Cuaca sangat panas hari ini, padahal menurut Arslan tadi pagi itu cuacanya lumayan dingin. Saat ini ia sedang berada di perpustakaan sekolah. Dahulu saat di kehidupan sebelumnya, perpustakaan adalah tempat favorit untuk dirinya bersantai dan sembunyi dari keramaian sekolah. Namun sekarang perpustakaan akan menjadi tempat paling utama di sekolah ini, untuk dia selalu datangi. Banyak buku yang sepertinya menarik untuk ia baca, karena di kehidupan sebelumnya, untuk membeli buku Novel dengan cerita menarik itu sangat mahal. Namun lambat laun teknologi semakin maju, dan banyak orang yang bercita-cita menjadi penulis, akhirnya dapat mempubliskasikan cerita mereka hanya dengan lewat smartphone.
Untuk sekarang Arslan hanya harus fokus kepada tujuannya. Karena tidak mungkin waktu akan terulang ketiga kalinya. Ia harus memanfaatkannya dengan benar saat ini. Lalu tak sengaja terbesit dalam otaknya tentang menulis novel.
"oh iya, kenapa aku tidak menulis novel saja? Aku masih ingat jelas, ada tiga cerita fiksi realistis yang sangat menarik. Mungkin aku bisa menulisnya kembali, dan mengirim tulisannya ke penerbit". Arslan tersenyum merekah ketika bau uang akan mengalir dalam hidungnya sebentar lagi. Ia sudah tidak sabar. Dirinya tidak peduli dengan Hak Cipta, karena yang membuat karya-karya tersebut belum lahir saat ini.
Segera dengan cepat Arslan pergi dari perpustakaan dan bergegas kembali ke kelas nya. Ia ingin mencoba menulis 1 bab tiap novel yang ia ingin kirimkan ke penerbit nanti. Jika ia masih ingat dengan benar isi semua novel itu, bisa dipastikan ia akan kaya dengan royalti yang ia dapatkan dari penerbit.
Dengan cepat Arslan menulis kembali bab dari satu novel yang ia ingat, yaitu novel yang berjudul Superchrome. Mengisahkan tentang tiga anak muda yang menemukan konspirasi tentang peninggalan bersejarah di tanah jawa, intrik nya sangat kompleks, sehingga menjadikan Novel itu sebagai Best Seller di tahun 2025 yang akan datang. Penulis Novel tersebut seingat Arslan baru berumur 18 tahun, namun sudah menjadi penulis termuda sukses pada jaman itu. 5 tahun lamanya Arslan membaca Novel itu berulang kali, karena ia merasakan berada dalam cerita itu saat membacanya.
"Arslan, kau sedang apa?". Terdengar suara seorang gadis yang memanggilnya.
"oh, Anis? Eum, aku sedang menulis cerita. Ada apa? Apa ada sesuatu yang penting?". Tanya arslan padanya.
"tadi aku keruang guru, di panggil sama ibu Fitri, wali kelas kita. Kata bu Fitri, besok setelah jam istirahat kita disuruh datang ke ruang osis. Untuk rapat pelantikan anggota Osis yang baru"
"begitu ya, baiklah kalau begitu. Besok kita berdua berangkat ke ruang osis sama-sama". Ucap Arslan
Annisa pun hanya mengangguk pelan. Ia pun segera pergi, takut menganggu Arslan yang sepertinya sangat serius mengerjakan tulisannya itu. Arslan pun kembali bergulat dengan pemikirannya tetang novel itu, bagaimanapun ia harus menulis sesuai yang ada di buku novel tersebut. Serinci dan se-teliti mungkin, karena satu kata saja yang salah akan mengubah alur cerita novel itu.
***
Ditempat lain, di Kelas 3D.
" Oi, Deren… kau jadi menghajar anak kelas satu itu ngga?"
Terlihat 10 orang murid laki-laki yang sedang duduk melingkar dipojok kelas. Mereka adalah Deren dan anak-anak gengnya. Bahkan anak sekelas tidak ada yang berani menatap mereka, hanya saling berbisik dan berbincang dengan teman mereka masing-masing. Deren adalah anak berandalan yang membawahi 10 murid berandal lainnya yang ada di kelas 3. Tidak banyak geng berandalan di sekolah ini. Kalaupun ada anak berandal seperti Deren, tidak ada yang menyamai jumlah mereka. Maka dari itu Deren dan antek-anteknya sangat ditakuti oleh murid-murid sekolah Patra.
