Selamat membaca
¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶
Gavriel sampai di proyek barunya tepat di pukul sepuluh. Ia berjalan di temani Aksa, juga mandor yang sesekali menunjuk lokasi saat ia menanyai hal yang tertera di kertas laporan.
Saat ini ia sedang memantau proses jalannya pembangunan gedung baru olah raga, proyek bersama pemerintah yang tendernya ia menangkan dengan mengalahkan beberapa perusahaan konstruksi.
Butuh perjuangan untuk memenangkan proyek dengan nilai tidak main-main ini, perusahaan besar di bidang yang sama dengannya pun banyak yang ikut untuk memenangkan tender ini. Namun untunglah, ia bisa memenangkannya karena kegigihan juga rancangan matangnya.
Gavriel berjalan ke arah cor pondasi dan beton, kemudian jongkok di sana untuk mengukur tebalnya.
Ia tidak mau ada kesalahan di bagian sekecil apapun, baik itu pondasi maupun nanti berjalan ke tahap pembangunan atas.
Setelah memastikan jika tebal pondasi pas dan tidak ada kemiringan di bagian itu, Gavriel kembali berdiri tegak dan melihat si Mandor dengan tatapan datarnya.
"Jangan ada kesalahan saat pembangunan, pastikan sesuai perhitungan, semua ukuran rata dan tidak ada cacat di setiap sisinya," kata Gavriel tegas, di angguki kepala segera oleh si mandor yang mengerti apa mau sang Bos di depannya.
"Baik, Bos."
"Hn, kerja bagus, lanjutkan," timpal Gavriel menepuk pundak si mandor pelan, kemudian berjalan meninggalkan si mandor yang mengekor di belakangnya, berniat mengantar Gavriel yang berjalan ke arah mobilnya.
Sebelum memasuki mobil yang dikendarai olehnya sendiri, Gavriel memerintahkan Aksa untuk lebih dulu pergi ke lokasi selanjutnya, sedangkan ia menjemput Alex dan akan bersama-sama pergi ke lokasi.
"Kamu duluan sama Pak Yudin, aku jemput Alex dan pulangnya sama kamu, ngerti kan?" jelas dan tanya Gavriel, yang dijawab dengan anggukan kepala dari Aksa segera.
"Mengerti, Bos."
"Hn, hati-hati di perjalanan," ucap Gavriel mewanti, kemudian tancap Gas meninggalkan Aksa yang mengernyit.
"Seharusnya dia yang hati-hati," gumam Aksa, namun kemudian mengangkat bahu tak acuh dan ikut meninggalkan lokasi.
Sementara Gavriel dan Aksa yang sedang bekerja di lapangan, di tempat kerja lainnya tepatnya di tempat Queeneira yang saat ini sedang duduk di kursinya, ia terdiam dengan sebelah tangan masih mengusap pelan lengannya yang tadi terkena benturan alat kebersihan.
Dahinya mengernyit saat mengingat wajah asing yang baru ini dilihatnya.
"Tapi kenapa aku nggak tahu kalau ada pegawai baru," batin Queeneira penasaran.
Tidak lama kemudian, terdengar ketukan pintu dengan ia yang segera menyahutinya dan pintu pun terbuka, menampilkan asistennya yang membawa map berwarna-warni di pelukannya.
"Alamat kerja lembur lagi," lanjutnya masih dalam hati.
"Bu, ini laporan konsep dari klien Deni dan lainnya. Model juga sudah, hanya tinggal oppa Gavriel yang belum di konfirmasi," jelas Andine menekan nama Gavriel dengan sengaja, sehingga Queeneira yang mendengarnya mendelik galak ke arahnya.
"Diam saja deh, kalau kamu mau kamu saja yang mendatanginya dan meminta dia untuk menjadi model jam tangan ini," sewot Queeneira, membuat Andine mengangguk semangat, setuju dengan apa yang dikatakan Bos cantiknya.
"Ide bagus! Aku akan datang dan menggoda oppa dengan tubuhku yang sempurna ini, siapa tahu saja dia mau menjadikan aku selirnya. Ah! Aku akan menggunakan pesonaku kalau begitu," sahut Andine dengan gesture tubuh seakan sedang menggoda, di hadapan Queeneira yang kepalanya mengeluarkan asap.
Hell … Sampai akhir episode ini tamat juga, ia tidak akan rela Gavrielnya di sentuh wanita gatal, mau itu temannya atau wanita lainnya di luar sana.
