WIJAYA Tbk
Seorang wanita muda jalan dengan langkah kaki menghentak, wajahnya nampak biasa saja namun berbeda dengan hatinya yang sedang merasakan marah.
Di depannya saat ini ada meja informasi, dengan seorang resepsionis yang menyambutnya ramah.
"Selamat pagi, Nona. Ada yang bisa dibantu?" sapa dan tanya si resepsionis, seorang wanita dengan wajah cantik dan putih, memakai hiasan wajah yang membuat si wanita itu membatin kesal.
Pasti pilih karyawan cantik, biar sekalian bisa cuci mata, kan.
"Selamat pagi, bisa bertemu dengan bapak Gavriel Wijaya."
Si resepsiomis menatap si wanita di depannya dari atas hingga bawah, menilisik bagaimana penampilan si tamu dengan tatapan menilai.
"Maaf, apa sebelumnya sudah punya janji?" tanya si resrpsionis dengan senyum ramah, meski dalam hati sedang membandingkan dirinya dengan wanita atau si tamu ini.
"Tidak, saya tidak punya janji." jelas si wanita dengan nada santai, tidak perduli saat si resepsionis melihatnya dengan senyum tidak enak dan menyesal.
"Maaf, Nona. Kami tidak bisa mengizinkan sembarangan orang untuk masuk, jika tidak ada janji temu sebelumnya," tutur si resepsionis mencoba ramah.
"Kamu bisa bilang, jika Queeneira Wardhana yang ingin menemui. Aku yakin, jika dia akan mengizinkan," tandas Queeneira dengan yakin, membuat resepsionis memandang si wanita yang ternyata adalah Queeneira ini menatap dengan alis terangkat, mencomooh.
Dia pikir, hanya dengan nama akan membuat Tuan mudanya akan menerima dengan mudah, begitu?
"Maaf, Nona. Tetap tidak bisa," tolak si resepsionis.
"Kamu belum mencobanya, bagaimana kamu bilang tidak bisa," tukas Queeneira dengan nada sabar, namun siapa yang tahu jika dalam hatinya ia sudah serapahi sahabatnya yang saat ini menjelma menjadi laki-laki menyebalkan.
Terkutuklah kao wahai Gavriel jelek.
"Karena hanya yang punya janji, yang bisa bertemu Tuan Gavriel, Nona," jelas si resepsionis masih dengan nada manis, menjaga keprofesionalannya meski bibirnya gatal untuk mendengkus.
"Tapi setahu saya, tamu yang mempunyai kepentingan mendadak bisa bertemu, dengan catatan jika Bos di sini mengizinkan. Jadi anda bisa menghubungi Bos anda lebih dulu dan beritahu, jika aku Queeneira Wardhana datang ingin bertemu," tandas Queeneira dengan nada tegas dan tak terbantahkan, ia mengangkat dagu dan memasang wajah sombong.
Oh ayolah, jika saja aku tidak menerima berita yang sungguh membuatku merasa seperti seorang penjahat, aku juga tidak mau menemui si laki-laki arogan, yang sialnya adalah sahabat sekaligus cinta pertamaku.
Queeneira membatin dengan hati kesal, saat ingat bagaimana bisa ia memutuskan untuk menemui Gavriel.
Flashback on ....
Queeneira pov on
Saat ini aku sedang memarkirkan mobilku, di pelataran parkir mobil di gedung kantorku.
Hari ini aku ada pertemuan dengan karyawan, untuk membahas rancangan yang sudah disusun oleh mereka. Jujur saja, sudah dari rumah tadi aku merasakan tidak enak.
Aku merasa jika ada suatu hal buruk yang akan terjadi, tapi aku tidak tahu apa itu.
Aku menggelengkan kepalaku, untuk menghilangkan pikiran negatifku.
Oh ayolah, ini masih terlalu pagi, jangan pikirkan hal yang tidak penting.
Para karyawan yang berpapasan denganku menyapaku ramah dan aku pun membalas mereka tak kalah ramah, aku tidak ingin membuat mereka takut denganku.
"Selamat pagi, Nona!"
"Selamat pagi, semua!"
