Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
W&M Boutique And Photo Studio
Di ruangan pemimpin dari usaha butik dan foto studio ini, ada si pemimpin atau juga Queeiera yang sedang berjalan hilir mudik, gelisah.
Gigi terawatnya dengan geiisah mengigiti kuku jari tangannya, terkadang juga berhenti untuk mnegusak rambutnya dengan gemas. Menghilangkan efek pusing yang tiba-tiba menderanya saat ingat obrolannya dengan asistennya, yang dengan santai mengatakan jika kerja sama sudah di tanda tangani lengkap dengan biaya yang telah masuk di rekening milik perusahaannya.
Bukan, bukan karena nilai kerja sama yang kecil tapi justru harga untuk jasanya di bayar mahal oleh klaiennya,
Tapi ini karena ia mengingat saat Andine menyanggupi untuk mereka memakai model seorang laki-laki yang sungguh membuatnya kejang-kejang saat itu juga.
"Andine sialan." Batinnya saat mengingat ucapan temannya yang menampilkan wajah tanpa dosa di hadapannya.
Flashback on
"Tentu saja, dia juga berani bayar mahal, asal …"
"Asal?" beo Queeneira, kemudian harus terdiam saat Andine
menjelaskan kelanjutannya dengan ekspresi tanpa dosa di hadapannya.
"Asal model yang akan memakai jam buatannya adalah Gavriel
Wijaya dan aku bilang itu hal mudah."
"Apa!!'
Seketika ruangan dengan luas tidak seberapa itu di penuhi oleh lengkingan suara Queeneira, yang menatap Andine horror.
"Loh … Kok apa? Semua sudah tahu Que, jika Oppa Gavriel itu adalah sahabat dekat kamu. Apalagi di tambah foto kalian berdansa, belum lagi foto Tuan besar Wijaya yang dansa dengan kamu juga. Itu menambah spekulasi mereka, jika hubungan kamu yang seperti ini tentu saja hal yang mudah kalau hanya meminta Gavriel sebagai model jam tangan," jelas Andine panjang lebar, menuai anggukan setuju dari yang lain. Namun tidak untuk Queeneira, ia justru terdiam dengan wajah pasi seakan sebagian nyawanya melayang dan pergi meninggalkan raganya.
Lebay.
Tidak, ia memang merasa seperti itu kalau sudah berhubungan dengan seorang laki-laki bernama Gavriel echi Wijaya.
"Bisa kan Quee, masalahnya dia sudah mentransfer dengan segera nominal sesuai kesepakatan bahkan dia bilang akan menambah bonus, jika jam keluaran terbarunya booming di pasaran," lanjut Andine dengan sahutan mengharapkan jika ia berhasil membuat Gavriel menerima pekerjaan ini.
Flashback end
Maka itu lah di sini Queeneira, duduk dan mencoba untuk tenang dengan handphone di tangannya. Ia hendak menghubungi Ezra untuk di mintai pertolongan, sebab menurutnya saat ini hanya sahabatnya lah yang bisa
membantunya.
"Semoga kamu bisa, Ezra," gumam Queeneira, menekan nomor kontak Ezra dan kembali berdiri, menunggu panggilannya di terima dengan berjalan hilir mudik berharap gugupnya berkurang.
Nada tunggu pun terdengar, membuat detak jantungnya semakin menggila takut jika ia tergagap saat akan mengatakan tujuannya menelpon Ezra.
Tut! Tut! Tu-
Klik!
"Ya, Que. Ada apa?"
"Ezra," panggil Queeneira, saat mendengar suara sahaabatnya memasuki gendang telinganya.
"Tuhan, tolong aku," batin Queeneira meminta.
~"Iya?"
"Boleh aku minta tolong," ucap Queeneira alih-alih berbasa-basi, menuai jawaban cepat dari Ezra di seberang panggilan sana.
~"Apa?"
