Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
WIJAYA Tbk
Bunyi ketikan pada keyboard sebuah komputer memenuhi ruangan luas dengan desain elegan khas si pemilik. Gavriel si pemilik ruangan duduk dengan tenang, hanya jari-jarinya saja yang bergerak beserta netra yang bergulir kanan-kirinya.
Disaat ia sedang fokus dengan apa yang di kerjakannya saat ini, terdengar suara dering dari pesawat telepon di meja kerjanya. Ia pun menghentikan satu tanganya dari acara mengetiknya, namun satunya tetap bekerja dengan lima jari bergerak lincah.
Kring! Kring! Kring!
Klik!
"Hn?"
"Bos, ada seseorang yang ingin bertemu."
Kening Gavriel mengernyit, karena tidak seperti biasanya Aksa meminta persetujuannya dulu jika ada seseorang yang ingin menemuinya.
"Hn, kamu sudah menemuinya? Apa dia sudah membuat janji?" tanya Gavriel penasaran, Aksa tidak pernah membuat klien mereka sampai harus bertemunya, karena Aksa pun bisa menjelaskan tanpa ia turun tangan. Kecuali benar-benar harus ia yang menghandlenya.
"Dia hanya ingin bertemu dengan Bos, bukan yang lainnya."
"Apa maksudnya?" tanya Gavriel cepat, curiga dengan apa yang sedang terjadi.
"Aku jamin, Bos senang jika menemuinya."
"Kamu jangan becanda, Aksa," sahut Gavriel dingin, ia bahkan menghentikan pekerjaannya dan duduk dengan tegak saat tadi mendengar jawaban sok msiterius dari Aksa.
"Tidak ada candaan, Bos. Aku yakin pasti saat bertemu dengannya, Bos akan tersenyum sepanjang melihatnya."
Rasa penasaran mulai menggerogoti hati dan pikiran Gavriel, saat ia medengar nada yakin dari tangan kanan yang sudah di anggapnya adik sendiri.
Sebenarnya siapa yang sedang di maksud oleh Aksa, sehingga Aksa sebegitu yakinnya jika ia bertemu dengan orang ini, ia akan tersenyum saat melihatnya.
Tidak ingin termakan dengan rasa penasarannya sendiri, Gavriel pun menggelengkan kepala dan segera membalas pernyataan Aksa.
"Hn, di mana?" tanya Gavriel akhirnya mengalah.
"Di depan pintu, sebaiknya Bos bukakan pintu untuknya."
"Hn," gumam Gavriel mencoba untuk tidak peduli, saat ia di perintah oleh Aksa meskipun ia yakin Aksa tidak berniat seperti itu.
Panggilan pun di akhiri tanpa Gavriel meminta izin, kemudian dengan segera ia bangkit berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah pintu, membukanya dengan rasa penasaran kemudian terdiam saat melihat seseorang berdiri tegak di hadapannya saat ini.
"Apa kamu sibuk?"
Sebelumnya ….
W&M Boutique And Photo Studio
Queeniera yang sedang meratapi nasibnya perlahan mengangkat wajahnya, kemudian dengan gerakan lemas berdiri dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar.
Ia sudah memikirkan apa yang akan di katakannya kepada Gavriel, lagian ia kan menawarkan kerja sama dengan sejumlah pembayaran bukannya cuma-cuma.
"Ya betul, aku kan menawarkan pembayaran bukannya geratis, huh," dengkus Queeneira. Ia mendumel di sepanjang perjalananya, menuai kernyitan dahi heran dari setiap bawahan yang melihatnya.
Ada apa dengan Bos cantik mereka, mungkin itu yang ada di pikiran mereka semua.
Queeneira pun pergi ke kantor orang itu menggunakan taksi, ia sedang di landa penyakit malas karena pikaran ruwetnya. Jangankan mengendarai mobil, sebenarnya melihat seseorang yang akan di temuinya pun ia malas luar biasa.
Hih, ini semua demi perusahaan, batin Queeneira mengelak jika ada sebagian hatinya yang sebenarnya memang ingin bertemu dengannya.
Maka itu di sini lah ia, berdiri di depan pintu ruangan seseorang itu yang akhirnya terbuka juga, dengan si pemilik ruangan berdiri diam di hadapannya.
"Apa kamu sibuk?" tanya Queeneira menatap Gavriel dengan raut wajah mencoba tenang, berusaha tidak peduli saat raut wajah Gavriel berangsur-angsur berubah, dari diam menjadi tersen- maksudnya menyeringai ke arahnya.
"Ick … Rasanya ingin mencakar wajah jelek dengan hiasan seringai itu," batin Queeneira sebal.
