Chereads / Serial Killer (A - Accident) / Chapter 10 - Sembilan.

Chapter 10 - Sembilan.

Anggota Tim Khusus berganti pasangan. Huda yang awalnya hanya sendiri berpasangan dengan Iwata. Haikal berpasangan dengan Ken seperti apa yang diinginkannyanya.

Haikal dan Ken bertugas menemui para pemilik kendaraan yang hilang dan pemilik bangunan yang digunakan sebagai tempat penyekapan korban. Mereka akan mengajukan beberapa pertanyaan untuk meluruskan kecurigaan mereka. Ini adalah tindak lanjut penyelidikan yang dilakukan setelah melihat hasil evaluasi dari penyelidikan sementara.

"Tidakkah kamu merasa perlu sedikit merapikan penampilanmu? Orang sekeren aku berpasangan dengan anak baru dengan penampilan seberantakan ini akan mengurangi seperdelapan kekerenanku," Haikal berkomentar sesukanya.

"Apa?!" Kening Ken berkerut.

"Kamu lebih mirip anak pengangguran yang frustrasi dibanding pembantu petugas penyelidik. Perbaiki!" Haikal memberi komando. Lebih tepatnya memberi perintah.

Dalam hati Ken mengomel. Kerut di kening Ken semakin dalam. Setelah terbebas dari berpasangan dengan Ketua tim yang selalu meremehkannya, yang menyebutnya sebagai bocah ingusan yang gampang tersinggung, ia pikir akan berpasangan dengan petugas yang lebih baik, tapi orang yang meremehkan dan terlalu mengurusi penampilan orang lain sama-sama tipe orang yang tidak Ken sukai.

"Untuk menyamarkan kusut yang ada di lengan baju, kamu bisa menggulungnya sampai di bawah siku. Perbaiki lipatan kerah lehermu juga. Jika mau memasukkan baju lakukan secara menyeluruh, jangan setengah-setengah." Haikal menyebutkan detail-detail yang harus Ken rapikan.

Ken mematuhi segala hal yang dikomandokan Haikal padanya. Ia menggulung lengan bajunya sampai 5 cm di bawah siku, merapikan kerah lehernya, dan memasukkan bajunya secara menyeluruh. Belum cukup terpuaskan, Haikal mengeluarkan sisir lipat dari saku celanya dan menyuruh Ken merapikan rambutnya juga.

Haikal masih menyodorkan sisirnya yang tidak juga Ken ambil. "Terimakasih, Pak," kata Ken hanya mengangguk, bukannya menerima.

Bagi Ken, gaya rambutnya saat ini adalah ciri khasnya. Orang-orang satu akademi tahu itu, dan itu adalah kebangaan pribadi yang tidak ingin dia ubah.

"Oke." Haikal menyerah, ia tidak ingin memaksa. "Sekarang kita ke mana lebih dulu?"

"Menemui pemilik gedung?" Ken menyarankan.

"Oke, menemui pemilik truk yang dicuri," Haikal memutuskan dan berlalu meninggalkan kator lebih dulu.

Ken mendesis, memonyongkan bibirnya, membulatkan matanya. Dongkol. Kenapa harus bertanya jika sudah mempunyai jawaban sendiri. Dibanding orang yang suka meremehkan, ia lebih benci orang yang mempermainakannya.

Ken menghela nafas panjang. Ia sengaja tidak segera menyusul, ia juga sengaja berjalan pelan-pelan agar Haikal menunggunya lebih lama, agar tidak seenaknya lagi.

Perusahaan yang sebelumnya kehilangan salah satu truk angkutannya adalah sebuah perusahaan kelapa sawit. Pemiliknya seorang pria berumur 40 tahunan. Wajahnya bulat dengan kaca mata yang selalu disangkutkan di batang hidungnya yang tinggi. Tingginya sekitar 168 senti, kepala bagian depannya botak, berbibir tebal dan berkulit gelap.

Pemilik yang bernama Tiwo itu memiliki masalah dalam mengendalikan emosinya. Ia terus saja mengumpat dan mengomel. Padahal karyawan yang ia sebut teledor sudah dipecat dan lagi truk sudah ditemukan –meski masih ditahan di kantor polisi sebagai barang bukti. Ia terus mengulangi cerita mengenai kelambanan karyawannya dengan emosi yang masih meledak-ledak.

