Perasaan canggung itu membuat Arslan berinisiatif mengajak Annisa untuk melihat kelas mereka berada. Mereka berjalan sambil menikmati suasana sekolah, dan juga berbincang-bincang tentang pribadi mereka masing-masing. Dan ketika mereka tiba di dekat kelas mereka berada, mereka berdua mendengar keributan yang terjadi disana. Segera Arslan dan Annisa menuju kearah kerumunan yang menjadi tempat keributan itu. Tepatnya keributan itu terjadi di depan kelas mereka.
"Jadi kalian berdua ngga akan minta maaf sudah merusak sepedahku?". Tanya seseorang murid cowok, dengan perawakan yang cukup tinggi sekitar 160 sentimeter, dan wajah yang cukup garang diusia nya. Arslan mengenal orang itu, ia adalah anak kelas 3, sudah sering berbuat onar juga di masa kehidupan Arslan sebelumnya.
Arslan yang melihat itu hanya mendesah pelan. " jadi, kejadian ini ngga berubah…". gumam Arslan saat melihat kejadian didepan matanya.
Terlihat 2 orang murid cowok yang tertunduk, dan sepertinya takut dengan orang didepannya.
" tapi kak, kami tidak sengaja menjatuhkan sepeda kakak. Juga sepeda kakak tidak ada yang rusak, Hanya lecet saja..". sahut salah satu dari 2 murid yang tertunduk takut itu.
"Oh! Jadi kalau sepeda ku Cuma lecet, kalian ngga mau ganti rugi gitu?"
"bukankah kami sudah memberi kakak uang untuk ganti rugi tadi kan?"
"kalian kira 10ribu cukup? Aku butuhnya 50ribu!!! Sepeda ku itu mahal! Bukan kayak sepeda kalian yang butut!"
Arslan dan Annisa yang sedari tadi melihat keributan itu, menjadi resah. Terutama Annisa yang Nampak takut melihat percekcokan itu. Arslan yang melihat Annisa menunduk dan hanya sedikit mencuri pandang ke arah keributan itu, berusaha menenangkan Annisa.
"nis, kamu gapapa?"
Anis mendongak, melihat ke arah Arslan. "gapapa kok. Aku Cuma ngga nyaman aja"
Arslan yang mendengar itu hanya tersenyum kecut. Dia tidak mengira Annisa yang sebenarnya periang ini punya sisi ketakutan karena kejadian yang menurut Arslan adalah hal sepele.
"kamu mau aku bantu mereka berdua?". Tanya arslan yang seketika membuat Annisa terkejut.
"kamu mau bantu mereka? Ngga, mending jangan ikut campur urusan mereka. Aku ngga mau kamu kena masalah sama kakak kelas gara-gara kamu ikut campur urusan orang Bengal itu…". Ucap Annisa khawatir akan tindakan Arslan. Saking khawatirnya Annisa memegang tangan Arslan tanpa ia sadari.
Arslan Cuma bisa tersenyum melihat tingkah Annisa yang menurutnya menggemaskan. Segera ia menepuk kepala Annisa pelan, berusaha menenangkannya.
"Nis, kamu tunggu disini saja". Setelah mengusap dan mengacak rambut Anis sedikit, Arslan pun bergegas menuju 3 orang yang sedang membuat kerusuhan itu. Perilaku Arslan terhadapnya membuatnya semakin tersipu malu. Rasa gelisahnya pun bertambah, ia tidak ingin Arslan terkena maslaah di hari pertamanya masuk SMP.
" yo, kakak kelas!". Teriak Arslan sehingga mengagetkan mereka bertiga.
Mereka bertiga saling bertatap pandang, kebingungan menjalar di diri mereka ketika Arslan berjalan mendekat menghampiri mereka bertiga.
"ada apa? Kamu siapa?". Tanya si cowok garang itu.
"aku teman sekelas mereka, dan bukankah sebentar lagi jam masuk pelajaran? Kakak membuat keributan yang tidak perlu disini.." kata Arslan menegaskan.
"keributan? Dari mananya yang rebut? Aku hanya meminta ganti rugi ke mereka. Dan apa ini? Kau mau menjadi pahlawan di siang bolong?"
"maaf kalau aku mengganggu kakak. Tapi seperti yang sudah kudengar tadi disana, bukannya mereka sudah membayar ganti rugi?"
Cowok garang itu hanya tersenyum sinis. " iya, kau benar. Dan juga kau dengar juga kalau ganti rugi mereka itu kurang?". Ujar cowok itu yang berusaha menekan Arslan.
"so, kalau mereka membayar sisanya, apa kakak tidak akan melanjutkan perdebatan ini lagi?"
"ya,tentu saja. Aku akan melupakan permasalahan ini." Katanya ketus.
Dua cowok itu pun setengah terkejut mendengar perkataan Arslan. Bagaimana mungkin dia bicara seenaknya seperti itu tanpa berbicara dulu dengan mereka. Ditambah… mereka sudah tidak memiliki uang untuk diberikan kepada kakak kelas itu. Namun mereka hanya diam tanpa kata, tidak ingin menambah masalah lagi yang akan membuat mereka terlibat permasalahan dengan kakak kelas.
Arslan pun merogoh sakunya, mengambil 4 lembar uang 10ribuan dan menjulurkannya ke hadapan cowok garang itu.
"ini, ambil. Dan segera pergi dari sini…". Sikap arslan pun membuat murid-murid disekitar terperangah kaget. Untuk seorang anak kelas 1 SMP, membawa uang segitu sudah cukup membuat mereka mengira Arslan adalah anak orang kaya, namun sebenarnya bukan. Itu adalah hasil tabungan Arslan yang ia kumpulkan setiap hari raya Idul Fitri ketika mengunjungi kerabat-kerabatnya. Arslan masih mengingat dengan jelas dimana dia menyimpan uang tabungannya itu dirumah.
"wah wah, ada anak orang kaya disini". Cowok garang itu pun segera menyabet uang yang diberikan arslan, dan menyimpannya di saku dadanya. "oke masalah ini selesai, tapi…". Cowok garang itu mendekat kearah arslan hingga hanya setengah meter jarak mereka saat ini. " namaku Deren Aria Sumarja. Siapa namamu?"
"Arslan Lay". Jawab arslan dengan nada datar.
"bagus, keliahatannya kamu punya nyali. Temui aku sepulang sekolah di lapangan belakang sekolah ini, adik kelas Arslan…". Kata cowok yang bernama deren itu. Ia pun pergi dengan tertawa senang, bahwa sepertinya ia akan mendapat mainan baru.
Arslan hanya memandangi Deren yang berlenggang pergi tanpa menghiraukan pandangan jijik dari semua anak kelas 1 yang melihat deren saat itu. Yang tidak Deren ketahui, Arslan juga tersenyum licik seakan ia akan mendapat jackpot hari ini.