Akhirnya aku sampai juga di depan pintu ruanganku, aku pun segera memasuki ruanganku dan seketika wangi khasku memenuhi indra penciumanku.
Aku menyukai aroma ini, jangan pernah menggantinya, Que.
Deg!
Sial, kenapa harus ingat perkataanya, saat dulu aku belum mengerti arti debaran yang aku rasakan.
Aku segera duduk di kursiku, setelah menyampirkan blazer yang aku pakai dan saat ini hanya menyisakan kaos panjang berwarna hitam.
Aku akan memakainya saat rapat akan di mulai.
Menghidupkan laptop dengan segera, aku memeriksa lagi laporan yang kemarin aku periksa dan kemudian mengangguk puas.
Aku baru saja ingin menelpon bawahanku, untuk segera berkumpul di ruang pertemuan. Namun belim juga aku menekan nomor pada papan tombol pesawat telepon, seseorang sudah dulu mengetuk pintu ruangku, membuatku mengernyit bingung.
Siapa itu?
Aku bingung, namun aku dengan cepat menyahuti.
"Masuk!" seruku, kemudian Doni masuk dengan wajah yang seperti aneh.
"Ada apa, Doni?" tanyaku, menatap Doni yang mendekat dengan surat kabar terulur ke arahku.
"Apa maksudnya ini, Doni."
"Bacalah, Queeneira. Ah! Kacau, kalau begini artinya kita batal kerjasama.
Aku semakin tidak mengerti, namun saat aku membaca berita utama di surat kabar di hadapanku, juga mendengar apa yang keluhkan Doni, seketika pupil mataku melebar dan merebut surat kabat itu dengan segera, untuk membacanya lebih jelas.
Perusahaan Radar Daya Property bangkrut dalam semalam, di duga akibat para investor menarik sahamnya secara bersamaan.
Seketika jantungku berdetak cepat, takut dengan kenyataan yang baru saja terjadi.
Demi Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi.
Flashback end
Dan itulah alasannya aku saat ini ada disini, berdiri dengan perasaan kesal di hadapan seorang petugas resepsionis yang menahan aku untuk bertemu dengan dia, ya ... Dia yang menyebakan seseoang kehilangan mata pencariannya, hanya karena aku tidak menjawab dengan benar pertanyaannya kemarin siang.
Benar-benar arogan.
Queeneira pov end
"Baik, saya akan menghubungi Tuan Aksa, biar beliau yang menentukan bisa atau tidak Nona menemui Tuan Gavriel," ujar si resepsionis menyerah,
Queeneira mengangguk, kemudian menghela napas guna menetralkan rasa kesalnya.
"Beri tahu Aksa, Que ingin bertemu Tav sekarang juga," ujar Queeneira cepat, agar Aksa tahu jika Queeneira yang dimaksud adalah dirinya sahabat Tuan mereka, bukan yang lain.
"Maaf,maksudnya?"
"Bilang saja seperti itu," sahut Queeneira kesal.
Ia sedang buru-buru dan resepsionis di depannya malah memperlambatnya untuk bertemu dia.
Si resepsionis mengangguk dengan hati menggerutu, saat Queeneira menyebut nama Tuan Aksa hanya dengan sebutan Aksa tanpa embel-embel Tuan.
"Siapa sih, sombong sekali." batin si petugas resepsionis kesal.
Queeneira berbalik, memunggungi si resepsionis yang mengangguk saat sambungan telepon dengan Aksa yang menerima panggilannya.
"Baik, Tuan Aksa, saya akan antar ke ruangan Tuan Gavriel."
Meletakan gagang telepon dengan hati penasaran, si resepsionis segera mengubah rau wajahnya dan memanggil Queeneira dengan nada suara sedikit tidak ikhlas.
"Nona Queeneira," panggilnya dan Queeneira pun segera berbalik, melihat si resepsionis dengan raut wajah masih menahan kesal.
"Iya?"
"Saya akan mengantar anda langsung ke ruangan Tuan Gavriel, maaf telah menunggu lama."