Dari catatan daftar karyawan yang masuk, tampaknya perusahaan Pak Tiwo sudah sering bergonta-ganti pekerja. Sifatnya yang curigaan dan suka marah-marah adalah penyebab utamanya.

Selesai mencatat semua keterangan yang diperlukan dari pemilik perusahaan, Haikal dan Ken beralih ke target selanjutnya. Mantan karyawan yang terus dimaki-maki itu.

Menurut keterangan Pak Tiwo, orang yang mengulur waktu untuk memasukkan laporan kehilangan truk perusahaan adalah si karyawan sendiri. Dia bilang akan mencarinya sendiri, dia bilang pasti bisa mendapatkan lagi truk yang hilang itu. Pada akhirnya usahanya sia-sia. Terlebih lagi truk perusahaan yang menghilang digukan orang lain untuk membunuh. Situasi berubah serius.

Si mantan karyawan sendiri bernama Anugrah Permana, 32 tahun. Seorang duda, bercerai dengan istrinya 3 tahun lalu dan memiliki seorang anak perempuan berusia 5 tahun. Putri Anugrah tinggal bersama mantan istrinya yang bekerja sebagai seorang sales.

Anugrah Permana tiinggal seorang diri. Kedua orang tuanya sudah lama meninggal karena sakit. Anugrah Permana mengontrak di sebuah rumah berbata merah di jalan Reformasi, 300 meter dari jalan utama. Gang kedua sebelah kanan, rumah ke-2 dari ujung.

Karena ponsel Anugrah Permana tidak bisa dihubungi, Haikal memutuskan untuk langsung mengunjungi rumahnya. Jika tetap tidak bisa bertemu artinya mereka sedang kurang beruntung dan akan mencoba lagi lain kali.

Ken sudah mengetuk pintu berkali-kali tapi tidak ada tanggapan dari dalam. Tetangga yang ditanyai pun tidak tahu-menahu. Yakin tidak ada orang di rumah, keduanya berbalik. Untungnya belum jauh meninggalkan kontrakan Anugrah, yang dicari pun memperlihatkan diri.

Anugrah baru saja kembali dari mencari pekerjaan, berkeliling kota, agar bisa mendapatkan sumber kehidupan baru. Ia sangat kelelahan, keningnya dipenuhi peluh. Meski begitu ia menyambut baik kedatangan Haikal dan Ken. Menyiapkan teh sebagai jamuan.

Berbeda dari cerita-cerita Pak Tiwo, Anugrah Permana memiliki kepribadian yang ramah. Ia juga terlihat sangat bertanggung jawab.

"Hari rabu dari pukul 4 sore sampai malam hari Anda berada di mana?" Haikal berhenti basa-basi dan mulai dengan pertanyaan serius.

"Kenapa?" Suara Anugrah Permana terdengar terkejut. "Apa… saya dicurigai?"

"Jangan khawatir, ini hanya prosedur biasa yang memang harus kami lakukan," Haikal menjelaskan.

Anugrah Permana terdiam sesaat, kemudian memutuskan untuk bekerja sama. Ia berpikir sebelum mengatakan apa saja kegiatannya sepanjang sore hari itu.

Sekitar pukul 10.00 Anugrah menyadari bahwa truk yang sedang ia nyalakan untuk memanasi mesinnya sebelum pergi mengangkut, tiba-tiba hilang dari parkiran. Anugrah ingat meninggalkannya sebentar untuk memeriksa jadwal.

Anugrah semakin panik saat bertanya pada petugas jaga namun tidak ada yang melihat ke mana perginya truk itu. Si petugas jaga bilang ia meninggalkan posnya sebentar untuk buang air. Setelah mencari ke seluruh parkiran sampai ke jalan-jalan, menanyai semua orang, Anugrah akhirnya melapor pada si bos.

Ia kena marah habis-habisan saat itu. Terkurung di kantor si bos dalam waktu lama untuk mendengar celotehannya yang panjang.

"Kenapa Anda tidak langsung melaporkannya ke kantor polisi?" Haikal mengintrupsi.

