Chereads / Unexpected Past / Chapter 18 - Khawatir dan Menimbang

Chapter 18 - Khawatir dan Menimbang

Tangan Liana sebelah kanan memegang kalungnya, tangan sebelah kirinya mengelus Isaura yang sedang tertidur disampingnya. Ia masih terlarut dalam fikirannya.

"Isaura, andai saja kau ini manusia. Mungkin kau bisa menjaga Nenek Louvinna untukku." Liana bermonolog sambil menatap rembulan malam. "Tapi...kalau kau manusia, kau pasti akan ikut masuk tes seleksi Tummulotary Academy juga."

Liana memutuskan untuk tidur. Walaupun ia baru bisa tertidur empat jam kemudian. Ia pasti akan mengantuk besok.

Besoknya Liana berengkat kerja seperti biasa. Liana jadi lebih pendiam. Tidak biasanya ia begini. Bahkan Alwhin dan Alphonso mengurungkan niat mereka untuk mengobrol dengan Liana.

"Apa dia sedang tanggal merah?" tanya Alwhin.

"Entahlah," jawab Alphonso mengendikkan bahu. "Kalaupun iya, kita harus menjaga jarak dulu kalau tidak ingin terkena auman singa."

Tuan Hurrold memahami keadaan sekarang ini. Beliau berfikir kalau Liana sedang banyak fikiran. Jadi ketika waktu istirahat beliau mendatangi Liana dan berbicara empat mata dengannya.

"Tidak biasanya kau begini Nak Liana."

"Ehh? Tuan Hurrold, saya memang begini. Tidak biasanya bagaimana Tuan?"

'Nampaknya dia sedang menyembunyikan sesuatu. Anak ini selalu saja memendam semuanya sendiri,' batin Tuan Hurrold.

"Kau jadi murung dan lebih pendiam dari pada biasanya. Cerita lah pada saya, mungkin saya bisa membantumu."

"Tidak Tuan, saya sedang baik-baik saja. Saya cuma...err...cuma sedang memikirkan materi belajar untuk masuk tes. Hehe, iya begitu."

Tuan Hurrold menatap Liana dengan ekspresi datar. Dia tahu kalau Liana berbohong. Dari cara bicara Liana pun sudah menunjukkan kalau dia sedang berbohong. Tuan Hurrold sudah mengenal Liana bertahun-tahun, tentunya Tuan Hurrold sudah hapal denga gelagat Liana.

"Saya tidak suka dibohongi, apalagi ini menyangkut sesuatu yang penting untuk mu Nak Liana. Kamu sudah saya anggap seperti keluarga saya sendiri, jadi tidak ada alasan begimu untuk sungkan terhadap saya."

Liana menunduk, meskipun agak ragu namun ia menceritakan dilema yang ia rasakan sekarang. Tuan Hurrold mendengarkan dengan antusias. Tuan Hurrold menarik kesimpulan kalau sebenarnya Liana kurang berdiskusi dengan nenek nya. Bagaimana pun juga, Tuan Hurrold merupakan seorang orang tua juga, tentunya beliau paham harus bagaimana.

"Liana, apa yang dikatakan Nenek mu itu benar. Beliau ingin yang terbaik untuk mu. Malah sikap mu sekarang ini membuat beliau sedih," ujar Tuan Hurrold.

"Sedih?" Liana tersentak dan menoleh ke Tuan Hurrold.

"Iya Nak. Saya juga merupaka orang tua, tentunya saya paham dan sepemikiran dengan Nenek mu. Beliau tidak keberatan kau tinggalkan untuk menimba ilmu. Malah kalau kau menyia-nyiakan kesempatan ini sama saja kau membuat Nenek Louvinna sebagai alasan kegagalanmu. Kau akan membuat beliau merasa bersalah dan merasa gagal menjadi orang tua sekaligus nenek yang baik untuk mu." Tuan Hurrold beranjak pergi seraya menepuk pelan bahu Liana, "Yakinlah Nak, buat beliau bangga."

Liana memikirkan nasihat dari Tuan Hurrold. Dia terdiam, wajahnya sangat serius. Meski sampai pulang dari kedai ia tetal diam, namun ekspresinya berubah. Tidak lagi murung, malah ia menjadi lebih semangat. Tapi tidak menampik kenyataan bahwa masih banyak yang ia fikirkan.

Tuan Hurrold melihat dari kejauhan, beliau tersenyum simpul. Dia menanti reaksi Liana di besok hari.

Sesampainya di Coil Cottage, Liana beringsut mendekati Nenek Louvinna. Dia meminta maaf pada Nenek Louvinna karena sudah tidak sopan memasang ekspresi memberengut sepanjang hari kepada beliau.

Nenek Louvinna tertawa, Liana orangnya agak sentimentil dengan sesuatu yang berhubungan dengan beliau. Nenek Louvinna mengelus lembut pucuk kepala cucu kesayangannya tersebut, menyalurkan kehangatan dan kasih sayang lewat sentuhan lembut beliau.

"Ben, tadi Hurrold datang menemui Nenek."

"Liana Nek, bukan Ben," jawab Liana dengan ekspresi miris. "Tuan Hurrold? kenapa beliau datang ke sini Nek?"

"Hurrold menawari Nenek untuk tinggal bersama dia dan anak-anaknya selama kau tinggal di asrama sekolah." Nenek Louvinna melepaskan pelukannya dan menatap Liana.

"Apa?" Liana melongo tidak percaya. "Aku tak menyangka beliau akan melakukan itu."

