Chereads / Serial Killer (A - Accident) / Chapter 17 - Enam Belas.

Chapter 17 - Enam Belas.

Jika di tempat kerja Ketua tim adalah orang yang bertugas memberi perintah di unitnya, juga untuk tim khusus, di rumah Ketua tim hanya seorang kepala keluarga. Ayah sekaligus suami. Sama seperti kepala keluarga lain di luar sana.

Mungkin gayanya dalam mendidik anak memiliki perbedaan. Caranya menciptakan suasana dalam rumah, caranya bermain dan memarahi anak-anaknya, juga caranya memanjakan istri. Tapi toh semua keluarga memiliki cara kerjanya sendiri.

Ketua tim memiliki 2 orang anak laki-laki kembar berusia 3 tahun. Musa dan Harun. Meski kembar, kepribadian keduanya bertolak belakang. Harun memiliki kepribadian otomen[1] berkebalikan dengan Musa yang usil dan cuek. Dibanding bermain seperti kebanyakan saudara seumuran di luar sana, Musa dan Harun lebih sering berkelahi.

Untungnya si ibu penyabar. Jika tidak, suara teriakannya pasti akan lebih sering terdengar mendominasi dibanding suara tangis Harun. Mengurusi rumah saja sudah cukup merepotkan, ditambah lagi anak-anak yang kerjaannya selalu berkelahi. Tapi bagi ibu, pekerjaan itu adalah tanggung jawabnya, caranya bersenang-senang dan mengabdikan diri untuk keluarga.

Meski lelah setelah mencuci dan bersih-bersih rumah seharian, ia tetap bisa tersenyum dan tertawa lepas begitu bermain bersama anak-anaknya.

"Assalamu'alaikum."

"Ayah pulang!" seru Musa girang.

Harun yang baru keluar dari kamar ikut berseru girang juga. Ia baru saja menganti bajunya yang basah karena tumpahan minum dari gelas Musa.

Ketua tim mencium kening dan mengacak-acak rambut kedua anaknya. Rindu.

Tidak lupa dengan apa yang dibawanya, Ketua tim memberikan bungkusan plastik putih yang dibelinya saat dalam perjalanan pulang pada Harun, yang langsung direbut Musa. Sebelum saling berebut dan diakhiri perkelahian, ibu mengambil tindakan sebagai penengah. Mengambil alih bungkusan yang dibawa suaminya.

Mengetahui isi bungkusan yang dibawa ayahnya, membuat Musa dan Harun semakin girang. Terang bulan manis dengan isian kacang coklat.

Meski bertolak belakang secara kepribadian, Musa dan Harun memiliki selera yang sama untuk makanan. Sama-sama menyukai terang bulan dengan isian kacang coklat, sama-sama tidak menyukai sayur wortel dan melepehnya diam-diam saat ibu tidak melihat, dan sama-sama membenci rasa mint.

Permasalahnnya adalah jika kebencian Musa dan Harun terhadap rasa mint berlanjut sampai dewasa, mereka harus selalu menggunakan pasta gigi manis seperti anak-anak sepanjang hidup mereka.

Ibu menghidangkan terang bulan untuk dimakan bersama. Meski sudah dibagi rata dalam piring masing-masing, Musa masih saja diam-diam mengambil potongan terang bulan adiknya.

Tidak terima karena Musa mengulang untuk yang kedua kalinya, Harun mulai berteriak. Teriaknya kemudian berubah menjadi tawa karena diam-diam ayahnya juga mengambil bagian Musa dan memakannya sekaligus. Satu dari dua potongan terakhir yang ada di piring ayah, ibu pindahkan diam-diam juga ke piring Harun.

Tahu terang bulan miliknya berpindah piring, si ayah berniat mengambilnya lagi, tapi Harun dengan cepat berpindah tempat, bersembunyi di belakang ibu. Sementara mengejar Harun, potongan terang bulan terakhir ayah diambil dan dimakan Musa sekaligus.

Ketua tim yang berpura-pura memelas kalah dan berteriak tidak terima, ditertawakan kedua anak dan istrinya.

Keceriaan suasana dalam rumah sore itu tetap berlangsung meski matahari telah lama pulang ke dermaganya.

Ketua tim menghabiskan waktu sepenuhnya untuk bermain bersama anaknya. Tidak hanya bermain, ia juga menemani anaknya belajar, menanyakan apa saja yang guru mereka ajarkan selama di PAUD dan meminta mengulanginya.

Ketika malam sudah terlalu larut untuk membiarkan anak-anaknya tetap terjaga, Ketua tim menemani mereka di kamarnya sampai tertidur dalam lelap. Ia bahkan ikut terlelap selama dua menit selagi menunggui kedua putranya benar-benar tidur.