"Gavriel," kata Queeneira dengan nada ragu, ia bahkan menelan salivanya dengan susah payah saat akhirnya nama itu ia sebut dengan lancer.
~"Gavriel?"
"Aku minta tolong untuk berbicara-
~"Apa Que?"
Deg!
"Huwaaaa!!!"
Brakh!
Queeneira yang awalnya gelisah menjadi kaget, saat mendengar langsung suara seseorang yang tadi disebutnya. Ia pun tidak sadar membanting handphonenya hingga membentur dinding dan hancur berantakan.
"Tidak," gumam Queeneira horror sambil berjalan mendekati bangkai handphonenya yang sudah berantakan.
"Handphoneku," lirihnya dengan nada suara bergetar, memegang handphonenya sudah tidak bisa di sambung lagi.
"Hiks … Handphoneku, huwee …"
Queeneira pun menangisi kecerobohannya, yang seenaknya reflex dengan korban handphone hancur berantakan.
Handphone dengan isi foto dan juga kenang-kenangannya sepanjang ia hidup. Handpone yang sudah menemaninya selama beberapa tahu. Semua foto yang ada di dalam jasad handphonenya kini sudah tidak bisa ia lihat lagi.
"Gavriel kamvret, kenapa kamu tiba-tiba masuk dalam obrolan kami," batin Queeneira nalangsa, menyumpah serapahi Gavriel, si pelaku pembunuhan handphonenya.
Sementara Queeneira yang sedang meratapi nasib handphonenya, Gavriel yang saat ini sedang ada di parkiran Bar segera memerintahkan anak buah yang ia letakkan di sekitar gedung kantor Queeneira, untuk bersiaga melalui alarm di jam tangannya, sedangkan dirinya segera meluncur dengan kecepatan yang tidak main-main .
Ia luar biasa panik saat Queeneira menutup panggilan dengan di akhiri suara teriakan juga bantingan benda, sebelum panggilan terputus. Dengan mengendarai mobilnya gila-gilaan, Gavriel tidak peduli dengan apapun yang ada di sekitarnya.
Baginya keselamatan Queeneira adalah yang utama, ia tidak ingin terjadi sesuatu dengan Queeneira mengingat jika seseorang yang berbahaya sedang berkeliaran di luar sana, terlebih ia belum tahu di mana dia bersembunyi.
"Sialan, aku tidak akan memaafkan dia jika dia berani menyentuh wanitaku," desis Gavriel semakin memacu kecepatan mobilnya semakin gila.
Di luar Gedung perkantoran Queeneira, ada beberapa orang bersembunyi sesuai dengan perintah Bos yang meminta mereka untuk bersembunyi, menjaga dari luar dan memeriksa sekitar jika ada yang mencurigakan.
Lalu tidak lama terlihat seseorang yang keluar dari gedung kantor yang sudah sepi itu, seorang wanita yang tentu saja Queeneira.
Queeneira menjadi orang yang terakhir pulang, saat ia sendiri sedang pusing memikirkan cara agar ia bisa membuat Gavriel menerima pekerjaan model ini, tanpa ia turun tangan meminta.
Jujur ia gengsi jika harus meminta pertolongan dengan Gavriel yang pastinya akan menampilkan ekpresi mengesalkan, jika sampai ia menyebut kata tolong di hadapannya.
"Tidak akan, aku tidak akan meminta tolong," gerutu Queeneira, kemudian harus mematung saat melihat sebuah mobil sport memasuki parkiran, memutar dengan teknik drift professional dan disusul dengan seorang laki-laki yang keluar dari dalam mobil, berjalan terburu dan memeluknya tiba-tiba.
Grep!
Deg!
Netra turunan sang Baba melebar sempurna, saat merasakan hangat dan posesif pelukan erat seorang pria di hadapannya saat ini. Ia tidak mengerti alasan laki-laki di depannya saat ini memeluknya tiba-tiba dan semakin
tidak mengerti saat dia berbisik lirih di telinganya.
"Syukurlah, syukurlah kamu tidak apa-apa, Que."
