Chapter 4 - Tiga.

Pagi yang lain.

Setelah puas bermain PS sepanjang malam, kedua pemuda yang baru saja memejamkan matanya diusik oleh suara dering yang memekakan. Bukan berasal dari dering alarm karena keduanya sudah sepakat tidur sepanjang hari. Tidak ada jadwal kegiatan apa pun. Mereka hanya akan bermalas-malasan saja sepanjang hari, menikmati hari libur.

Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 tapi keduanya masih terlelap nyenyak di depan televisi dengan gaya bebas. Ken tidur di atas ranjang sementara sang tuan rumah, Dani, tidur beralaskan kasur lipat di lantai.

Dani bukannya sengaja tidur di bawah, ia hanya tidak lagi sanggup mengangkat badannya untuk naik ke ranjang.

"Ken, ponselmu berisik!" Dani menimpuk wajah Ken dengan bantal yang sebelumnya ia gunakan untuk membenamkan wajahnya, mengurangi suara bising yang begitu menggangu.

Ken yang akhirnya bereaksi mulai meraba-raba meja samping ranjang. Ia yakin meletakkan ponselnya di sana semalam. Suaranya juga terdengar jelas dari sisi itu. Bukannya langsung mengambil, telapak Ken justru menyenggol ponselnya semakin menjauh.

Letak ponsel yang semakin jauh dari jangkauan membuat Ken harus berusaha lebih keras lagi. Meski kesusahan, ia tetap tidak berencana membuka matanya dan bangun. Bahkan untuk sekejap saja. Hanya telapaknya yang terjaga, meraba ke sana-kemari.

Tidak juga sadar telah berada di tepi ranjang, Ken akhirnya terjatuh. Tepat saat telapaknya sudah menggapai ponselnya. Ken terjatuh dari ranjang dan menimpa kepala Dani.

Pagi yang berisik pun berlangsung lebih lama.

Dani yang tidak henti-hentinya mengumpati Ken dan Ken yang terus-menerus membela diri, tidak ingin disalahkan. Pertengkaran kedua sahabat itu sudah terlalu sering terjadi. Saling mengumpati dan berteriak, kemudian di hari itu juga mereka akan berangkulan dan kembali terbahak bersama.

Lagi-lagi kegiatan hari libur harus direvisi. Lagi-lagi panggilan kasus. Kegiatan bermalas-malasan seharian pun berubah haluan. Kalau sudah seperti ini, Ken jadi menyesal sudah begadang hingga subuh. Fokusnya pasti akan berkurang karena kantuk.

Meski menggangu hari libur, meski merusak jadwal bermalasan seharian di rumah, Ken selalu bersemangat saat mendapat panggilan untuk membantu menangani kasus. Walau pada hari liburnya sekalipun.

Secepat kilat Ken bersiap-siap. Ia tidak mandi, hanya mencuci muka dan menyikat giginya. Tidak ingin membuang waktu dengan memilih pakaian, ia juga menggunakan pakaian yang sama dengan yang kemarin. Jins abu-abu dan kemeja merah bata lengan panjang.

Ken mengenakan sepatunya di depan pintu. Sebelum pergi, ia melihat ada bekas tanah yang masih basah berasal dari sandal Dani meski Ken tidak melihat temannya itu meninggalkan rumah semalam.

Ken melirik ke arah kamar. Temannya melanjutkan tidurnya setelah puas mengumpati Ken. Kali ini tidak tidur di bawah. Dani pindah ke atas ranjang. Tidurnya masih menggunakan gaya bebas dengan setengah badannya melewati tepi ranjang.

Ken dan Dani sebelumnya adalah rival. Keduanya sangat antusias untuk saling mengalahkan satu sama lain. Mereka bersaing ketat dalam hal nilai yang memerlukan ketajaman kerja otak maupun dalam setiap latihan fisik. Saat bertemu keduanya akan tampak seperti kucing dan tikus yang saling mengeram satu sama lain. Saling kejar-kejaran, tidak pernah akur.

Dani bukan siswa dengan rangking teratas sebenarnya. Tapi ia selalu tidak terima jika hanya Ken yang menjadi pertama, hanya Ken yang juara kelas, hanya Ken yang dibanggakan. Ia berusaha keras mengejar ketertinggalannya dari Ken. Berusaha untuk menang meski dengan beda skor yang tipis.