Queeneira hanya mengangguk dan mengikuti si resepsionis yang berjalan di depannya dalam diam, sesekali matanya melirik sekitar untuk memperhatikan desain interior lobby perusahaan sahabat arogannya.
Aku akui, jika apa yang kamu dapatkan ini membuatku berdecak kagum. Tapi Gavriel, aku merasa jika kita sudah berjalan dengan saling membelakangi. Aku juga merasa jika kamu terlalu tinggi untuk aku gapai dan aku merasa tidak mampu untuk menyamai langkahmu.
Ting!
Disisi Aksa, sebelumnya ....
Di ruangan dengan airconditioner menyala, ada sorang pemuda yang sedang sibuk dengan berbagai macam kertas laporan di mejanya.
Ia melihat dengan teliti, bagaiamana barisan kalimat yang tertera di kertas yang saat ini sedang di bacanya. Umpatan kesal hampir saja lolos dari lisannya, tapi ia segera menghela napas kemudian dengan gerakan malas mengangkat gagang telepon di meja kerjanya.
klik!
"Hn. Dengan Aksa, ada yang bisa dibantu?"
"Tuan Aksa, maaf menggangu. Saya ingin melaporkan, jika ada wanita muda dengan nama Queeneira, meminta izin untuk menemui Tuan Gavriel."
"Queeneira?" beo Aksa dengan nada kaget di dalamnya.
Seketika Aksa sadar, jika hanya satu Queeneira yang di kenal dengan Tuan mudanya, dan ia juga menduga jika ini ada hubungannya dengan rencana Tuannya kemarin siang.
"iya, Tuan Aksa. Dia bilang Que ingin bertemu dengan Tav."
Pfftt ...
Aksa hampir saja menyemburkan tawanya, saat mendengar panggilan itu lagi setelah sekian lama tidak mendengarnya. Ia juga yakin, jika Que yang saat ini menunggu memanglah Que yang sedang di nanti Tuan mudanya.
Bibirnya tertarik beberapa centi, saat memikirkan cara unik Tuannya untuk menarik perhatian wanita. Eh! Tunggu dulu, yang seperti ini masuk dalam mencari perhatian bukan ya.
Bahunya terangkat tak acuh, kemudian berusaha untuk tidak mempermasalhkannya.
"Hn. Antar Nona itu ke ruangan Tuan Gavriel sekarang juga. Patikan jika dia sampai dengan segera dan bila perlu kamu antar hingga masuk ke dalam ruangan. Apa kamu paham!"
"Baik, Tuan Aksa, saya akan antar ke ruangan Tuan Gavriel."
"Hn."
Tut!
Aksa pun dengan segera memutus panggilan, kemudian melanjutkan pekerjaannya tanpa niat untuk memberitahukannya kepada sang Bos, yang saat ini pasti sedang sibuk dengan pekerjaannya, juga persiapan untuk pergi ke lapangan nanti.
"Tanpa aku minta izin pun aku yakin, jika dia akan menerimanya suka cita," gumam Aksa kemudian melanjutkan pekerjaannya.
Saat ini ...
Ting!
Bunyi pintu lift yang terbuka terdengar dengan jelas, saat sampai di lantai paling atas di gedung ini. Bukan hanya lantai paling atas, tapi juga lantai inii adalah lantai yang dikhususkan untuk ruang Direktur juga Asisten Direktur, Aksa Iryandi.
Koridor dengan dinding berhiaskan lampu ini terlihat mewah, membuat Queeneira lagi-lagi berdecak kagum, namun cukup dalam hati. Ia tidak mau membuat dirinya malu, karena terang-terangan mengagumi kemewahan kantor sahabatnya.
Di ujung koridor adalah ruangan yang mereka tuju, si resepsionis ini berdiri dengan Queeneira yang menunggu di belakang. Kemudian mengetuk pintu dan tidak lama terdengar seseorang yang menyahuti ketukannya.
Ceklek!
"Permisi Tuan Gavriel, ada tamu yang ingin bertemu."
"Kamu tidak tahu, jika selain tamu dengan janji temu mak-
"Termasuk saya. Gavriel?"
Deg!
"Honey!"
Bersambung.