"Gavriel," panggil Queeneira, namun sayang Gavriel tidak menyahutinya dan justru semakin memeluknya erat, sehingga ia merasakan sesak napas.
"Gavriel, sesak," lirih Queene dengan nada tersendat, sehingga Gavriel pun dengan cepat mengurai pelukannya dan memegang kedua sisi wajah Queeneira, untuk diperiksanya lebih teliti.
Kiri-kanan Gavriel memeriksa dengan mata elangnya yang terlihat sekali khawatir, membuat Queeneira yang awalnya mau marah mengurungkan niatnya, dan memutuskan untuk melihat lebih lanjut apa yang akan dilakukan oleh Gavriel.
Ya Gavriel, laki-laki yang tiba-tiba datang, tanpa ada hujan atau angin memeluknya sembarangan.
"Kamu tidak apa-apa, Queene?" tanya Gavriel masih dengan nada khawatirnya, menuai anggukan kepala dari Queeneira yang belum mengerti duduk masalahnya apa.
"Aku, aku tidak apa-apa."
"Lalu kenapa kamu menjerit? Apa ada seseorang yang membuatmu takut saat itu?" tanya Gavriel masih belum puas, dan disini lah Queeneira mengerti sehingga ia pun terkekeh tanpa beban, kekehan yang membuat Gavriel
mengernyit namun tidak marah.
Hanya orang gila yang terkekeh saat di khawatirkan oleh seseorang, tapi karena yang terkekeh merdu adalah wanita yang dicintainya, Gavriel rela menjadi orang bodoh.
"Kenapa tertawa?" tanya Gavriel dengan nada kesal, namun tidak sejalan dengan tangannya yang ambil kesempatan merengkuh kembali pinggang Queeneira yang masih asik terkekeh, tidak sadar jika ada singa lapar sedang memeluknya.
"Ha-ha-ha … Kamu apa-apaan sih, khawatir nggak jelas begini. Lagian kalau pertanyaannya seseorang yang bikin takut emang ada sih," jawab Queeneira disela-sela kekehannya, membuat Gavriel mengernyit namun tetap dengan
penghayatan bisa memeluk bebas Queeneira seperti ini.
"Apa? Siapa?" tanya Gavriel penasaran, ia akan membuat perhitungan jika Queeneira sampai menyebutkan sebuah nama, yang membuat ia hampir mati berdiri sangking khawatir karena jeritan kaget Queeneira di sambungan telepon tadi.
"Mau tahu?" tanya Queeneira dengan nada main-main, masih belum sadar posisi saat ia masih menikmati raut wajah khawtir Gavriel tadi.
"Ya ampun, lucu sekali," batin Queeneira geli.
"Hn," gumam Gavriel, menatap sayang Queeneira yang ada di pelukannya saat ini.
"Yang seperti ini seharusnya sikap yang kamu berikan Queene, jika sedang bersamaku," batin Gavriel dengan senyum samarnya.
"Kamu," sahut Queeneira cepat, kemudian kembali terkekeh membuat Gavriel semakin mengernyit.
"Aku, apa maksudnya," batin Gavriel gagal paham lalu dengan sengaja mempererat pelukanya, sehingga kini tubuh keduanya menempel sempuran, menuai pekikan tiba-tiba dari Queeneira yang tadi terkekeh renyah.
"Yah! Lepaskan! Gavriel, tidak tahu malu," pekik Queeneira dengan tangan memukul punggung Gavriel bar-bar. Namun sayang, Gavriel tidak peduli dan tetap memeluk erat Queeneira yang berusaha lepas dari pelukannya.
Dalam hati Gavriel mengumpat, karena ucapan Queeneira yang bilang jika ia adalah orang yang menakuti Queeneira.
"Sialan, tampang tamvan seperti ini dari mana menakutkannya coba? Yang ada membuatnya menjerit terpesona, huh," batin Gavriel masih tetap menikmati pelukan sepihaknya.