Tapi kemudian peperangan antara teman sekamar itu tidak berlangsung lama. Salah satu guru pembimbing selalu mempertemukan keduanya sebagai patner dalam setiap tugas. Pembimbing mereka yakin bahwa sebenarnya Dani juga memiliki kecerdasan yang setara dengan Ken. Dan akan sangat tepat jika menempatkan keduanya sebagai patner.

Hal yang ingin ditekankan guru pembimbing mereka adalah, bahwa orang-orang jenius seharusnya saling bekerja sama satu sama lain, bukannya saling menjatuhkan atau berusaha mengalahkan. Jika setiap orang jenius bekerja sama untuk melindungi negaranya, maka tidak akan ada lagi yang perlu ditakutkan. Tidak akan ada yang bisa mengalahkan mereka.

Awalnya memang tidak mudah. Menyatukan Ken dan Dani sebagai patner seperti mengurung Tom dan Jerry dalam satu kandang. Tidak ada hari tanpa ribut. Nilai kelompok mereka pun menjadi yang terendah selama beberapa pekan. Saling menyalahkan, meninggikan harga diri. Meski dalam kelompok yang sama, keduanya tetap selalu berusaha untuk saling mengalahkan, untuk menonjol seorang diri.

Pun, Tom dan Jerry pernah akur dan mampu bekerja sama dalam beberapa episode.

Lelah dengan persaingan konyol yang mereka lakukan, frustrasi dengan nilai-nilai mereka yang semakin jeblok, keduanya akhirnya memulai untuk mencoba bekerja sama. Sekali, sekali, dan sekali lagi sampai akhirnya keduanya semakin akrab dan kompak sebagai kelompok.

Bisa terpilih untuk belajar menangani kasus di lapangan adalah kemangan Ken yang paling telak dari Dani.

Menjadi seorang polisi bukanlah sesuatu yang Ken cita-citakan sejak kecil. Menekuni profesi itu tidak sekalipun pernah terlintas di benaknya. Ia memiliki catatan hitam dalam silsilah keluarganya. Catatan yang akan menetap selamanya. Yang suatu hari nanti mungkin seseorang akan mengoreknya. Mungkin akan membuat orang lain bertanya-tanya mengenai keberadaan, mengenai posisinya, mengenai kelayakannya.

Lulus dari Sekolah Menengah Atas, Ken masih belum bisa memutuskan ingin menjadi apa atau melanjutkan ke mana. Kemudian ia mendengar penerimaan siswa baru di sebuah Akademi Kepolisian.

Tidak butuh waktu lama bagi Ken untuk mengambil keputusan. Ia adalah tipe anak yang bertanggung jawab. Setelah memutuskan masuk Akpol, ia melakukan semuanya dengan serius. Menekuni belajarnya dengan giat.

Dan, di sinilah Ken saat ini. Menjadi salah satu siswa terbaik. Di sela-sela waktu kosongnya ikut membantu penyelidikan, turun ke TKP.

Saat ini Ken hanya menjalani apa yang telah ia pilih. Ia masih belum sepenuhnya memikirkan masa depan. Belum yakin untuk menetap selamanya dengan profesi sebagai polisi.

Ken menyukai pelajaran yang diajarkan padanya di sekolah. Ken menyukai lingkungannya. Ia suka pelajaran fisik yang membuat tubuhnya penuh keringat. Ia selalu bersemangat dengan pelajaran mengasah otak yang tidak jarang membuat kepalanya sakit. Ken suka teka-teki, suka menebak-nebak, suka menganalisa. Ia begitu menyukainya dan karenanya masih bisa terus bertahan.

Masa lalu, Ken tidak bisa menghapus atau menghilangkan jejaknya. Ia tidak bisa memilih, tidak mungkin menghindar selamanya. Masa depan, Ken tidak ingin memikirkannya, tidak ingin terbebani. Pelan-pelan ia hanya perlu fokus berjalan di jalannya. Pelan-pelan ia hanya perlu terus hidup untuk melihat apa yang nanti menunggunya di depan sana.

Ken meninggalkan rumah Dani dengan penuh semangat, setiap hari baru adalah pengalaman baru. Ia tidak sabar mengumpulkan hal-hal baru dan meningkatkan pengalamannya di lapangan. Ken merasa sangat antusias.

Matahari bersinar terik. Langit berwarna biru cerah dengan gundukan awan yang berarak. Sesekali terdengar kicau burung, sesekali terlihat elang yang berputar-putar dengan angkuh.

***