"Pergi sana, goda dia sampai dia memakanmu bulat-bulat. Hih, jangan kembali kalau belum berhasil," ucap Queeneira kesal.
Lain di mulut lain di hati, meskipun ia mengatakan itu dengan kesal dan bersikap seakan tidak ada apa-apa. Nyatanya hatinya saat ini sedang menggerutu tentang ucapan Andine, yang masih menatapnya dengan mata berbinar senang.
"Ah! Aku rela kalau itu oppa Gavriel. Dia mau ngapain aku juga boleh, orang tampan mah bebas," timpal Andine semakin menjadi, menggoda Queeneira yang akhirnya keluar juga tanduknya.
"Andine!!!"
"Oke, aku paham. Aku pergi deh ke kantor Wijaya, sampai babai!"
"Andine! Kemari kamu!"
Andine dengan kekehan senangnya keluar dari ruangan Queeneira, menulikan pendengarannya saat Bos cantiknya memanggil namanya kesal.
"Suruh siapa jadi wanita jual mahal, kalau aku sih nggak di tawarin juga mau," batin Andine kemudian terkekeh senang.
Kembali pada Queeneira yang sedang kesal di ruangannya, ia mengangkat gagang pesawat telepon di meja kerjanya, kemudian menekan nomor handphone seseorang, berniat melanjutkan pembicaraan tadi malam yang tertunda karena insiden yang membuatnya kehilangan handphone kesayangannya.
Tut! Tut! Tut!
Nada sambung terdengar, lalu tidak lama terdengar suara seorang laki-laki yang di kenalnya menjawab sambungannya.
~"Halo."
"Ezra," panggil Queen.
Benar, ia berniat melanjutkan rencananya untuk meminta pertolongan kepada Ezra, sahabat yang adalah sepupu dari Gavriel sendiri.
Ia berpikir siapa tahu saja dengan Ezra yang menyampaikan keinginannya, Gavriel mau membantu tanpa harus menampilkan ekspresi menyebalkan setelahnya.
~"Iya, ini kamu kan, Quee? Kenapa pakai nomor kantor?"
Eh! Benar juga, saat ini ia menggunakan nomor kantor untuk menghubungi Ezra.
"Iya, handphoneku rusak, sedang diperbaiki," jawab Queeneira menjelaskan.
~"Bagaimana bisa rusak?"
"Huh, kenapa pertanyaanya sama dengan dia," batin Queene sebal.
"Itu semua karena Gavriel," balas Queeneira dengan nada kesal.
"Loh, kok bisa?"
"Astaga Ezra, kenapa banyak tanya sih," dumelnya masih dalam hati.
"Soalnya aku kaget, aku kira Gavriel sedang tidak ada di samping kamu. Eh! Tahu-tahunya dia juga ikut nyahut, bagaimana aku tidak membanting handphone ke dingding sampai hancur, Ez," jelas Queeneira dengan nada menggebu-gebu, membuat Ezra tergelak di seberang sana.
~"Ha-ha-ha … Bisa seperti itu."
"Isk, bisa lah siapa yang tidak kaget, denger suara dia tiba-tiba, padahal aku sedang menghindarinya," jawab dan lanjut Queeneira dalam hati.
~"Ha-ha … Baiklah-baiklah, lalu sebenarnya tadi malam kamu mau berbicara apa Quee?"
"Itu sebenarnya …"
~"Hmm?"
"Itu, boleh aku minta tolong tidak, Ez," ucap Queeneira, menelan salivanya tiba-tiba gugup.
~"Apa itu?"
"Begini, aku kan kebanjiran kerja sama dengan beberapa perusahaan," ujar Queeneira menjeda kalimat, menuai balasan antusis dari Ezra yang memberi selamat.
~"Woah! Selamat Quee. Jangan lupa traktirannya."
"Terima kasih, EZ. Gampang kalau soal traktiran mah, tapi kamu bisa tidak nih membantuku?" sahut Queeneira cepat, ia sangat berharap jika Ezra bisa membantunya.
~"Bantuan apa dulu?"
"Itu … Aku, emh, kamu bisa tidak bilang ke Gavriel untuk menerima pekerjaan menjadi model di studio fotoku," jelas Queeneira dengan gugup, kemudian menghela napas saat akhirnya selesai juga ia menyampaikan maksudnya kepada Ezra.
~"Hah! Model? Maksudnya?"
