Chereads / Maja Tua dari Atas Awan / Chapter 4 - Revolusi Besar Umat Manusia

Chapter 4 - Revolusi Besar Umat Manusia

'Jadi, inilah akhir perjalananku'

'Benar yang Budi katakan, aku akan mati di tengah perjalanan ini' lirih Maja.

'Tapi kenapa harus secepat ini !?' Keluhnya

Jiwa Maja melayang – layang di langit malam Rimba utara, tubuh transparannya terombang ambing, seperti anai-anai yang terbawa angin.

Maja tidak sendiri, Ratusan Ruh melayang disekitarnya, Mulai dari manusia hingga hewan dan serangga. Berbagai ekspresi terlihat di wajah masing-masing ruh, ada ekspresi Marah, Sedih, ada yang menangis bahkan ada yang tersenyum dan tertawa.

Maja termasuk ke dalam sedikit Ruh dengan ekspresi datar.

'Mereka warga desa rimba utara….Tapi dimana ruh Jaka ?' ucap Maja, Walau sudah menjadi ruh, tetapi Maja masih bisa melihat dan mendengar.

Tangisan Nakobon terdengar sayup-sayup di langit. Namun begitu, Maja tidak bisa mengendalikan tubuhnya.

Malam sudah mencapai puncaknya, Tangisan Nakobon sudah tidak terdengar, berganti dengan suara dengkuran keledai.

*THULIT~* Tiba-tiba terdengar suara seruling, Nada seruling ini tidak pernah tedengar sebelumnya oleh Maja. Suaranya membawa ketenangan, Para ruh yang melayang-layang seketika terdiam, ekspresi mereka berubah menjadi tenang.

Kesedihan dan penyesalan dalam hati Maja sirna, seperti Api yang disiram air

Perlahan – lahan para ruh terbang menuju sumber suara tersebut.

Semakin lama gerakan para ruh menjadi semakin cepat, Hingga tak lama kemudian Maja melihat sebuah sungai berwarna putih.

'Sungai ??,. Bu...Bukan ! itu kumpulan Ruh !!' Pemandangan tersebut membuat maja terkejut. Para kumpulan ruh bergabung dalam satu rombongan seperti sebuah sungai besar. Dari kejauhan Ruh-ruh dari berbagai penjuru turut bergabung dalam satu aliran.

'Luar biasa !!, Andai Saja Nakobon bisa ikut melihat pemandangan ini denganku!' ucap Maja dalam hati

Andai saja Nakobon mendengar perkataan Maja, Dirinya pasti sudah melayangkan Tendangan berputar andalannya ke muka Maja.

Maja cukup beruntung, posisinya berada di ujung pinggir rombongan, pemandangan sekitarnya terlihat cukup jelas.

'Setidaknya, aku memiliki banyak 'teman' seperjalanan' pikir Maja positif

Perjalanan kali ini, benar-benar perjalanan terakhirnya

Rombongan terus terbang di bawah gemerlapnya bintang, diiringi alunan seruling yang membawa ketenangan jiwa.

Maja sangat menikmati perjalalan terakhirnya. Hatinya dipenuhi rasa penasaran.

Tak lama kemudian, dari kejauhan terlihat sosok raksasa sedang duduk bersila di atas kumpulan awan.

Sosok itu adalah seorang wanita!, Matanya tertutup, Rambut abu-abunya diikat seperti Konde. Bibir birunya terlihat sedang meniup sebuah seruling bambu berwarna hijau tua. Jubahnya yang berwarna hitam melayang-layang seperti ditiup angin semilir, menutupi kulitnya yang putih pucat seperti mayat.

'Utusan Dewa Kematian !!' Teriak Maja dalam hati

'Tidak salah lagi!, Mirip sekali seperti deskripsi dalam buku!' ungkapnya

Utusan dewa kematian, Perwakilan Dewa kematian yang bertugas membimbing ruh menuju alam reinkarnasi. Wujudnya bisa beragam dan berbagai jenis kelamin, Mereka tersebar ke berbagai penjuru alam semesta.

Berpindah tempat dari malam ke malam.

Malam hari memang waktu dimana pembatas antara dimensi ruh dengan alam reinkarnasi sedang dalam keadaan lemah.

