Murid – murid pegunungan barat terus melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung, hanya saja tidak seperti sebelumnya, tak terdengar lagi cacian dan olok-olok serta tak terlihat lagi pandangan sinis dari murid lainnya.
Namun hal itu bukan karena kehebatan Raka maupun kemisteriusan Maja yang membuat Sudira mundur, Melainkan karena sosok Wanita muda berbaju putih yang berjalan bersama rombongan.
Dialah Kalya , Si Angin Topan dari Selatan!, Salah satu dari 100 murid teraik perguruan Atas Awan
Sosoknya terlihat mencolok di depan tengah rombongan, Tak hanya karena warna baju putihnya yang kontras dengan seragam hitam murid junior pegunungan barat, Tetapi parasnya yang ayu serta tempramentnya yang tidak biasa membuatnya menonjol di manapun ia berada.
Raka berjalan di samping kiri Kalya, Wajahnya tampannya sekarang ditutupi perban. Namun begitu, posturnya tetap tegak dengan penuh kebanggaan, walaupun organ dalamnya terluka akibat pukulan Sudira, Harga dirinya menahannya dari berjalan menunduk.
Di samping kiri Raka, Maja berjalan dengan santai sambil mengaitkan kedua tangan di punggungnya. Postur dan gaya berjalannya terlihat seperti seorang pendekar besar dengan ilmu yang tinggi.
Tanpa gangguan yang berarti, Para Murid pegunungan barat akhirnya sampai pada tempat tujuan mereka. Di puncak gunung terdapat sebuah bangunan seperti stadiun, ukurannya sangat besar, kapasitasnya bisa menampung hingga 200 ribu orang. Belum lagi sebuah lapangan besar di tengah stadium tersebut, lapangan tersebut biasa digunakan untuk arena duel antar murid dalam tournament yang diadakan setiap 5 tahun.
Di tengah lapangan terlihat sebuah panggung yang cukup tinggi dengan 20 kursi emas berjejer di atas panggung. Terlihat Yudhistira duduk di kursi terbesar yang terletak paling tengah bersama dengan para tetua perguruan di sisi kana dan kirinya. Hanya terlihat sedikit bangku kosong yang belum diduduki oleh si empunya.
Kursi – Kursi pada stadium di beri warna sesuai dengan seragam masing-masing dengan semakin tinggi tingkat level murid, semakin dekat posisinya dengan lapangan.
"Oke, Sampai di sini perjumpaan kita untuk hari ini" Ucap Kalya sambil tersenyum ke arah murid perguruan barat, kemudian tatapannya mengarah pada wajah Raka yang penuh perban.
"Sampai berjumpa lagi Raka, Aku akan menunggumu di Puncak Wijaya!" Ucap Kalya sambil mengulurkan tangan kanannya kepada Raka.
"Hahaha tidak akan lama lagi!, Puncak Wijaya akan jadi batu loncatan pertamaku!" Balas Raka dengan percaya diri sambil mengulurkan tangan kanannya dan bersalaman dengan Kalya.
"Hahaha selama kau tidak mati, cepat atau lambat kau akan ke sana!" Apa yang Kalya ucapkan bukanlah sekedar pujian kosong, dari lubuk hatinya dia percaya bahwa cepat atau lambat, Raka pasti bisa mencapainya.
'Dia akan datang, Sang Elang muda akan menginjakkan kakinya di puncak Wijaya!' Tegas Kalya dalam hati.
"Baiklah, Sampai jumpa semuanya !" Ucap Kalya sambil melambaikan tanggannya ke arah robongan murid pegunungan barat.
"Tunggu dulu!!" Teriak Maja tiba-tiba.
Medengar itu Kalya dan murid lainnya terlihat sedikit terkejut, Di Mata Kalya, Kakek di depannya ini bukanlah kakek sembarangan!
"eh ? Apa apa kek ?" Tanya Kalya
"Hahaha, Aku hanya ingin menitip sesuatu, Sampai kan pada Ratna bahwa Maja Sang Pendekar Mawar menitip salam untuknya" Ucap Maja sambil menunjukkan senyum terbaiknya
"""EH?!!!"""" Sontak saja hal itu mengejutkan murid-murid lainnya. Bahkan Kalya terlihat terkejut dengan perkataan Maja.
"Hei Kakek, Apa kau mengenal Kak Ratna ?" Tanya Kalya
"Tentu saja aku mengenalnya! Siapa yang tak kenal dengan Ratna Sang petir merah!!" Jawab Maja semangat.
"Enggh… Maksudku, Apakah kalian berdua saling mengenal ?" Tanya Kalya sekali lagi.
"Tentu saja belum!, Tapi hal tersebut tidak akan lama!" Balas Maja sambil menatapkan wajahnya ke arah langit.
"Alahhh kupikir Ratna benar-benar mengenalnya!" "Ish Si Kakek ini bikin kaget saja" "Dasar Kakek tidak tahu malu!" "Apanya yang Mawar!, kau lebih cocok dengan julukan Tua binal!" Komentar para murid pegunungan barat lainnya.