"Emh, itu. Sebenarnya, aku kerja sama dengan perusahaan jam tangan dan aksesoris gitu. Lalu, si pemilik ini ingin jika jam tangan rancangannya di pakai oleh Gavriel sebagai modelnya. Karena menurutnya, jika Gariel yang memakainya pasti akan meledak di pasaran," ujar Queeneira menjelaskan dengan sejelas-jelasnya, kepada Ezra yang kembali terkekeh.
"Kok ketawa. Ez," lanjut Queeneira sebal, ia ketakutan eh sahabatnya malah mentertawainya.
~"Ha-ha … Que-Que, kamu kan tahu sendiri jika Gavriel jadwalnya seperti apa."
"Aku tahu," cicit Queeneira, menuai kekehan lebih dari Ezra di seberang sana.
"Ezra, isk awas mati keselek," sewot Queeneira sebal, namun sayang Ezra semakin tergelak di sana.
~"Ha-ha-ha … Oke-oke, kamu jahat sekali nyumpahin aku mati keselek."
"Habis kamunya sih," gerutu Queeneira, meskipun sedikit sebal namun ia tersenyum saat bisa mendengar tawa sahabatnya lagi.
Tawa Ezra hampir sama dengan Gavriel, apa karena mereka sepupu yah? Tapi tawa Gavriel lebih merdu, batin Queene membandingkan. Namun tidak lama ia memukul kepalanya, saat merasa aneh selalu membandingkan antara seseorang dengan Gavriel ikut serta.
~"Iya-iya, oke, aku serius nih."
"Humb," dengkus Queeneira mengalihkan rasa ngaconya yang tadi.
~"Jadi semalam itu kamu nelpon mau minta tolong sama aku, bilang kepada Gavriel untuk mau menjadi model di studio foto kamu, begitu?"
"Iya," sahut Queeneira singkat, mengangguk dengan wajah berlipat kesal.
~���Kalau soal itu …"
Queeneira menunggu dengan sabar lanjutan kalimat yang sengaja di gantung oleh Ezra, kemudian mendesah kecewa saat Ezra bilang jika dia tidak bisa membantunya.
"Yah … Ez, masa tidak bisa sih," gumam Queeneira murung.
~"Kenapa kamu tidak bilang langsung?"
"Tidak mau!" seru Queeneira cepat.
~"Lah! Kenapa? Kalau kamu butuh, seharusnya kamu bilang langsung dengan dia."
Kamu tidak tahu Ez. Sepupumu itu echi dan akan memamakanku kalau tahu aku butuh bantuannya, batin Queeneira menjawab pertanyaan Ezra. Namun ia kembali memukul kepalanya pelan, saat tahu jika Ezra mana bisa mendengar ucapan dalam hatinya.
"Bodoh," umpat Queeneira dalam hati.
~"Quee."
"Humm …" gumam Queene panjang, saat Ezra memanggilnya karena ia yang terdiam lama.
~"Kamu datangi lah dia, bicara baik-baik dengannya. Aku yakin Gavriel akan menuruti apa maumu."
"Aku tidak mau," tolak Queeneira keras kepala.
~"Kalau begitu siap-siap kena complaint klien kamu."
"Ez …" rengek Queeneira, berharap Ezra luluh.
~"Quee, kamu bukan anak kecil lagi, ingat."
Queeneira terdiam mendengar nada suara Ezra yang berubah, kemudian menghela napas kecil setelahnya .
"Oke, aku mengerti," sahut Queeneira.
~"Bagus! Aku akan bilang sama Aksa untuk atur jadwal pertemuan kalian, bagaimana?"
"Tidak usah,Ez."
~"Loh, kenapa?"
"Aku akan menghubunginya sendiri, nanti," jawab Queene, meski dalam hati tidak tahu kapan nanti itu akan terlaksana.
~"Hum, itu lebih baik."
"Baiklah, Ez. Aku harus mengerjakan pekerjaannku, terima kasih."
~"Selamat berjuang, Que."
"Humm … Terima kasih, Ez."
Panggilan pun berakhir, dengan Queeneira yang mengembalikan gagang telepon ke tempat asalnya. Lalu dengan 5L melanda, Queeneira pun meletakan kepalanya ke atas meja dan menghembuskan napas kuat.
Huft …
"Aku yakin, jika aku datang dan meminta pertolongan, dia akan menampilkan seringai mengerikannya. Seringai yang juga menyebalkan," gumam Queeneira seraya membayangkan ekspresi wajah Gavriel, saat nanti ia mendatanginya.
Bersambung.