Tidak banyak yang diketahui mengenai mereka, Hanya pendekar – pendekar dengan level yang sangat tinggi dan pendekar yang menguasai seni ruh saja yang mampu melihat sosok mereka.

Utusan dewa kematian dihadapan Maja berukuran sangat besar, Sebesar gunung tertinggi di Atas Awan.

'BESAR!!, BESAR SEKALI !!' Ucap Maja terkejut sambil menatap ke arah dada sosok tersebut.

Rombongan ruh pria dari rimba utara terlihat menunjukkan ekspresi tidak pantas ketika melihat sosok wanita di depan mereka.

'Dasar Bandit !, Sekali bandit selamanya akan menjadi bandit!, sekalipun dalam kematian!' Umpat Maja dalam hati, tanpa sadar dirinya memiliki ekspresi yang sama dengan ruh yang dikatai bandit olehnya.

Di samping wanita tesebut terdapat sebuah portal besar berwarna hitam, Para ruh terlihat terbang masuk ke portal terebut.

'Portal menuju alam reinkarnasi!, Semoga saja Dewa kematian sudah menyiapkan sesuatu yang bagus untuk kehidupanku selanjutnya' Harap Maja dalam hati

'Oh Dewa Kematian! Penguasa Alam reinkarnasi dan pembentuk Takdir!, Padamulah kurendahkan diriku!. Jadikanlah aku seorang pemuda tampan, genius dan terlahir dari keluarga kaya, disayangi oleh seluruh alam dan di idolakan oleh bidadari langit!' Doa Maja dalam hati

*FLASH* Seketika dari sinar terang muncul menerangi langit!

Suasana malam seketika menjadi terang benderang seperti siang hari! Bumi dan langit bergetar untuk sesaat!

'WAAH ! APA LAGI INI ??'

'A….APAKAH DOAKU TERJAWAB ?! APAKAH AKHIRNYA NASIB KU AKAN BERUBAH !?' Harap Maja dalam Hati.

Bersamaan dengan getaran tadi, Portal menuju alam reinkarnasi tiba-tiba tertutup

Seluruh pendekar sakti merasakan adanya perubahan besar dalam hukum alam

Para ruh tiba-tiba mampu mengendalikan tubuh mereka! Sontak saja sebaian ruh berlarian menjauhi utusan dewa kematian.

Sebagian besar ruh termasuk Maja, Memilih untuk diam dan menyaksikan peristiwa menakjubkan tersebut.

Di salah satu puncak bukit di pegunungan barat perguruan atas awan.

Yudhistira yang sedang bertapa membuka matanya, matanya mengeluarkan cahaya kebiruan.

Pandangannya menembus dimensi para ruh.

"Sepertinya sudah dimulai" Ucap Yudhistira tenang

Yudhistira kembali memejamkan matanya, dan tiba-tiba Ruh yudhistira meluncur keluar dari tubuhnya dan dengan cepat terbang ke arah sinar tersebut.

Kejadian ini hanya dapat disaksikan di dimensi ruh, Dimensi kehidupan tidak merasakan apa-apa.

Bulan dan bintang tetap menghiasi langit malam.

Seketika Si Wanita raksasa menghentikan permainan sulingnya. Matanya yang tertutup perlahan terbuka, menunjukkan pupil mata berwarna abu-abu seperti rambutnya.

Ekspresinya tenang menatap ke arah langit, ke sumber cahaya tersebut.

Dari langit muncul bola matahari berwarna kuning. Walau tidak sebesar sosok wanita tersebut, aura yang dikeluarkannya membuat bumi dan langit dimensi ruh bergetar!.

"Atas Titah Paduka Rajendra, Raja Agung Umat Manusia, Mulai detik ini alam reinkarnasi terlarang untuk masuk ke Negeri Manusia!" Suara seorang pria keluar dari sosok matahari tersebut.

Suaranya tidak terlalu besar namun bernada tegas. Terdengar ke segala penjuru langit

"Pergilah Muni!, Malam ini malam terakhirmu menginjakkan kaki di Bumantara!" ucap sosok Matahari tersebut.

Bumantara adalah nama kerajaan Manusia di bawah naungan Rajendra. Dari nada bicaranya, sosok Matahari tersebut seperti sudah akrab dengan utusan Dewa kematian yang bernama Muni.

