Keenan genap berusia dua belas bulan ketika ada paket tiba di rumah orangtua Asha. Paket itu tiba di hari Sabtu saat Asha sedang bercengkrama dengan putra satu-satunya.
Seperti biasa, Asha menerima dengan pasrah. Karena sekuat apapun Asha menolak, paket-paket itu akan selalu datang setiap bulan. Namun ada yang berbeda dengan paket yang diterimanya kali itu. Ada dua paket yang berbeda. Yang satu untuk Keenan dan satu lagi tertulis sangat jelas
'Untuk Tuan Putri Asha'.
Dibukanya satu per satu paket itu. Hadiah untuk Keenan lagi-lagi sebuah mainan. Kali ini beberapa mainan edukatif yang bisa merangsang otot motoriknya. Sedangkan hadiah untuk Asha adalah sebuah telepon genggam keluaran terbaru yang langsung membuatnya berdecak sebal.
Menurutnya Angga terlalu boros memberikan semua hadiah-hadiah ini. Apalagi di antara mereka tidak ada hubungan apa-apa. Pada satu waktu Asha pernah mengutarakan pikirannya itu kepada Angga, yang malah dijawab dengan tawa khasnya.
"Aku kerja dan punya uang banyak untuk siapa selain untuk orang-orang yang aku sayangi?" ucapnya pada waktu itu yang membuat Asha seketika membeku.
"Angga, please. Jangan seperti ini. Aku kuatir Kamu bakal kecewa lagi sama aku," tolak Asha halus.
"Aku gak akan nyerah, Sha. Hatiku seluas angkasa. Percaya deh."
"Gombal! Aku serius, Ngga. Aku masih takut."
"Aku bakal nunggu. Kamu akan tahu nanti, kalo Aku akan selalu setia untukmu dan juga Keenan."
Pembicaraanpun terhenti di sana. Hingga berbulan-bulan kemudian. Mereka tidak lagi membahas soal hubungan atau status yang ada di antara mereka.
Ditatapnya telpon genggam keluaran terbaru itu di tangannya dan sepertinya edisi terbatas, karena ada tulisan nama Asha di sana. Tidak ada pesan apa-apa di paketnya kali ini.
Seperti biasa, tak lama Angga akan menelepon kala paket itu tiba dan memastikan Keenan menerimanya. Namun, yang berdering bukan telepon genggam Asha yang biasa, tetapi telepon genggam yang baru diterimanya itu. Tampak seperti ada panggilan video. Digulirkannya ke tombol menerima, dilihatnya Angga di layar telepon itu sedang tersenyum.
"Sepertinya Kau sedang tidak senang, Asha," sapa Angga tersenyum hangat.
"Ck ... Kamu ini. Apa-apaan beliin aku telepon? Yang lama mau dikemanain?"
"Ya disimpen boleh. Atau kasih bi Inah gak apa-apa," jawab Angga dengan memperlihatkan mimik yang lucu. Membuat Asha mendengus sebal.
"Da ... da ... " Keenan yang sedari tadi di samping Asha bersuara, meski belum bisa berkata dengan fasih. Hanya ocehan bayi saja.
"Da ... da ... da ... da ...," ocehnya lagi seraya tangannya terulur dan bergerak membuka menutup, seolah paham di hadapannya ada seseorang yang bisa diajaknya bermain.
"Keenan mau ngomong apa, Sayang?" tanya Angga lembut. Membuat Asha tersenyum dan lupa kalau tadi dia sedang kesal.
"Da ... da ... "
"Oh Keenan panggil daddy ya? Iya ini daddy, Sayang." Seketika membuat Asha memutar bola matanya.
"Da ... da ... "
"Keenan suka sama hadiahnya?" seolah mengerti, anak itu menganggukan kepalanya yang membuat Asha dan Angga tertawa bersama.
***
————————
*Sayangku:*
"Desember aku wisuda."
————————
Isi pesan singkat yang Asha kirimkan kepada Angga. Bukan keinginannya melaporkan kegiatan akhir kuliahnya pada Angga, tetapi Angga yang memaksanya berjanji untuk mengabarinya saat akan wisuda nanti.
————————
*Angga:*
"Ok. Good luck ya!"
————————
Keenan akan berusia lima belas bulan kala Asha di wisuda nanti. Putranya kini sedang semangat belajar jalan ke sana ke mari. Asha berencana akan membawa stoller yang pernah dihadiahkan Angga saat wisuda nanti. Agar tidak merepotkan kedua orangtuanya menjaganya saat Asha di wisuda nanti. Karena tempat duduk para tamu undangan terpisah dari tempat duduk para wisudawan.