"Tentu saja, dia tidak akan lolos dariku. Berani sekali bocah kelas satu mau jadi sok pahlawan. Kalau dibiarkan, yang lain juga akan seperti dia". Ujar deren yang segera disambut gelak tawa oleh teman-temannya.
Disisi Lain di kelas 1C, tepatnya di depan kelas, terlihat Annisa dan Tino sedang mengobrol dengan sangat serius.
"Buat apa aku bantuin dia?"
Cowok ini adalah Tino Kurniawan, Murid yang terpilih menjadi sekertaris kelas 1C. Bisa dibilang Tino juga anak berandalan, namun prestasi di bidang Olahraganya sangat bagus, jadi sikapnya yang suka memprovokasi dan mengajak bertarung dengan anak lain itu tertutupi oleh prestasinya. Tino memiliki perawakan yang tinggi sekitar 167cm, dan kulitnya yang gelap membuat ciri khas tersendiri untuk pribadi Tino. Tubuhnya sangat atletis, karena ia dapat menguasai semua bidang olahraga manapun.
"Kumohon Tino, aku tahu kamu kepala geng anak kelas 1, karena hampir semua cowok nakal di kelas 1 adalah anak-anak gengmu, mereka semua teman satu desa denganmu kan?"
"ya terus? Urusannya apa sama aku bantuin Arslan? Kan, Arslan yang mulai ikut campur urusan kakak kelas itu"
"iya aku tahu, tapi kita itu teman sekelas, apa salahnya teman sekelas itu saling membantu?"
"begini annisa, aku ngga ada masalah sama Arslan dan juga sama kakak kelas itu. Aku ngga mau bantu arslan bukan karena takut, ataupun aku ngga suka sama arslan. Lagipula Arslan temenku sejak SD, makanya aku ngga pernah gangguin dia. Tapi sikap mu yang seperti ini, ngemis-ngemis sama aku, hanya untuk buat aku bantuin Arslan, itu yang buat aku ngga ada minat sama sekali buat bantuin dia…"
Tino dengan sikap acuhnya, pergi begitu saja meninggalkan Annisa yang mulai menitikkan air matanya. Annisa sangat putus asa, kemana lagi ia harus minta bantuan untuk menolong Arslan. Jika ia melaporkan ini kepada guru, tidak memungkinkan jika Deren dan gengnya akan lebih intens lagi untuk memprovokasi dan mengganggu Arslan selama di sekolah ini, itu yang Annisa takutkan.
Masih dikelas 1C, Arslan Nampak bahagia dari raut mukanya. Ternyata ia telah berhasil menyalin novel Superchrome 2 bab langsung dan sama persis dengan Novel yang ia baca. Ia pun terus melanjutkan menulis 2 bab lagi hingga tak terasa hari sudah siang, dan jam menunjukkan pukul 1 siang, dimana Bel pulang sekolah berbunyi. Arslan yang mendengar bel itu segera merapikan alat tulis dan buku-bukunya ke dalam tas ransel miliknya.
Ia sedikit melirik kearah luar kelas dan bergumam pelan, " Aku sudah selesai untuk serius, sekarang waktunya untuk bermain…". Ucap Arslan yang diakhiri oleh senyuman yang terlihat sangat menakutkan jika ada orang melihatnya. Bukan senyuman hangat yang biasa ditunjukkan Arslan kepada-teman-temannya, namun senyuman jahat yang Nampak seperti ia akan membunuh seseorang.
Segera Arslan beranjak dari bangkunya, dan dengan cepat berjalan menuju ke tempat yang sudah di janjikan, Lapangan belakang sekolah. Tempat dimana Deren dan teman-temannya yang sudah menunggu Arslan.
Annisa, Yeri, Yosi, dan Tino hanya dapat memandang Arslan yang berjalan keluar kelas dengan tergesa-gesa. Entah peristiwa buruk apa yang akan terjadi pada hari pertama mereka di SMP ini.