"Ras-ras di alam semesta semakin arogan, Apakah manusia sanggup menerima amarah tuanku ?" balas Muni dengan tenang

"Kalau para Dewa bisa melakukannya, mengapa manusia tidak bisa ?" terdengar suara pria dari arah yang lain. Suara yang sangat akrab terdengar di telinga Maja

'Gu..GURU !!?' Maja terkejut melihat sosok yang baru saja datang

Yudhistira datang!, Dibelakangnya terlihat bayangan pedang besar berwarna biru terang. Siapapun yang melihatnya akan merasa jiwanya tercabik!

"Kalian hanya akan mendatangkan kehancuran pada diri kalian sendiri, Tuanku pasti sudah merasakan perubahan hukum alam di bumantara" balas Muni dengan tenang

"HAHAHAHA! Tuanmu tidak akan datang! Raja Kami tidak akan membiarkannya masuk ke Bumantara walau selangkah!" Sosok lain kembali muncul

Maja sama sekali tidak mengenal sosok tersebut, termasuk dalam buku yang pernah ia baca.

Sosok tersebut adalah seorang wanita cantik, Badannya tinggi dan langsing, terlihat kecil dibandingkan Muni dan sosok matahari tersebut, termasuk dibandingkan bayangan pedang di belakang yudhistira.

Wanita tersebut memakai baju Koki berwarna putih lengkap dengan topi panjangnya. Peralatan masak terbang dibelakangnya membentuk sebuah lingkaran. Tangan kananya memegang erat spatula, tangan kirinya memegang sebuah pisau dapur. Sorot matanya tajam menatap Muni seolah memiliki dendam!.

Mendengar hal itu, Muni mengeluarkan sebuah lampu minyak dan memegangnya di tangan kirinya. Api berwarna biru pucat muncul dari dalam lentera tersebut.

Sulingnya ia simpan di lengan bajunya, dan di tangan kanannya muncul sebuah celurit dengan rantai memanjang dari gagangnya. Rantai celurit melillit di sepanjang tangan kanan Muni seperti ular.

Muni sadar, meskipun kuasa tuannya sangat besar, namun di Bumantara kekuatan Rajendra akan meningkat berkali kali lipat. Akan sulit menembus Bumantara di bawah pengawalan Rajendra.

"Para ruh dengarkan aku!!, Larilah kalian menjauhi tempat ini !!" Teriak Muni

Baginya, tidak ada pilihan selain bertarung, seorang Utusan dewa kematian tak akan mundur dari kewajibannya menjaga keseimbangan alam semesta!

Muni tak ingin ada ruh yang hancur akibat pertarungan mereka di sini.

Keempat orang tersebut terdiam beberapa saat, seolah memberikan waktu kepada para ruh untuk pergi.

Para ruh pun bergegas lari menyelamatkan diri mereka

Hanya saja sebagian ruh justru tidak mau pergi, mereka hanya menjauh untuk kemudian berhenti ingin menonton adu sakti para pendekar di depan mata mereka, sebagian dari mereka mungkin belum pernah melihat pertarungan antar pendekar seumur hidupnya.

"Dasar bocah – bocah nakal!" Melihat kelakuan ruh nakal tersebut yudhistira mengeluarkan sebuah kipas kecil dan mengibaskannya dengan kencang.

Sontak ruh-ruh nakal tadi terpental menjauhi medan tempur keempat makhluk sakti tersebut.

Termasuh Maja! Ruhnya terhempas dengan kecepatan tinggi terbawa angin!

"AAAAAHHH !! KURANG AJAR KAU YUDHISTIRAAA!!!" Teriaknya

Melihat tidak ada lagi ruh mati disekitarnya, Muni dengan cepat mengangkat lampu minyak di tangan kirinya keatas, api biru dalam lentera menjadi semakin terang, menyaingi cahaya sosok Matahari di atasnya.

Melihat hal tersebut, Yudhistira dan Koki wanita menerjang Muni dengan segala kekuatannya dan *BOOM* benturan besar energi terjadi!

Maja tidak tahu bagaimana pertarungan malam itu terjadi.

Yang jelas, Pertempuran terjadi di seluruh galaxy di Bumantara!

Malam itu, Umat manusia berontak terhadap aturan semesta

Menulis ulang hukum alam dan Menantang Dewa Kematian!

Revolusi besar telah dimulai!