Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Keesokan harinya …
Apartemen Sky Elty
Hari ini kegiatan Gavriel seperti biasa, monoton tanpa ada acara menggangu Queeneira yang kemarin menemuinya untuk melakukan kerja sama.
Ada sedikit rasa bingung di hatinya saat dua sisi hatinya bertentangan dan bertolak belakang. Di satu sisi ia ingin segera mengiyakan dan membantu Queeneira. Lalu disisi lainnya, ia merasa kesal saat Queeneira menganggapnya hanya sebagai sahabat.
Mereka memang sahabat, tapi apakah Queeneira lupa jika dia telah menyatakan perasaan dengan ia yang juga membalas perasaan itu. Meskipun hubungan mereka sampai saat ini belum ada kejelasan, tapi setidaknya dengan pernyataan 10 tahun lalu Queeneira sadar jika mereka memiliki hubungan bukan hanya sebatas sahabat.
"Apakah perkataan 'menungguku' kurang jelas untuknya, sehingga dia menganggap jika hanya ada tali persahabatan saja di antara kami? Bukan kah dia sendiri yang bilang akan menunggu kepulangku tanpa peduli dengan rasa sakit yang akan di terimanya? Bukankah dia mencintaiku, kalau dia tidak mencintaiku kenapa dia memberi harapan untukku, sehingga aku bisa segera pulang dari masa perjuangku, " gumam Gavriel dengan perasaan tidak menentu.
Tidak, ia tidak menyalahkan Queeneira karena ucapan kemarin siang, dengan lebel persahabatan dibawa serta.
Ia menyadari jika ia juga bersalah, karena telah membuat penantian Queeneira selama 10 tahun ini benar-benar penantian yang menyiksa.
Saat ini ia hanya kecewa dengan dirinya sendiri, ketika dulu ia selalu berpikir jika nanti saat ia pulang Queeneira akan segera menerima dan menyambut kepulangannya. Hingga tanpa ia sadari, jika perbuatannya yang menyepelekan eksistensi kehadiran dalam bentuk komunikasi, justru lebih berpengaruh ketimbang kehadirannya yang tiba-tiba datang setelah 10 tahun tanpa kabar.
Kaki panjangnya melangkah ke arah balkon apartemenya, untuk melihat langit malam dengan kerlap-kerlip bintang di atas sana. Langit yang indah, seharusnya ia bisa menikmati ini sambil mendengar manisnya suara merdu Queeneira, jika saja ia memberikan handphone milik si empunya handphone yang kemarin ia perbaiki.
"Hum … Sedang apa dia kira-kira," gumam Gavriel penasaran.
Selain melalui pertemuan langsung, ia sama sekali belum pernah mendengar via sambungan telepon suara dari Queeneira. Err … Kecuali dengkuran halus saat tertidur tempo lalu, seterusnya tidak pernah dengar lagi.
"Hari-hari yang aku lalui terlalu tenang, bolehkah aku berharap jika benar tidak aka nada hal mengerikan setelahnya," lanjut Gavriel bergumam dengan wajah mendongak melihat ke atas sana, melihat bulan dengan bentuk sabit yang terlihat cantik di netranya.
"Mencintai atau dicintai, sampai saat ini aku belum menjawab pertanyaan sepele itu. Tapi aku rasa, mencintai lebih baik, setidaknya orang yang aku cintai tidak perlu merasakan sakit, seperti apa yang aku rasakan saat ini. Saat aku dulu masih menjadi seseorang yang dicintai, lalu menjadi orang yang mencintai, ternyata orang yang dulu mencintaiku sudah tidak ada di belakangku lagi."
Ia tiba-tiba teringat dengan apa yang dikatakan sang mommy sebelum ia berangkat ke luar negeri.
Pada saat itu ia bahkan hampir membiarkan dirinya menjadi pihak yang dicintai, tanpa peduli dengan perasaan orang yang mencintainya. Bagaimana bisa, dulu ia punya pikiran egois dengan tebakan, nanti juga lupa dengan perasaan apa itu cinta, sedangkan kini ia yang merasakan sakitnya memikirkan perasaan cinta yang tidak bersambut.
Seperti dulu yang di alami oleh Queeneira, saat ia menjadi pihak yang dicintai sedangkan Queeneira pihak yang mencintai.
"Ck … Seharusnya dari dulu aku membiarkan naluriku yang bekerja, bukan akal sehatku," sesal Gavriel dengan decakan kesalnya.
Jika dulu ia tidak punya ambisi untuk bisa menjadi orang terbaik dari yang terbaik, sudah di pastikan jika ia dan Queeneira saat ini sudah bahagia, bahkan tidak ada jurang lebar seperti ini.
"Ck, kenapa penyesalan adanya di belakang, bukan di awalan sih," kata Gavriel dengan nada kesal luar biasa di dalamnya.
(Karena di awal namanya pendaftaran, kasep. Isk)
Disaat Gavriel sibuk dengan gerutuan penyesalannya, tiba-tiba terdengar bunyi intercom yang berdering beberapa kali. Membuat Gavriel dengan segera meninggalkan balkon, berjalan memasuki apartemennya dan menuju layar intercom yang menampilkan sosok wanita, wanita yang tadi sedang dipikirkannya dan wanita yang membuatnya keliengan, memikirkan bagaimana hubungan mereka nanti.
"Queeneira," gumam Gavriel tidak percaya.
Sebelumnya ….
W&M Boutique And Photo Studio
Di meja kerjanya, Queeneira yang baru menyelesaikan laporannya tiba-tiba terdiam, memikirkan perkataan Selyn yang membuatnya seketika tersentak, sadar.
