunjuk teman-temannya.
Aku langsung mengarahkan pandanganku ke mereka.
"Mila, Reza, Evan. Aku disini." Teriak Danil.
Mereka bertiga melambaikan tangan dan bergegas menuju tempat kami.
Sesampainya mereka dihadapku, aku langsung mendekati perempuan yang bernama Mila itu.
"Apa yang kamu rasain sekarang?." Tanyaku.
"Cape, pusing, mual." Jawabnya.
Aku langsung mengambilkan tolak angin didalam tas P4K yang aku bawa dan memberikan padanya, karena aku pikir dia masuk angin.
"Terima kasih teteh baik deh." Ucap Mila.
"Habisin mil, cepet sembuh ya." Ocehku pada Mila.
Aku salut pada Mila karena dia sudah tidak enak badan semenjak berada di basecamp, mungkin karena capek di jalan, dan sekarang dia sudah sampai pos 6. Apalagi dia perempuan sendiri dalam kelompoknya, pasti apapun yang dirasa dia pendam sendiri.
"Huuek... huuek... huuek..." Teriak Mila.
"Mutahin aja mil, paksa." Kataku.
Aku langsung memijat leher Mila, supaya dia bisa mutah.
"Huoooo....", Mila muntah, lalu dia duduk ditempatku duduk tadi.
Aku memberikannya minum dan madu untuk menambah energinya.
"Alhamdulillah, aku udah mendingan. Makasih ya teh." Ucap Mila.
"Sama-sama." Jawabku
"Mil, naik yuk, kasihan teman cia dari tadi menunggu." Ajak Danil.
Kami semua naik dan bergegas menuju pos 7. Ketiga temanku menungguku dengan rasa khawatir.
"Hay!" Teriakku setelah melihat mereka di pos 7.
"Cia, akhirnya." Teriak mereka bertiga.
Kami semua langsung bergegas naik karena jam sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi, ini sudah terlalu siang untuk pergi summits.
Pos 7 sampai Pos 8 (20 menit.)
Pos 8 sampai Pos 9 ( 20 menit)
Pos 9 (pelawangan) sampai puncak (2 jam.)
*****
"Puncak!." Teriak Raffi.
Aku menangis memeluk Vania. Kulihat dunia dipuncak Slamet, air mataku semakin deras, Kutatap semua temanku, kami mendekat dan merangkul bahu menjadi satu.
"Alhamdulillah." Teriak kami dalam rangkul bahu.
Setelah melepaskan bahu masing-masing. Kami langsung sujud syukur, bertemiakasih pada Allahta'ala dan semesta yang sangat indah.
Kulihat luas dunia dengan mataku, air mataku tak berhentinya menetes karena bahagia. Hatiku sangat senang, bedan dan masalah yang aku rasakan kini sudah tidak kurasakan, hanya perasaan syukur dan haru bahagia yang aku rasakan.
Kami duduk di atas bebatuan, melihat kawah sembari menikmati kopi. Diatas awan ini kami menceritakan semua pengalaman dengan teman baru kami. Batu,awan,belerang mereka menjadi saksi betapa hangatnya pembicaraan kami.
Aku berdiri untuk memotret pemandangan yang sangat indah. Kamipun mengabadikan moment bersama, selfie, foto memegang tulisan puncak gunung. Kami memotret sesuai keinginan masing-masing.
Tiba-tiba Danil menghampiri ku.
"Cia, boleh aku minta nomor wa(whattsapp) kamu?" Tanya Danil.
Aku hanya memandang wajahnya.
"Kapan lagi coba ada orang utan minta nomor wa sama biadadari." Ledek Danil.
Aku tertawa, aku pikir memberi nomor wa padanya bukanlah sesuatu yang hebat. Yang aku pikirkan cuma ingin menambah teman untuk berbagi pengalaman. Akupun mengejakan normorku pada Danil.
"Hah? Sudah jam 13.00 siang?." Teriak Danil.
Kami semua sontak kaget. Dan segera merapikan peralatan untuk segera turun. Ku langkahkan kaki perlahan meninggalkan puncak kebahagiaan ini bersama teman-temanku. Puji syukur tak hentinya ku ucapkan dalam hati. Masalah, beban, luka, ah semuanya telah hilang pada diriku.