Di ruang tamu, istrinya juga tertidur di sofa setelah menyelesaikan lipatan bajunya.

"Aku ketiduran, ya?" kata si istri yang terbangun saat Ketua tim berusaha mengangkatnya untuk di pindahkan ke kamar.

"Enggak apa-apa." Ketua tim tetap mengangkat istrinya. Ia tahu seberapa lelah istrinya hari ini.

Pagi saat anak-anak sekolah istrinya pergi ke tempat keluarga untuk membantu acara khitanan. Begitu sampai di rumah mengurus anak-anak, ke pasar, memasak, dan menyelesaikan segala pekerjaan rumah. Meski tidak pernah merasakan semua rutinitas itu secara langsung, Ketua tim tahu pekerjaan-pekerjaan itu hampir sama melelahkannya seperti bolak-balik TKP dan memikirkan kasus seharian.

Si istri tidak mendebat. Ia justru suka situasinya. Tangannya semakin di eratkan kaitannya ke leher dan merapatkan kepalanya ke dada suaminya. Suhu, aroma tubuh, dan suara detak jantung, ia bisa merasakan semuanya dari jarak sedekat itu. Dalam dekapan suami tercinta membuatnya merasa nyaman dan tidak ingin beranjak.

Melihat istrinya masih tersenyum meski sudah terlelap, membuatnya ikut tersenyum juga. Wanitanya itu masih saja terlihat cantik saat terlelap. Wajahnya yang polos tanpa polesan, bulu matanya yang lentik alami, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis, dan kulitnya yang seputih mutiara.

Bisa menikah dengan wanita yang dicintainya ini, entah sudah berapa banyak syukur yang telah ia panjatkan. Bisa tetap setia dan terus menemaninya, melahirkan anak-anak yang ceria dan sehat, membuatnya berjanji akan terus bersyukur sepanjang hidupnya.

Jika bisa mendapat cuti setelah kasus di Tim Khusus selesai, ia berencana mengajak istri dan anaknya jalan-jalan untuk liburan. Menghabiskan waktu untuk bersenang-senang bersama keluarga tercintanya lebih lama lagi.

Meski anak-anak dan istrinya sudah terlelap, Ketua tim tidak berencana segera menyusul. Setelah memasukkan ke dalam lemari lipatan baju yang masih di ruang tamu, ia duduk berdiam selama beberapa saat di depan laptop.

Bermain bersama Musa dan Harun, berada bersama keluarga yang dikasihinya, memang merupakan saat-saat yang menyenangkan. Tapi tetap saja beberapa kali pikirannya masih mengarah ke kasus.

Sebagai penanggung jawab dan ketua di Tim Khusus, ia tidak boleh bersantai terlalu lama. Tidak ada yang tahu kapan pelaku akan kembali beraksi. Tidak ada juga yang tahu siapa sasaran berikutnya. Jika tidak bergegas memecahkan kasus, akan ada lebih banyak korban berjatuhan dan lebih panjang cemooh orang-orang di luar sana.

Setelah menyegarkan pikirannya dengan bermain dengan anak-anak dan bertemu istrinya, Ketua tim berharap ia bisa lebih mudah melihat celah saat berpikir.

Dengan ditemani segelas kopi dan lapotop yang berisi data-data kasus, Ketua tim menghening di tempatnya duduk. Sementara matanya awas menatap barisa-barisan huruf yang merangkai membentuk kalimat-kalimat penguraian kasus, bibirnya membaca dengan nyaris tanpa suara. Sesekali ia akan berhenti untuk berpikir, mengingat.

Setelah membaca beberapa halaman, Ketua tim teringat kalimat huda.

"Jika pelakunya sama, kenapa pelaku menyekap korban, membiarkannya bebas, baru kemudian membunuh. Kenapa tidak langsung dibunuh saat korban disekap?"

Dan, kenapa cara membunuh korban dengan menggunakan metode kecelakaan?

Dari ketiga kasus yang cermatinya selama ini, sama sekali tidak terlihat seperti penyamaran. Jejak penyekapan terlalu jelas ditinggalkan pelakunya, kendaraan yang digunakan untuk menabrak, dan semuanya.

Satu kata yang terlihat paling jelas dan muncul berkali-kali adalah kata kecelakaan. Ketua tim berpikir mungkin saja kecelakaan adalah pesan yang coba disampaikan pelakunya. Ketua tim mengerutkan keningnya dalam. Tampaknya ia akan begadang semalaman untuk berpikir.

Ketua tim menarik nafas panjang.

*****

[1] Merupakan gabungan dari kata 'otome' dalam kosa kata Jepang yang berarti perempuan muda dan 'men' dari bahasa inggris yang berarti laki-laki. Artinya laki-laki yang benar laki-laki, tapi berhati lembut/suka melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan perempuan.