Oh iya di sini aku bakal memperjelas isi telpon mereka oke
"Hallo"
"Hallo, Bos," sahut suara di seberang sana.
"Kenapa Azra?"
"Maaf Bos ini Safira, bukan Azra," jawab Safira.
"Kok hp Azra bisa sama elu?" tanya Liana bingung.
"Anu … Bos," omongan Safira terpotong.
"Gak usah pake bos bos kalo di luar markas. Santai aja ama gw. Jadi Azra kenapa?"
potong Liana.
"Azra di rumah sakit, Li. Dia … hiks dia … hiks hiks dia koma … hiks hiks," jawab Safira
dengan tangisan.
Liana yang mendengar tangisan Safira buru-buru langsung menanyakan keberadaan
Safira saat ini dengan panic. Pasalnya Liana sudah menganggap Safira sebagai adiknya.
"Lo di mana, Dek. Bilang gw lo di mana?!" kata Liana dengan nada khawatir.
"Di RS milik lo. Kak," jawabnya.
"Oke, lo tunggu gw," sahut Liana. Luna dan Tania yang dari tadi diam langsung
menanyakan apa yang terjadi .
"Lo napa Li? Kok kaya buru-buru gitu?" tanya Luna.
"Lo berdua ikut gw. Kita ke RS jenguk Azra dan nenangin adek gw. Ayok!" sahut Liana.
"Lah, terus tas kita gimana?" tanya Tania.
"Urusan tas bisa sama abang gw. Gw udah SMS abang gw. Jadi gak usah khawatir. Ayok!"
Mereka pun berlari ke arah parkiran dan langsung menuju rumah sakit dengan
mengebut.
"WOI! GW BELOM MAU MATI!" teriak Tania, sedangkan Luna hanya berdoa.
Saat mereka sudah sampai, mereka turun dari mobil dan langsung menuju ruang inap
milik Azra.
***
BRAK!
Liana mendobrak pindu dengan keras. Safira yang mendengar dobrakan pintu itu kaget.
Dia langsung menengok ke arah pintu dan mendapatkan sang kakak dengan napas yang
ngos-ngosan. Safira yang melihat kakaknya datang langsung lari dan memeluk sang
kakak lalu menangis di pelukan sang kakak. Liana yang mendengar tangisan Safira
hanya bisa diam dan menenangkan Safira. Saat merasa Safira sudah tenang, Liana
langsung menanyakan apa yang terjadi.
"Kenapa Azra sampai koma? Siapa yang melakukannya hmm?" tanya Liana menahan
amarah.
Luna dan Tania yang merasahan hawa tidak menyenangkan keluar dari tubuh Liana
langsung mendekat dan menenangkan Liana. Safira yang menyadari kakaknya sedang
menahan amarahnya hanya diam dan ikut menenangkan sang kakak angkatnya ini.
"Tenang, Kak. Udah gw urus kok jadi gak usah khawatir," jawab Safira. Liana yang
mendengar jawaban sang adik hanya mendengus kasar dan berusaha tenang.
"Okay, kalo lo kesusahan ngurusnya bilang Kakak oke? Dengan senang hati Kakak bantu
elu," kata Liana. Safira yang mendengar jawaban sang kakak hanya mengangguk.
"Lo yang sabar ya, Fir. Berdoa aja semoga Azra cepet bangun," celetuk Luna.
"Iya, berdoa aja semoga kekasih lo cepet bangun," timpal Tania.
"Iya, Kak," jawab Safira. Hening seketika belum ada yang menyadari ucapan Tania,
1…
2…
3…
"EEEH? APAAA? E-ENGGAK, DIA B-BUKAN PA-PACAR GW!!" teriak Safira dengan muka
yang merah seperti tomat. Liana yang melihat adiknya ini salting hanya terkekeh.
"Hee … kalo bukan pacar kenapa lo khawatir hmm?" goda Tania. Muka Safira semakin
merah.
"Emang kenapa ama temen sendiri?" sahut Safira.