Jauh-jauh haripun Asha mulai disibukkan dengan segala persiapan wisuda, seperti mengambil toga, gladi resik dan mencari lowongan kerja. Karena tidak ingin lagi membebani orangtuanya. Asha berencana ingin mencari tempat tinggal sendiri, dan untuk itu ia harus bekerja. Meski kedua orangtuanya tidak keberatan sama sekali jika Asha dan Keenan tetap tinggal bersama mereka. Mereka beralasan nanti saat Asha bekerja siapa yang akan menjaga Keenan? Bahkan Marisa menyarankan sudah waktunya bagi Asha membuka lembaran baru. Usia Keenan sudah lebih dari 1 tahun dan membutuhkan sosok ayah. Namun hati Asha masih belum terbuka untuk siapapun untuk saat ini.
***
Bulan Desember yang dinantipun tiba. Terlihat Asha dan Marisa tengah bersiap-siap pergi ke salon untuk dirias. Mereka berdua sama-sama menata rambutnya dengan sanggul modern dan asesoris minimalis. Asha mengenakan kebaya modern berwarna hijau tosca muda. Sangat serasi dengan kulitnya yang putih. Marisa pun mengenakan kebaya yang serupa. Mereka sengaja membuat pakaian seragam khusus untuk wisuda Asha.
Haryanto dan Keenan didandani dengan kemeja dan jas hitam. Khusus untuk Keenan, pakaiannya sengaja dipesan sesuai ukuran badannya. Dengan dasi kupu-kupu bertengger di lehernya. Tampak menggemaskan.
Setelah siap semua, Asha sudah mengenakan baju Toganya, merekapun berangkat menuju Universitas A. Sepanjang jalan Asha terdiam dan membiarkan Keenan duduk sendiri di sampingnya. Sesekali dikecup kening putranya itu. Ada perasaan yang kurang pada hari itu. Tidak biasanya beberapa hari ini Angga tidak mengganggunya meski hanya sekedar pesan singkat yang isinya absurd. Atau panggilan video bersama putranya. Sejak Angga menghadiahinya telepon baru, hubungan Keenan dan Angga sepertinya makin dekat. Seolah mereka adalah ayah dan anak. Dan ini perlahan membuat Asha khawatir.
***
Di dalam, Asha dan kedua orangtuanya dan juga Keenan duduk terpisah. Asha duduk di kursi khusus para wisudawan, sedangkan orangtuanya dan Keenan di kursi khusus para orangtua wisudawan. Beruntung Keenan anak yang tidak mudah rewel jika berpisah dengan Asha, mungkin karena selama ini sudah terbiasa ditinggal bersama Marisa, neneknya setiap kali Asha pergi kuliah. Jadi Ashapun tenang menitipkan Keenan kepada orangtuanya dan tak lupa berpesan untuk menghubunginya apabila Keenan tiba-tiba rewel.
Setelah serangkaian ceremonial wisuda selesai, bersalaman dengan Rektor kemudian berfoto bersama wisudawan lain, Asha kemudian menghubungi orangtuanya, karena mereka terpisah lumayan jauh. Jadi akhirnya diputuskan untuk bertemu di luar gedung.
Baru saja dirinya melangkah beberapa langkah menuju luar gedung, telepon genggamnya berdering. Dilihatnya nomor yang tidak dikenal. Terdiam sejenak karena itu bukan panggilan biasa namun panggilan video. Lama didiamkan akhirnya panggilan itu terhenti. Namun tak lama kembali menghubungi, lagi-lagi masih panggilan video, langsung digulirkannya ke tombol reject. Setelah berada di luar gedung, nomor yang sama kembali menghubungi melalui panggilan video untuk yang ketiga kalinya. Karena penasaran Asha akhirnya menerima panggilan video itu.
"Ma ... ma ... ma ... ma ...." Betapa terkejutnya Asha saat melihat anaknya ada di layar telepon. Pikiran buruk langsung melanda. Karena itu panggilan dari nomor asing, Asha berpikir anaknya diculik. Dan penculiknya menelepon untuk meminta tebusan agar anaknya selamat. Dengan langkah tergesa-gesa Asha melanjutkan ke tempat Marisa dan Haryanto menunggu. Dan mengabaikan panggilan video yang masih terhubung. Untuk memastikan Keenan aman bersama mereka. Namun ....
"Halo, Sayang ...," sapa seseorang di layar itu. Suara itu .... Ya Asha mengenalnya, kemudian buru-buru dilihatnya kembali telpon itu untuk memastikan siapa penelepon yang sudah menculik Keenannya.
"Angga???" tanya Asha terkejut. "Kok kamu ada sama Keenan?" ada perasaan kesal campur lega dalam nada suaranya. "Kapan pulang?" lanjutnya.