"Sibuk? Tentu saja, per detik waktu yang aku punya itu sangat berharga-
"Kalau begitu maaf sudah menggangg-
"Kecuali untuk kamu, Queeneira. Sebanyak apapun waktu yang kamu minta, akan aku berikan percuma," ucap Gavriel kembali menyela perkataan Queeneira, membuat Queeneira terdiam dengan detak jantung juga mata berkedip cepat, menghindari tatapan hangat Gavriel yang tertuju padanya.
"Terima kasih, aku hanya butuh 10 menit, tidak kurang dan tidak lebih," timpal Queeneira dengan nada pura-pura cueknya, mengalihkan pandangannya ke arah lainnya enggan melihat Gavriel yang mengangguk mengerti ke
arahnya.
"Oke … Baiklah, hanya sepuluh menit dan tidak lebih. Kalau begitu silakan masuk," ucap Gavriel santai, sambil menyerongkan tubuhnya seakan memberi jalan untuk Queeneira agar masuk ke dalam.
Queeneira pun memasuki ruangan Gavriel, kemudian berdiri di tengah-tengah ruangan sedangkan Gavriel dengan santai melenggang ke arah sofa dan duduk di sana.
"Duduk, love. Atau kamu mau aku menjemput dan membawamu duduk di pangkuanku, heum?" goda Gavriel dengan senyum mencurigakan, menuai decakan sebal dari Queeneira lengkap dengan mata mendelik ganas.
"Echi (Mesum), pikiranmu Gavriel. Bisa tidak sih, tidak mesum sehari saja," dumel Queeneira, berjalan dengan kaki menghentak dan duduk dengan hempasan anarkis, sehingga Gavriel yang mendengar gerutuan Queeneira pun tergelak kecil.
"Astaga, Queeneira. Kalau tidak mesum bagaimana nanti kita punya baby," sahut Gavriel semakin menjadi, menuai dengkusan sinis dari Queneira.
"Mimpi, siapa juga yang ingin punya baby sama kamu," sembur Queeneira cepat, namun sayang sekali Gavriel yang mendengarnya justru tergelak senang, karena saat Queeneira berkata demikian ia melihat jika ada semburat merah menghiasi dengan cantik kedua pipi wanita di hadapannya.
Ha-ha-ha!
Mendengar tawa menyebalkan dari Gavriel yang ada di hadapannya, entah mengapa Queeneira merasakan sesuatu yang aneh, kesal namun menyenangkan disaat bersama dan itu membuatnya dilema antara ingin semakin kesal atau justru diam menyaksikan.
"Curang, tidak adil, seharusnya kamu jangan tertawa seperti itu," gerutu Queeneira dalam hati.
"Jahat sekali, padahal waktu itu ada yang bila-
"Gavriel, kamu sengaja yah mau menghabiskan 10 menit aku cuma-cuma?" sela Queeneira saat tahu jika Gavriel ingin menyinggung kejadian masa lalu mereka.
"Tentu saja tidak," sahut Gavriel cepat.
"Kamu kan tahu aku hanya punya waktu 10 menit, tapi kamu sengaja malah membahas kejadian masa lalu," timpal Queeneira, nada yang digunakannya terkesan seperti tidak nyaman dan Gavriel merasakan itu.
"Okay, sorry. Just tell me, what do you want, (Baik, maaf. Beritahu saya, apa yang kamu mau)" kata Gavriel menyerah.
Sepertinya Queeneira benar-benar ingin berbicara serius dengannya dan ia tidak ingin mengacaukan lagi seperti yang sudah-sudah.
"Aku ingin menawarkan kerja sama," ujar Queeneira menjeda kalimatnya dan ia bisa melihat ekpresi tidak mengerti dari Gavriel.
"Hn?"
"Aku menawarkan kerja sama untuk kamu menjadi model jam tangan perusahaan kecil, milik Bara Watch and Assesoris," lanjut Queeneira, namun Gavriel masih menunggu penjelasan lebih lanjut darinya.
"Jadi, jika kamu mau kamu juga bisa jadi brand ambassador dari jam tangan keluaran terbarunya. Kemudian menjadi model untuk mempromosikan jam tangan itu," jelas Queeneira, menatap Gavriel dengan pasrah kalau-kalau tawarannya di tolak.
Diam
Gavriel yang mendengar penjelasan dari Queeneira pun terdiam, memikirkan dengan seksama apa maksud keinginan dari Queeneira saat ini.
"Queene," panggil Gavriel, setalah terdiam cukup lama memikirkan apa yang akan menjadi keputusannya.
"Iya."
"Kamu sedang meminta bantuan denganku? Tanya Gavriel.
"Tidak, aku sedang menawarkan kerja sama," elak Queeneira tidak ingin Gavriel menang, karena menganggapnya sedang mengemis bantuan.
"Sayang sekali, kerja samanya tidak bisa aku terima. Ini bukan bidangku," sahut Gavriel dengan kedua bahu terangkat cuek, seakan ia tidak peduli dan Queeneira yang mendengarnya menatap Gavriel tidak percaya.