"Temen apa temen hmm?" goda Luna yang sudah gemas dengan tingkah Safira.
Muka Safira sekarang sudah merah seperi tomat. Liana yang sudah gemes dengan
adiknya ini hanya mencubit pipinya
"Sudah sudah, kasihan itu mukanya udah merah," kata Liana.
"Iya, iya." sahut Luna dan Tania dengan nada kecewa. Pasalnya mereka belum puas
menggoda Safira. Setelah berbincang-bincang akhirnya mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Liana sudah sampai di mansionnya dan masuk ke dalam masionnya dengan keadaan
sepi. Liana yang bingung menanyakannya ke Bi Asri.
"Bi, Mommy sama Daddy ke mana? Terus Bang Alex ke mana belom pulang??" tanya
Liana.
"Anu Non, Tuan dan Nyonya sedang pergi ke NY. Katanya ngurusin perusahaan di sana
dan akan pulang bulan depan. Kalo Nden Alex sedang jalan-jalan dengan temannya,
Non," jawab Bi Asri. Liana yang mengerti langsung berterima kasih ke Bi Asri dan pamit
ke kamar.
"Yaudah, Bi. Makasih ya. Oh ya, Bi, nanti bangunin aku ya kalo udah jam makan malam,"
kata Liana.
"Iya, Non," jawab Bi Asri.
Liana langsung menuju ke kamarnya. Sampai di kamar bukannya bersih bersih Liana langsung menuju kasur tidak lama kemudian Liana terlelap.
***
"Dek, bangun udah mau makan malam." Ucap Alex membangunkan Liana. Alex
menggoyangkan tubuh Liana, tapi sang empu tak kunjung bangun. Akhirnya Alex
menggunakan jurus andalannya. Alex mulai mencium seluruh wajah Liana, kecuali bibir.
Liana yang merasa terusik akhirnya terbangun.
"hmm, knp siih masih ngantuk tau." Ucap Liana terbangun.
"Bangun. Sana mandi abis itu turun ke bawah kita makan. Oh iya, temen
abang nginep di sini seminggu. Lo ajak aja Luna sama Tania buat nginep di sini jadi lu
gak cewe sendiri di sini," kata Alex.
"Iya bawel," jawab Liana. Akhirnya Liana menge-chat para sahabatnya itu.
Group The Angel
Liana
P
P
P
Luna
Hmm
Tania
Hadir
Liana
Lu pada mau nginep gk
Gw cewe sendiri di sini
Luna
Emang bonyok lu kmn??
Liana
Biasa. Yaudah lu pada mau gak
Mumpung di sini ada Leo dkk
Tania
OTW!!!!!!
Luna
Yeee pas ada sebutan 'Ranggak dkk'
Langsung 'OTW'. Dasar bucin lo
Tania
Bacot lo cepetan otw gw dah mau nyampe
Luna
Lu mau nyampe?? Gw dah dari tadi
Tania
Lah cepet amat
Luna
Niat gw emang mau nginep
Soalnya gw dah dihubungin ama bonyoknya tuh bocah
Gw disuruh nginep di sono jadi gw udh otw dari tadi
Tania
Woooh begitu
Liana
BERISIK!!!!!
Luna
MAMPUS!!!!!!
Tania
:')
"Dek, turun, ada temen kamu nih!" teriak Bang Alex. Liana yang mendengar teriakan abangnya itu langsung turun ke bawah. Saat Liana sudah sampai, dia melihat sahabat abangnya dan juga sahabatnnya di meja makan pun langsung menuju ke meja makan.
"Lama lo Liana. Dah tau perut gw udah demo," kata Leo. Liana yg mendengar ucapan Abang Leo hanya melirik.
"Itu mah mau lo aja kali, Bang," sahut Luna kesal. Leo yang mendengar itu hanya menyengir.
"Yaudah gak usah debat di depan makanan. Gak baik," kata Tania bijak. Akhirnya mereka makan
dengan canda tawa.