"Apa kau menceritakan soal itu?" tanya Nenek Louvinna.

"Hehe, iya Nek. Tuan Hurrold terlalu pandai menangkap gelagat seseorang." Liana menggaruk kepala nya yang tidak gatal. "Lalu...apa Nenek menerima tawaran itu?"

"Entah. Nenek menunggu respon dari mu juga. Sebenarnya Nenek tidak enak merepotkan Hurrold lebih banyak lagi. Tapi karena kau terlalu khawatiran dan sentimentil terhadap keadaan Nenek. Mungkin Nenek akan mempertimbangkan untuk ikut dengan mereka." Nenek Louvinna mengedipkan sebelah matanya.

"Maaf membuat Nenek jadi repot-repot pindah untuk sementara. Padahal Nenek sudah sangat nyaman tinggal di rumah ini (Coil Cottage)." Liana menunduk, ia merasa menyesal.

"Astaga, mulai lagi kan. Sudahlah, Nenek tidak apa-apa. Seharusnya kau minta maaf pada Tuan Hurrold karena sudah merepotkannya. Dan jangan lupa ucapkan terima padanya ya." Nenek Louvinna berdiri meninggalkan Liana. "Mandi sana, Nenek tidak punya kekuatan magis untuk membuat tubuh orang wangi secara instan."

"Baik kapten!" seru Liana sambil meniru pose hormat.

*****

Keesokan harinya Liana berangkat pagi sekali. Bahkan Lyosha masih mendengkur di atas lemari. Bicara soal itu, Lyosha punya kebiasaan tidur yang tidak lazim. Ia tidak akan tidur nyenyak sebelum naik ke atas lemari. Aneh betul kebiasaan tidurnya itu.

Liana pergi bekerja dengan membawa kue voilnoli. Biskuit itu merupakan biskuit madu yang diberi selai susu yang dipadatkan. Rasanya manis, lembut, dan tidak membuat lengket meskipun ada madu dan susu. Kebetulan Tuan Hurrold sangat suka dengan susu. Eitss, susu itu bukan hanya untuk anak-anak ya.

Setelah sampai di depan kedai Tuan Hurrold. Liana hendak membuka pintu kedai, namun masih terkunci.

"Liana--"

"HUWAAAA."

Liana terjungkang ke belakang dengan tak elitnya, untungnya keranjang berisi kue tersebut tidak melayang ke udara.

"Astaga Liana, maafkan saya." Tuan Hurrold membantu Liana berdiri.

"T-tidak apa-apa Tuan Hurrold," ujar Liana dengan imajiner burung melayang-layang di atas kepalanya.

Liana di bawa masuk ke kedai oleh Tuan Hirrold, beliau agak heran melihat Liana datang pagi sekali. Bahkan lebih pagi daripada dirinya.

Setelah Liana mulai sepenuhnya sadar, ia tiba-tiba melonjak kegirangan dan memeluk Tuan Hurrold. Beliau heran dengan perubahan sikap Liana yang tiba-tiba begini. Apa Liana baru saja makan jamur beracun?

"Terima kasih banyak Tuan Hurrold. Dan maaf juga telah merepotkan Tuan. Saya tidak menyangka tuan akan datang jauh-jauh ke rumah saya untuk menemui nenek saya."

"Tidak perlu merasa tidak enak. Saya tidak merasa direpotkan Nak. Malah saya senang sekali, karena rumah saya jadi lebih ramai. Apalagi kalau saya pergi ke rumah kenalan saya Alwhin dan Alphonso jadi hanya berdua saja di rumah. Dengan adanya Nenek Louvinna, mereka berdua jadi tidak kesepian lagi di rumah." Tuan Hurrold tersenyum ramah, "Dan satu lagi...kita sudah lama saling mengenal, jangan panggil saya Tuan begitu. Panggil saja paman Hurrold, tidak ada tapi-tapian. Dari dulu saya sering memintamu untuk tidak formal kepada saya. Tapi rupanya kamu lebih pelupa akut daripada nenek mu sendiri hahaha."

"Hehehe, maaf Tuan---maksudnya Paman."

"Tidak apa-apa, saya hanya ingin lebih akrab dengan mu. Meski kita tidak sering mengobrol begini, saya tahu kamu orang yang sangat baik, dan penyayang terhadap orang di sekitarmu. Dan...pesan paman untukmu, berhati-hatilah nanti Nak. Banyak orang yang merebutkan kesempatan emas untuk bersekolah di Tummulotary Academy. Keberhasilan memang tujuan utama, namun keselamatan nomer satu. Paman akan mendoakanmu selalu agar kau lulus tes seleksi dan bisa bersekolah di sana, begitu pula si kembar. Paman sering melihat mereka berdoa untukmu di gereja kota."

Liana tersenyum dan mengangguk. Ia akan selalu mengingat nasihat Tuan Hurrold. Meski banyak orang yang menolak kehadiran Liana, namun masih ada orang yang baik hati dan tulus menerima Liana. Keluarga Handpull contohnya. Meski mereka Non Orph, tapi mereka tidak pernah membeda-bedakan status dan tetap membantu selagi mereka bisa.

Sekarang Liana tidak perlu memusingkan tentang Nenek Louvinna. Yang harus ia lakukan sekarang adalah berlatih dengan sungguh-sungguh. Ia harus membuat orang-orang yang menyayanginya bangga. Dan ia bercita-cita ingin mengubah pandangan masyarakat luas tentang Orph. Agar kedepannya tidak ada lagi perbedaan status dalam masyarakat.