"Karena saya kira prosedurnya akan sangat rumit," jawab Anugrah. "Meski polisi bisa menemukan truk perusahaan yang hilang, pada akhirnya truk itu akan tetap ditahan sebagai barang bukti, sementara perusahaan sedang kekurangan kendaraan operasional pengangkut setelah bos menjual 2 truk yang lainnya."

Anugrah melanjutkan ceritanya. Ia meminta agar si bos tidak langsung melaporkannya ke kantor polisi. Ia akan mencarinya lebih dulu karena yakin akan cepat ditemukan jika cepat bergerak. Lagi pula yang dicuri adalah kendaraan besar, jadi tidak mungkin bisa disembunyikan dengan mudah.

Sekitar pukul setengah satu, Anugrah keluar untuk mulai mencari. Ia juga meminta bantuan beberapa temannya. Sekitar kompleks perusahaan di kelilinginya. Ia juga bertanya pada beberapa orang yang ditemui barang kali saja ada yang melihat tanpa sengaja.

Nihil.

Setelah mencari selama 4 jam tanpa hasil, Anugrah Permana berkonsultasi dengan temannya di telepon untuk menemui orang 'pintar'.

Teman yang diajak berkonsultasi itu menyarankan untuk menemui seseorang yang dipanggil dengan sebutan Abah. Kata si teman, ia pernah melaporkan dompetnya yang hilang dan minta ditemukan Abah. Tidak sampai sehari, ia bisa menemukan dompetnya yang ternyata terselip di antara pakaian-pakaian kotor.

Anugrah Permana menceritakan semua yang dialaminya sepanjang sore itu secara detail, lengkap. Ia yakin tidak ada satu hal pun yang terlewat atau yang belum diceritakan. Ia kembali ke kantor untuk melapor ke si bos pukul sepuluh seperempat malam.

Setelah itu ia masih berkeliling di jalan sebentar sebelum akhirnya pulang karena kelelahan.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali barulah ia melapor kehilangan ke kantor polisi.

"Sebenarnya saya senang karena ceritanya lengkap, jadi tidak perlu menambah pertanyaan. Tapi terlalu lengkap dan detail rasanya justru aneh," keluh Ken setelah meninggalkan rumah Anugrah Permana.

"Karena terlalu detail jadi terasa ganjil. Seseorang dalam kondisi panik karena kehilangan truk perusahaan dengan ancaman diberhentikan dari pekerjaannya dan mengganti kerugian, masih bisa mengingat waktu dengan baik, jelas mencurigakan," Haikal menimpali. "Meski ada kemungkinan dia pelakunya, tapi dia membawa teman saat pencarian, tujuannya jelas untuk membuat alibi." Haikal berpikir sesaat. "Pertama, kita harus mengkonfirmasi kebenaran cerita-ceritanya lebih dulu."

"Siap!" sahut Ken tegas.

"Wah kamu semangat sekali, anak baru."

"Pak, nama saya bukan anak baru. Bapak bisa panggil dengan nama Atmaja atau Ken?" Ken protes. Bosan mendengar kata 'anak baru.'

"Oke."

Meski Haikal sudah berkata 'oke,' Ken masih tetap tidak yakin. Alasannya karena Haikal berulang kali bertingkah menyebalkan dan jadi terasa aneh karena begitu saja menyetujui permintaan Ken.

Keduanya telah berada di dalam mobil untuk melanjutkan penyelidikan. Beberapa nomor ponsel teman Anugrah yang menemaninya sudah masuk dalam catatan. Alamat yang akan mereka datangi juga tercantum dengan sangat jelas.

Tempat kedua yang akan didatangi berjarak tidak terlalu jauh dari tempat tinggal Anugrah.

"Sampai," kata Haikal.

Mereka tiba di tempat yang dituju sekitar 7 menit. Setelah memarkir mobil, mereka masuk gang kecil, melewati jalan setapak yang tidak mulus. Haikal membaca ulang catatan Ken yang ada padanya untuk memastikan di mana rumah orang yang ia cari.

"Anak baru, omong-omong tulisanmu kenapa jelek sekali?"

Ken kembali memonyongkan bibirnya. "Ck."

***