"Tapi Gavriel, kamu bukannya jadi ambassador juga untuk beberapa perusahaan investor kamu?" tanya Queeneira melihat Gavriel dengan ekpsresi kecewa.
"Hum, karena mereka adalah orang dalam perusahaan. Jadi, karena itu termasuk untuk kepentingan perusahaan, maka aku mau tidak mau harus melakukannya. Meskipun aku tidak mau sih," jelas Gavriel apa adanya.
Sebenarnya ia mau saja menjadi apapun jika Queeneira memintanya, juga jika Queeneira lebih keras dalam hal merayunya. Tapi karena Queeneira datang dengan penawaran dalam bentuk materi, ia dengan sengaja menolaknya.
Hei! Ia tidak perlu materi dari hasil usaha calon istrinya, yang ia ingin adalah orangnya. Jika saja Queeneira berkata dengan nada manis, mungkin ia akan menerimanya suka cita.
"Kami akan membagi dengan rata, jika pendapatan yang jadi masalah, Gavriel," tawar Queeneira dengan segera, suatu kesalahan besar saat Queeneira lupa jika ia sedang bicara dengan siapa saat ini.
"Pendapatan?" beo Gavriel dengan ekspresi tidak suka.
Benar kan, baru saja ia berpikir jika uang bukan lah segalanya, kini Queeneira sudah berkata demikian.
"Iya, aku akan past-
"Queeneira, aku tidak punya waktu untuk itu. Kamu bisa mencari model yang lain, aku tidak bisa," sela Gavriel segera, tidak ingin mendengar lagi penawaran Queeneira yang baginya biasa saja.
"Tapi Gavriel, hanya kamu yang diinginkan jadi model itu," tandas Queeneira dengan nada frustasi.
Sepertinya Queeneira mulai lelah dan mendengar jika Gavriel tidak bisa membantunya membuat ia semakin kehabisan akal.
Dengan penawaran yang akan di ajukannya saja Gavriel tidak mau dengar, bagaimana mau menyetuji kerja sama dengannya.
"I can't. You can come back again, if you already know, how to ask with me to work together, heum. I have to work again, Queene.(Aku tidak bisa. Kamu bisa datang lagi, jika kamu sudah tahu cara untuk mengajakku bekerja sama bagaimana, heum. Aku harus kembali bekerja, Queene)"
Setelah mengatakan itu, Gavriel pun berdiri dari duduknya dan meninggalkan Queeneira, tanpa melihat ke arah Queeneira yang saat ini sedang terdiam kecewa. Namun baru saja beberapa langkah Gavriel meninggalkan sofa, ia harus terdiam saat mendengar ucapan Queeneira yang nada suaranya terdengar sekali kecewa.
"Tidak bisa kah kamu pikirkan lagi, Gavriel."
"Tidak," jawab Gavriel tegas, kemudian kembali melanjutkan langkah kakiknya dan kemudian duduk di kursi kekuasaannya, memegang mouse wireless lalu mengklik folder di mana ia menyimpan pekerjaanya.
Queeneira hampir saja menitikkan kristal beningnya, namun segera di hapusnya dan Gavriel melihat itu.
"Coba berpikir, Queene. Apa yang harus kamu lakukan agar aku menerima tawaranmu," batin Gavriel menekan keinginannya untuk kembali duduk di sofa samping Queeneira.
Tidak lama kemudian, Queeneira pun berdiri dari duduknya, berjalan menghampiri Gavriel dan berdiri di depan meja dengan Gavriel yang juga menatapnya.
"Aku, masihkah kamu menganggapku seorang sahabat, Gavriel?" tanya Queeneira dengan nada lirih, membuat Gavriel yang mendengarnya tertegun, terdiam dengan jantung berdenyut nyeri.
"Sahabat? Kamu bahkan lebih dari itu Queeneira," batin Gavriel kecewa.
"…"
"Jawab aku Gavriel," tuntut Queeneira dengan bibir bergetar menahan tangis, membuat Gavriel dengan segera berdiri dari duduknya dan memeluk Queeneira yang kali ini menerima pelukannya.
"Justru karena kamu sahabatku, Queeneira. Coba kamu ingat dan renungkan lagi apa yang tadi kamu katakan kepadaku. Nanti, jika kamu sudah tahu kesalahan kamu apa, kamu bisa datang lagi kepadaku dan kembali berbicara padaku, oke. Sekarang aku antar kamu balik ke kantor," bisik Gavriel lembut, kemudian menghapus sudut mata berair Queeneira.
"Yuk," lanjut Gavriel seraya menarik tangan Queeneira yang hanya bisa terdiam dan menurut ketika Gavriel membawanya keluar ruangan, menuju parkiran bahkan hingga saat Gavriel mendudukannya di kursi mobil.
Bersambung.