STELLA!
Bingung mau ngapain dirumah segede ini tanpa seseorang yang temani.
Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing!
Aku sudah hampir sepuluh kali mondar-mandir dari kamar-ruangtamu-kamar-taman.
Saking bosanku, sampai pekarangan belakang pun ku jajaki---tak ada yang buatku tertarik. Hingga akhirnya, aku merasakan cacing diperut mulai keliyengan---meminta asupan, aku terpaksa harus menuju pentry.
"Eh ada bibi." ucapku spontan mendapati bibi dibalik meja bar sibuk menyiapkan minuman dan beberapa snack lainnya.
"Iya kalo nyari bibi sudah pasti di Pentry lah, kan yah Bi?" ucapku sembari menarik kursi dan duduk. setelah duduk anteng sekitar lima menit aku menatap bibi melongo tanpa kata, melihatnya sibuk menyiapkan makanan dan minuman "buat siapa Bi?" tanyaku menatap bibi.
"Itu buat den Rimba" jawab bibi sembari balas menatapku sekilas lalu kembali sibuk dengan baki makanan ditangannya "ohyah Ada apa Non ?" tanya bibi lagi setelah beberapa menit membiarkan aku menatapnya.
Aku menyeringai, sedikit kesal diabaikan bibi "Papah uda Ke Jakarta?" tanyaku ketus.
"Oh iya Non. Tuan Kill sudah berangkat dari tadi habis sarapan bersama." jawab bibi.
Aku menatap bibi lekat-lekat "Bagaimana. Apakah berhasil bi?" tanyaku lagi. aku begitu penasaran apakah Papah membelaku didepan Mrs. Tania atau tidak.
Bibi menghela napas pendeknya, sebelum menjawab pertanyaanku "Iya Non. Tapi kayaknya Nyonya Tania merasa sedih." ucapnya.
Aku cemberut "kalo papah gimana bi, aku pen tahu, Papah ada belain Ica apa nggak?"
Bibi mengangkat bahunya, enggan merespon pertanyaan dariku. Namun, karena aku terus menatapnya dengan tatapan penuh harap, akhirnya dengan ragu-ragu bibi membuka suara "Tuan sepertinya menjelaskan sesuatu kepada Nyonya, tapi bibi gak tau apa, soalnya Tuan hanya berbisik!" tuturnya.
Aku mendengus, kesal memikirkan respon Mrs. Tania yang sudah pasti menyebalkan "Bi, Ica pengen balik Jakarta." rajukku pada bibi sembari mengguncang kuat tangannya.
Bibi hanya tersenyum getir, mengelus pelan punggung tanganku "Tapi Non. Disana kan sendirian!" ucapnya menatapku penuh perhatian.
Mataku memicing, bibirku mengerucut , dahiku pun ikut berkerut, aku semakin jengkel "Yah gapappa. Disini bukan keluarga Icha juga kan, jadi buat apa berlama-lama disini." ucapku.
Bibi mendengarkan semua celotehanku dengan kepala terus menggeleng, tidak membenarkan perkataanku "Tapi keluarga ini semuanya menerima Non." bantahnya.
"Iyah. Karna Papah!" aku menjawab perkataan bibi dengan nada membentak. memang keterlaluan, aku sadar itu. Tapi, aku tidak bisa menahan kekesalanku lebih lama. Aku sangat tidak setuju dengan bibi yang mengatakan keluarga Mrs. Tania menerimaku. Jelas itu kebohongan terbesar yang baru saja ku dengar! Apalagi itu keluar dari mulut seseorang yang barusaja ingin ku jadikan teman dirumah ini. Sungguh mengecewakan!
Bibi menatapku "Non belum kenal mereka." ucapnya tersenyum.
Aku menggeleng "Icha gak perlu kenal. Icha mau balik ke Jakarta. Icha benci sama Rimba!" bantahku.
"Aden emang begitu Non. Kasar tapi hatinya sebenarnya baik."
"Tapi Icha mau balik ke Jakarta. Icha gak mau disinih."
Bibi kembali menghela Napas. Namun kali ini sedikit lebih lama "Udah. Non sarapan dluh saja. Nanti kita bicarakan sama Tuan kalo sudah balik. Kan sebentar juga masih ada acara Non." terangnya.
Aku hanya diam!
Beberapa menit kemudian, saat aku dan bibi, sudah tak lagi saling bicara. Tak lagi ada perdebatan, entah saling mengalah atau saling ego!
Bibi menyuguhkan ku banyak hidangan. Terkhusus Juz Alpukat. Yang sepertinya Papah sudah memberi tahu bibi, kalo aku paling suka Juz alpukat.
Dan ada 1 hal yang berubah setelah beberapa menit lalu, aku mulai berbicara santai dengan bibi.
Aku menerima semua suguhan bibi, walau dengan perasaan acuh. Aku tak berani menatap bibi.
Aku memang terlalu malu untuk menolaknya, sebab suguhan itu ada, setelah bibi mendengar bunyi kucruk yang keluar dari perutku.