Selesai makan mereka berkumpul di ruang keluarga. Saat mereka duduk, tiba-tiba Liana
menangis pilu. Mereka yang baru duduk panik sekaligus bingung, terkecuali Luna. Luna sudah
mengetahui bahwa itu bukan Liana melainkan Prisila. Prisila adalah penunggu pohon di depan
mansion Liana. Dia memang selalu menangis. Saat ditanya pun selalu saja menghidar. Mereka
pikir mungkin sosok itu malu atau takut jadi mereka membiarkan itu dan memberikan waktu
untuknya dan sepertinya sekarang waktunya.
"Prisila, apa kau sudah bersedia bercerita pada kami sekarang?" tanya Luna. Mereka semua
hanya diam dan menyimak pembicaraan mereka.
"Hiks hiks … jadi hiks gini hiks …."
Flashback Prisila.
Di saat hujan turun, ada seorang gadis yang menangis melihat jasad kedua orang tunya yang
berlumuran darah. Gadis itu menatap tajam pembunuh tersebut.
"APA YANG KAU LAKUKAN PADA ORANG TUAKU HAH?!" teriak gadis itu pada orang tersebut.
Orang yang diteriaki hanya tersenyum.
"Yang aku lakukan? Ya membunuh dan mengambil hartanya lah. Apalagi memang?" ucap Sherin.
Prisila menatap tantenya itu dengan tatapan membunuh.
"YOU'RE NOT MY AUNT! YOU'RE A KILLER! YOU'RE CRAZY! YOU'RE PSYCHOPATH! YOU REALLY
DON'T KNOW YOURSELF BITCH!" teriak Prisila yang sudah muak dengan tantenya ini, sedangkan
Sherin hanya tertawa mendengarkan omongan Prisila.
Setelah itu Sherin berencana membunuh Prisila dengan perlahan. Sherin memanggil beberapa
pria untuk masuk dan menyuruh memakai Prisila. Pria-pria itu hanya tersenyum dan
menjalankan perintah bosnya.
"KALIAN MAU APA HAH?! LEPASIN GW! LEPAS!" teriak Prisila, tapi apalah daya kekuatannya tak
sekuat pria-pria itu, sedangkan Sherin, dia hanya menonton acaranya tersebut
6 jam kemudian.
Kondisi Prisila sekarang sangat buruk. Dia sudah tak suci lagi. Bahkan sperma para laki-laki itu
sampai keluar. Sherin menghentikan kegiatan mereka, Sherin mengambil pisaunya yang tadi dia
pakai untuk membunuh orang tua Prisila.
"Sudah-sudah. Bagaimana hmm?" tanya Sherin.
"Waah, Bos. Enak banget , Bos. Walau dia tidak terlalu jago, tapi dia nikmat sekali," jawab salah
satu dari mereka. Sherin yang mendengar itu langsung tersenyum. Dia berjalan ke arah Prisila
lalu langsung menusuk perut Prisila.
"A-apa ya-yang kau lakukan?" lirih Prisila.
"Tentu saja membunuhmu HAHAHAHAHAHA!" Jawab Sherin dengan tertawa gila, lalu tak
tanggun- tanggung Sherin menusuknya bertubi-tubi dan berakhir di jantung dan di kepala. Sherin
menendang mayat Prisila untuk memastikan apakah gadis tersebut mati atau tidak. Setelah
memastikan bahwa gadis itu benar benar mati, Sherin menyuruh anak buahnya untuk
menguburnya di pohon besar di depan mansion besar itu. Setelah itu mereka meninggalkan
tempat tersebut. Semenjak itu Prisila selalu bergentayangan di pohon besar tersebut.
Flashback off.
"Oh … jadi gitu," kata Luna yang sudah mengerti jalan ceritanya.
"Iya. Jadi tolong kubur jasadku dengan baik hiks dan juga hiks tolong cari jawaban di mansionku
itu,"pinta Prisila.
"Mansionmu di mana memang?" tanya Alex yang menyimak cerita tadi.