"Tidak, kamu sudah lancang membuatku khawatir seperti ini, aku tidak akan melepaskan kamu dengan mudah," tolak Gavriel keukeuh memeluk Queeneira yang gelagapan di pelukannya, karena ia dengan sengaja membawa wajah Queeneira ke dalam ketiaknya, kebiasaan mereka saat dulu masih remaja.
"Yah! Tav! Lepaskan, iyuh jorok!"
Ada perasaan senang saat Queeneira memanggilnya seperti dulu, membuatnya tergelak merasa seperti dulu. Gelak tawa Gavriel yang bebas ini membuat beberapa anak buahnya yang bersiaga tertegun, saat melihat Bos mereka yang biasanya kaku bisa tertawa lepas seperti itu dan ini membuat mereka sadar, jika wanita yang sedang mereka jaga dari kemarin ini adalah wanita dengan tahta tinggi di hati Bos mereka.
Mereka juga baru ini melihat Bos mereka mengeluarkan ekpresi bebas, saat biasanya hanya ekpresi datar dan tidak peduli yang di pasang.
"Ck, lepas Gavriel," pinta Queenira sebal, saat wajahnya sudah bebas dari ketiak Gavriel namun tubuhnya masih dalam kukungan lengan kekar Gavriel, yang sudah berhenti dari gelak menyisakan kikikan kecil, yang membuat Queeneira harus rela jantungnya berdetak kencang.
Wajah dengan hiasan tawa Gavriel berkali lipat tampan, membuatnya diam-diam mengumpat, kesal saat Gavriel selalu bisa membuatnya seperti jelly.
"Menyebalkan," batinya dengan pipi menggembung membuat Gavriel yang melihatnya reflex menggigit pipinya gemas.
Krauck!
"Akh! Gavriel sakit …" rengek Queenira, matanya berkaca-kaca saat Gavriel dengan santai mengigit pipinya.
Usap-usap-usap
"Sakit ya?" tanya Gavriel sambil mengusap lembut pipi Queeneira, yang mengangguk manja namun detik berikutnya menepis kasar tangan Gavriel yang dengan kurang ajar mengusap pipinya.
"Ck, galaknya Cuma di usap loh, belum di-
"Belum di apa?" sela Queeneira galak, melepas dengan paksa kukungan yang akhirnya di lepas oleh Gavriel.
"Mau tahu ya? Jangan deh bahaya kalau tahu," sahut Gavriel menggoda Queeneira yang segera melotot ke arahnya.
"Jangan melotot gitu."
"Kenapa? Suka-suka aku dong," sewot Queene dengan melengoskan wajahnya sebal.
"Ok-ok … Aku nyerah deh, yuk aku antar pulang," timpal Gavriel mengalah, mengangkat tangannya sebagai tanda menyerah menurut versi Queene, padahal ia memerintahkan anak buahnya untuk melakukan sesuatu.
Anak buahnya yang melihat kode jari dengan setelah terangkat segera bergegas membagi tugas, empat bergegas ke arah mobil seseorang berwarna merah, sedangkan empat lainnya kembali ke dalam mobil yang tadi mereka gunakan.
"Tidak mau, aku bawa mobilku sendiri," tolak Queeneira, kemudian meninggalkan Gavriel yang tentu saja segera bertindak, mencekal tangan Queeneira dan membawanya ke hadapannya lagi.
"Biar mobilmu di sini, aku akan mengantarmu," kata Gavriel tegas, namun jangan harap Queene menerimanya segera. Ia dengan sengaja menjulurkan lidahnya dan menghentak kuat tangan Gavriel, lalu pergi meninggalkan Gavriel yang menganga, kemudian terkekeh kecil.
"Bleee … Tidak mau, huh."
"Astaga! Lucu sekali," batin Gavriel melihat dari belakang bagaimana Queene sesekali melihatnya lalu melengos kesal dan memasuki mobilnya.
Bersambung.