Bibi tersenyum sebelum memberikan suguhan itu, aku hanya memekik, kesal. "ga boleh senyum-senyum!" protesku.
"ini spesial untuk, Non Icha. Resepnya pun diajarin langsung sama Tuan!" kata bibi.
Dan aku yang mendengar perkataan bibi barusan, hanya bisa membelalak. Kaget, mengetahui Papah sampe turun tangan mengajarkan bibi, cara membuat Juz Alpukat kesuakaanku.
Aku pun Tersipu Malu!
Wajahku memerah (maksud wajahku saat ini ialah, aku tak menyangka Papah melakukan hal sedatail itu, Buatku).
Bibi kembali melebarkan senyumnya, melihat rona wajahku. Bahkan bisa dibilang sekarang, Ia tertawa kecil. "Wajar toh Non, Tuan seperti itu, kan anaknya!" Ucapnya. Aku sibuk mengipas-ngipas wajahku dengan tangan, berusaha menetralisir darah yang mengumpul diwajahku saat itu.
"Bibi mau ambil sesuatu dulu dibelakang, Non" lanjut bibi sembari berjalan menjauhi bartender.
Beberapa Menit kemudian, bibi kembali dengan tangan yang memegang Panci berukuran lumayan besar.
Panci itu berisi air dan potongan-potongan tomat. Entah untuk apa itu semua!
"Oh yah bi. Bentar ada acara apa?" Tanyaku setelah bibi berhasil mengangkat Panci ke atas Kompor.
Bibi menatapku "Oh itu acara den Rimba." jawabnya.
"Ohyah bi Party like nightclub gak?" tanyaku.
Mata bibi memicing, bingung Maksud pertanyaanku "Apa itu Non, bibi gak ngerti." ucapnya polos.
Nah!
Aku memegang dahi, tersadar kalo bahasa yang ku gunakan, ialah bahasa Asing. "gak paham bi?" tanyaku dengan dahi berkerut.
"Iya Non" jawab bibi sembari menyodorkan satu piring cup cake untukku.
"Aduh sibibi---Masa tinggal sama orang luar tapi gak diajarin bahasa inggris. Kan Mrs. Tania selalu make bahasa inggris." Jelasku sembari menyomot satu cupcake dari bibi.
"Tapi ke bibi. Nggak Non." Jawab bibi lagi.
"Hadeh. Itu maksud Icha---pestanya kayak di club malam gitu---Gimana sih ngejelasinnya bingung nih Icha."
Aku menggaruk garuk kepala yang gak gatal karna bibi.
"Pokoknya intinya den Rimba ulangtahun." terang bibi.
Aku mengangguk-angguk, paham "Oh party birthday" ujarku lalu beralih ke gelas Juz. Menenggaknya habis.
"Pantes saja." gumamku.
"Sudah Non sarapannya?" tanya bibi setelah melihat hampir semua suguhannya Aku lahap.
Aku tertawa kecil "Udah nih." ucapku memperlihatkan piring dan gelas kosong ke bibi.
Bibi balasku dengan senyuman " ohya Non, Bibi mau ke pasar dluh. Beli bahan masakan." ucapnya kemudian setelah berberes.
"Pasar? " tanyaku dengan mimik wajah jijik.
Bibi mengangguk "Iya Non." jawabnya.
"Pasar yang becek itu bi?" Tanyaku lagi.
"Iya Non. Tapi gak becek kok disini bersih." Jawab bibi diselingi tawa kecilnya.
Aku mengernyit , membayangkan pasar-pasar yang sering ku lihat dalam televisi. Pasar yang becei dan pengap dengan jutaan penjual dan pembeli.
"Tapi ramekan sama ibu-bapak yang belum mandi gitu?" tanyaku dengan rasa geli menyelimuti benakku.
Bibi kembali terkekeh, melihat ekspresi wajahku saat bertanya "Ih Non ada-ada saja. Sudah bibi jalan dluh Non, baiknya kembali ke kamar kalo emang gak mau gabung---sebentar pasti banyak keluarga Nyonya yang berdatangan---Belum lagi temannya den Rimba boanyak Non." Ujar bibi setelah selesai membereskan sisa-sisa gelas dan piring yang tadi memenuhi bartender "yaudah bibi Permisi yah, Non" Pamitnya kepadaku.
Aku mengangguk!
Sepeninggal bibi ke pasar---aku memutuskan menurut kata bibi---Kembali ke kamar!
****
Riuhan diluar terdengar semakin semarak. Beragam bunyi mulai merusak gendang telingaku. aku terus mem-bolak-balik badan di atas kasur Queen size milikku.
Beberapa kali me-ngecheck handphone. Setidaknya ada satu pesan whatsappku terbalaskan oleh Niken dan Lulu. Namun, Nihil mereka sama sekali belum On whatsapp. Entah kemana cunguk dua itu. Kalo Galih memang sudah pasti takkan menghubungiku sekarang---tentu dia masih kecewa dengan apa yang terjadi Malam itu di rumahku.
****