"Mansionku di depan mansion kalian kok," jawab Prisila.
"Hah?!" pekik mereka semua kaget.
"Oh … mansion depan. Pantas saja mansion depan kosong selama 6 tahun. Ternyata kamu yang dimaksud orang-orang. Memang di mansionmu ada apa?" tanya Tania.
"Nanti kalian juga tau," jawab Prisila dengan senyum misterius.
"Yasudah, nanti kami periksa, tapi besok ya," sahut Tania.
"Terima kasih hiks hiks kalianlah satu satunya hiks yang bisa membantuku hiks terima kasih hiks." Ucap Prisila.
"Sama-sama . Sudah jangan menangis oke? Dah, cup cup cup," ucap Luna menenangkan Prisila.
Setelah selesai, Prisila pergi meninggalkan tubuh yang ia pinjam dan Liana kembali seperti
semula.
"Hiks tadi kasian banget dah ohok ohok, ampe meler ingus gw." Liana sampai batuk karena
menangis terus dan mengelap ingusnya.
"Jorok lo sono cuci muka buang ingus lo." Ucap Luna, Liana langsung ke kamar mandi untuk cuci muka,
Setelah cuci muka dia langsung balik ke ruang tamu dan mereka pun merencanakan untuk
besok.
"Jadi gimana emang di rumahnya? Ada apaan ampe minta jawaban?" tanya Tania. Liana yang
mengerti maksud Prisila akhirnya memutuskan rencananya.
"Nih gw udah ada rencana. Jadi, kan, kita bakal dateng kerumahnya besok dan gw udah ngeliat
flashback-nya kaya gimana," omongan Liana terhenti.
"Lah, tadi, kan, dia udah cerita. Gimana sih," potong Billy. Liana langsung menatap tajam Billy
karena omongannya dipotong, sedangkan yang ditatap hanya menyengir.
"Nih, besok kita keliling mansion itu aja, tapi pasang-pasangan gmn?" tanya Liana.
"Oh, oke. Nah, gw aja yang milih pasangannya!" seru Tania setelah memilih pasangan mereka
pun memilih tidur di kamar masing-masing.
***
Leo – Liana
Alex – Tania
Billy – Luna
Mereka memasuki mansion tersebut dan mengelilingi mansion tersebut sampai benar-benar tidak ada yang terlewatkan.
Liana POV
Gw dan Leo terus ngelilingin nih masion saat kita berdua ngelewatin 1 ruangan kita berhenti.
"Yo berhenti dulu, gw penasaran ama nih ruangan" ucap gw
"memang nih ruangan ada apanya??" Tanya Leo
"gak tau, tapi pas gw ngeliat masa lalunya gitu gw liat ortunya tuh masuk ke ruangan ini!" seru gw
"tapi ini ada sandinya na gmn kita masuknya?" Tanya Leo
"lo lupa siapa gw hmm?" Leo terdiam
Akhirnya gw deketin nih pintu setelah gw periksa ternya kata sandinya sangat sulit di pecahkan, gw mengingat ngingat apa yang di ketik waktu itu, gw pun memencet salah satu tombol disana ternyata dia memakai sistem computer
"Kejadian dimana Sherin diangkat di keluarga Shiran"
"tunggu apa!? Maksudnya ini mana gw tau" Ucap Leo, sedangkan gw sedang menanyakan hal itu pada Prisila setelah mendapatkan jawabannya gw langsung cepat mengetik jawabannya itu
"20 April" ketik gw. Gw liat computer itu seperti sedang loading
"SUKSES" Goca, setelah tulisan itu muncul pintu terbuka dan betapa terkejutnya kami berdua melihat ruangan tersebut,bagaimana tidak ruangan tersebut masih rapih seperti tidak tersentuh oleh siapa pun bahkan semuanya bersih tak berdebu benar benar luar biasa, saat akan ke meja aku melihat buku yang sangat taka sing bagiku
"Buku ini…."
.
.
.
.
Bersambuuung.....