Ia mengira jika kesalahnnya adalah karena perusahaannya yang tidak sebanding dengan perusahaan Wijaya, juga karena pembayaran tidak seberapa yang ditawarkannya kemarin.
Namun ternyata bukan itu, tapi karena ia telah salah membicarakan materi di hadapan Gavriel yang tentu saja penghasilannya lebih dari yang di tawarkan.
"Mba, Mas tidak peduli jika pun Mas tidak di bayar saat Mas melakukan kerja sama dengan Mba. Tapi Mba sendiri kan tahu, jika Mas punya jadwal kerja yang bahkan ngelebihin waktu istirahatnya. Coba untuk berbicara sebagai orang yang mengenal Mas, bukan sebagai pemilik perusahaan yang hanya mementingkan keuntungan perusahaan, namun hanya ingin agar perusahaan tidak kena komplen tidak lebih."
"El sebenarnya yakin, jika sebenarnya Mas ingin membantu Mba. Tapi Mba lebih dulu menyinggung Mas tentang pembayaran, padahal Mas tidak menyinggungnya. Mba lupa, jika pendapatan Mas bahkan lebih besar jika Mas mau sombong saat itu."
"El saranin, coba datang dan berbicara lagi dengan Mas, tapi jangan sebagai Queeneira yang sekarang namun sebagai Queeneira yang Mas kenal."
Dengan begitu ia pun memutuskan untuk pergi menemui Gavriel lagi, kali ini ia akan mendengarkan apa yang diinginkan Gavriel, tanpa ada rasa kesal dalam dirinya.
Karena memang ia sadar, jika Gavriel bukannya memang ingin jadi ambassador seperti apa yang di bilangnya kemarin, tapi karena tuntutan yang mengharuskannya melakukan hal demikian
Benar, ia juga kan meminta bantuan kepada Gavriel bukan karena keuntungan, karena ia bisa saja membatalkan satu kerja sama. Namun bagaimana dengan kerja sama yang lainnya, bagiamana dengan pandangan calon klien yang lainnya nanti, jika kerja sama ini ia batalkan secara tiba-tiba padahal semua sudah di sanggupi pihaknya.
Ia juga melakukan ini karena tuntutan, karena ia adalah pihak yang bertanggung jawab penuh akan apa yang nanti terjadi dengan perusahaannya.
Maka itu di sini lah Queeneira berada, di depan pintu apartemen Gavriel setelah ia dengan mudah masuk dan di persilahkan dengan ramah oleh pihak informasi.
Padahal yang ia tahu sangat sulit masuk ke dalam, jika bukan atas kehendak si pemilik nomor apartemen.
Tapi biarlah, ia tidak perduli. Lagian dengan begitu ia tidak perlu bersusah payah, lagian juga kan ia hanya ingin menemui Gavriel, bukannya ingin mengajak Gavriel baku hantam.
Tangannya terulur untuk menekan tombol bel dan ia pun menunggu hingga akhirnya pintu terbuka, dengan Gavriel yang berdiri di depannya lengkap dengan seringa- bukan, kali ini bukan seringai melainkan senyum yang sudah lama tidak ia lihat.
Ceklek!
"Queene," kata Gavriel dengan nada lembut, membuat Queeneira terdiam melihat Gavriel yang juga melihatnya dengan rindu.
"Gavriel," batin Queeneira tidak sadar tersipu.
"Dari tadi? Masuk yuk," ajak Gavriel, menarik tangan Queeneira yang kali ini menurut dan mengikuti tarikan lembut dari Gavriel.
Netra brown miliknya melihat ke arah tangan yang saat ini ada dalam gengaman tangan Gavriel, ingatannya seketika melayang kebeberapa tahun yang lalu, ketika dulu terakhir kali mereka saling menggengam seperti ini.
"Telapak tanganmu semakin besar, namun rasanya masih sama, masih sehangat dulu," batin Queeneira.
"Duduk, Quee."
"Ah! Iya."
Queeneira tersentak kaget, saat tiba-tiba Gavriel mempersilahkannya duduk, sepertinya ia melamun namun untungnya Gavriel tidak melihat itu. Ia pun duduk di hadapan Gavriel, yang melihatnya seakan bertanya melalui tatapannya.
Menghembuskan napasnya perlahan, Queeneira pun akhirnya menatap Gavriel tepat di netra tajamnya kemudian menyampaikan apa maksud ke datangannya.
"Gavriel. Aku masih dengan tujuan kemarin, namun bukan untuk bekerja sama seperti yang aku sampaikan kemarin. Aku ke sini ingin meminta kamu mau sekali saja, menjadi model jam tangan yang menjadi klien perusahaanku. Hanya satu kali, tanpa ada lanjutan jika ada klien lainnya meminta kamu sebagai modelnya," kata Queeneira tidak berbasa-basi. Nada yang di pakainya terdengar bersahabat dan Gavriel yang mendengarnya pun sekarang mengerti, jika akhirnya Queeneira sudah bersusah payah membuang egonya hanya untuk meminta tolong dengannya.
"Aku tahu kamu sibuk dengan segala macam jadwalmu. Tapi aku harap kamu mau membantu aku kali ini, sekali ini saja," lanjut Queeneira dengan ekspresi wajah meminta, hingga senyum miring pun akhirnya terbit di bibir Gavriel, senyum miring yang tidak sempat terlihat karena Queeneira keburu menolehkan wajahnya ke arah lainnya.
"Well … Bolehkah kesempatan ini dipakai sebaik-baiknya," batin Gavriel melihat Queeneira yang saat ini sedang melihat ke arah lain, sepertinya malu karena akhirnya ia menyerah karena tuntutan.
Bersambung.