Maja terlihat tidak peduli dengan komentar-komentar tersebut, Matanya tetap tertuju ke arah langit, Obsesi dan kerinduan terpancar pada sorotan matanya.
Mendengar itu Kalya hanya tersenyum,
"Baiklah Maja sang Mawar dari barat!, Akan ku sampaikan salammu pada Kak Ratna, Aku izin pamit semuanya!" Ucap Maya sambil melambakan tangannya dan pergi menuju barisan kursi terdepan.
"Hahaha dia gadis yang sangat baik, iya kan ~?" Ledek Maja sambil memegang pundak Raka
"Apa yang kau bicarakan kakek" Balas Raka dengan wajah datar sambil berjalan ke arah depan.
Para murid pegunungan barat bergegas mengikuti Raka, Melihat hal itu Maja haya tersenyum tipis dan bergegas mengikuti rombongan.
Suasana dalam stadium cukup ramai, hampir tiga perempat kursi sudah diduduki oleh pengunjung. Rombongan pegunungan barat cukup beruntung, mereka menduduki area kursi terdepan untuk para murid junior.
Walaupun begitu, Jarak dengan panggung utama cukup jauh. Kalau saja tidak dikarenakan layar besar yang terpasang di beberapa lokasi di stadiun, mereka pasti tidak dapat melihat suasana di panggung utama.
Kurang dari setengah jam, Seluruh stadiun sudah penuh dengan para murid perguruan.
Seluruh murid elite juga sudah berada di kursinya, hanya saja masih ada 5 kursi di panggung utama yang belum terisi.
Tak Selang berapa lama, terlihat 5 sosok masuk ke stadium dari sebuah pintu khusus yang langsung terhubung ke lapangan.
Sontak kemunculan kelima sosok itu menimbulkan kegaduhan di seluruh stadiun.
"Hei-Hei! Lihat itu!" "Ahh! Ratnaaa!" "Kyaa~ Kak Aryaaa~" "Ratnaaa! Aku cinta padamuuu!!" "Lailaaa! Heyy lihat ke sini!!"
"Ahh sayang sekali posisi kita terlalu jauh.." "Tch! Kenapa sih murid junior harus duduk di barisan paling belakang ? Tidak Adil!"
"Bagaimana kalau kita adakan demonstrasi saja ?" "Heihei kau mau dihajar habis oleh para senior ? bersabarlah, nanti juga kita akan dapat giliran"
Keluhan demi keluhan terdengar di barisan para murid junior, termasuk di kalangan murid junior dari pegunungan barat.
Raka sendiri terlihat tidak terlalu peduli, baginya, hanya soal waktu saja dia akan berada di barisan terdepan.
Maja hanya tersenyum tipis memandang ke arah lapangan, sejak menguasai mata langit, jarak sudah tidak dapat mengaburkan pandangannya.
Sorot matanya tertuju pada seorang gadis berparas ayu berpakaian hitam, selendang berwarna merah melintang dari bahu kanan ke pinggul kirinya. Di Bahu kiri gadis tersebut bertengger seekor gagak hitam. Rambut nya panjang sampai ke punggung bawah, terlihat beberapa kepang mengiasi rambut hitamnya.
'Ratna!, bahkan waktu tak mampu mengikis kecantikanmu' ucap Maja dalam hati, pikirannya berlayar mengarungi sungai waktu.
...
Malam itu, Purnama bersinar terang.
Namun Tak terdengar suara serangga yang bernyanyi memuji keindahan bulan.
Seorang lelaki terlihat menari dengan pedangnya di bawah cahaya malam.
Mabuk dalam tariannya tanpa sadar bahwa seorang wanita memperhatikannya dari kejauhan.
Tiba-tiba saja lelaki tersebut terpeleset, terjatuh dan menghujam tanah. Tergeletak tak bergerak.
Dengan nafas ter engos-engos, Si lelaki menatapkan wajahnya ke arah bulan.
Rambutnya yang dulu hitam sekarang mulai memutih di beberapa bagian.
Rasa frustasi, kemarahan, dan kebencian pada takdir berkecamuk dalam batinnya.
"Sia-sia saja.." lirih si lelaki.
"Tak ada yang sia-sia"
Si lelaki terlihat terkejut mendengar suara yang tiba-tiba terdengar di sampingnya.
Entah sejak kapan seorang wanita muda berbaju merah berdiri di samping kanannya.
"Di dunia ini tak ada yang sia-sia" Ucap si wanita sambil tersenyum.
......
Maja tak akan pernah lupa pertemuannya malam itu.
Pertemuan yang mungkin bagi Ratna hanyalah sebuah episode singkat tak bermakna dalam hidupnya.
Tapi bagi Maja, dirinya menemukan kembali sesuatu yang telah lama hilang.
Hilang bersama kepergian orang tuanya.
Di bawah bulan purnama,
Seorang pria menemukan kembali alasan untuk menjadi kuat.
Di bawah bulan purnama
Satu nama menambah daftar panjang pengagum rahasia Ratna.