Chereads / SANG PENGGODA CINTA / Chapter 33 - Nenek Erika

Chapter 33 - Nenek Erika

Barisan gigi rapih nan bersih itu tampak aneh berada antara daging kenyal berwarna merah muda seorang Reynand Alex Pradipta. Ia hanya menyengir saat Erika bertanya tentang keadaannya. Tidak baik-baik saja. Satu kalimat yang sering ditujukan kepadanya dan Reynand tidak suka mengakui hal itu.

"Tidak, Nek. Aku selalu bahagia," jawabnya menirukan jurus jawaban ampuh adik tirinya. Jawaban yang dapat memotong setiap pertanyaan lanjutan mengenai keadaan seseorang.

"Ya, sudah. Kalau begitu bantu Nenek membawakan koper-koper itu," timpal Erika memandang ke arah troli yang berisi beberapa koper miliknya.

Reynand mengangguk sembari meraih koper-koper dari atas troli. Mishel mendekat, hendak membantu kakak sepupunya itu.

"Jangan, Shel! Berat!" Reynand membeliak menolak bantuan dari gadis remaja yang mengidolakan dirinya.

"Tidak apa-apa, Kak." Mishel tersengsem, wajahnya sedikit memerah. Jawaban yang meluncur terdengar sedikit manja. Begitulah ia jika bertemu dengan Reynand.

Reynand mengulas senyum tipis pada bibirnya. Tangannya terulur mengacak-acak lembut puncak kepala Mishel.

"Aku hampir tidak percaya melihatmu sebesar ini. Tidak terasa, tahun ini akan masuk universitas," katanya.

"Iya dong, Kak. Masa aku jadi anak kecil terus," timpal Mishel mencebikkan bibirnya.

Nova yang berada di sana lantas menambahi obrolan antar sepupu itu. "Ya, Rey. Seharusnya, kau sering-sering datang berkunjung agar tahu perkembangan adikmu ini."

"Ah, Tante ... seperti tidak tahu pekerjaanku. Enam bulan ini saja, aku harus menggantikan Baruna di perusahaan Ayah," jelas Reynand dengan nada datar.

"Haish! Nenek heran dengan cara berpikirmu. Untuk apa kau terus berbaik hati membantu Ayahmu yang tidak berguna itu, sih?!" celetuk Erika tidak suka. Ia lalu membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam.

Aina melirik Reynand dengan dahi yang mengernyit. Wanita paruh baya itu mendecih lalu mengekor langkah Erika masuk ke dalam MPV-nya. Reynand membuang napas kasar melihatnya. Sementara, Mishel hanya menatap bingung kakak sepupunya itu.

"Ada apa sih, Kak?" tanyanya bingung.

"Tidak tahu." Pria itu mengangkat bahu tidak peduli. "Cepat masuk ke dalam," perintahnya kepada Mishel..

Mishel menurut. Ia duduk di jok paling belakang bersama ibu kandungnya, sedangkan Reynand duduk di samping Zaki.

Sepanjang perjalanan, Erika terus mengoceh ketidaksukaannya kepada mantan menantu yang sudah membuat anaknya menderita. Walau sudah bertahun-tahun berlalu, ingatan itu masih melekat tajam di kepalanya.

"Hei, Rey! Jangan biarkan Ayahmu memanfaatkan kau lagi. Kau tidak boleh membantunya mengelola Asyraf Corp. Biarkan anak kesayangan ia yang bekerja. Kau sebaiknya fokus pada perusahaan Nenek!" tegas Erika melirik ke kursi penumpang di depannya.

"Nek, dia Ayahku dan aku tidak merasa dimanfaatkan. Lagipula, aku juga adalah pemilik perusahaan," sahut Reynand dengan nada datar. Ia tidak ingin terpancing emosi jika membicarakan sang ayah.

"Dua puluh lima pesen, huh." Erika membuang wajah kesal. Kedua tangannya bersendekap di dada. "Seharusnya pria tua itu memberikan hartanya lebih besar dari dua puluh lima persen. Ditambah dengan kerja kerasmu mengelola perusahaan itu selama enam bulan saat Baruna menjalani pengobatannya. Kau paling layak mendapatkan setengah harta ayahmu."

"Mama, sudahlah. Masalah itu sudah berlalu," sela Aina memotong pembicaraan, "sudah bagus Rey diberikan tempat di keluarga itu," tambahnya.

"Ternyata kau pun sudah mulai melunak. Mana rasa dendammu yang dulu kepada Anton? Pria pengecut yang berselingkuh dan melakukan kdrt. Bahkan anakmu pun menjadi korban keluarga mereka. Calon istri Rey diambil oleh anak kesayangannya. Haish! Kalau mengingatnya membuat Mama sangat emosi!" Erika mengelus dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri.

"Mama jangan marah-marah terus." Nova yang duduk di belakang mengingatkan Mamanya agar tidak memaksakan diri. "Sudahlah. Kita ke Indonesia bukan untuk itu, 'kan?" lanjut Nova.

Erika menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan. Ia mengulangnya beberapa kali. Rasa emosi selalu membuatnya tidak dapat berpikir jernih.

Aina mengulurkan tangannya. Mengusap bahu sang Mama dengan lembut. Ia tak dapat berkata-kata selain memberikan sentuhan sayang untuk ibunya yang sudah lanjut usia.

Reynand yang mendengar semuanya hanya diam, tidak berkomentar. Ia tidak ingin membuat semuanya bertambah runyam. Walau ibu dan ayahnya sudah berbaikan, sang Nenek yang tidak terima akan selalu mengungkit hal itu. Masalah hati biarlah hanya dia saja yang merasakan. Seiring dengan berjalannya waktu, Sheryl akan menjadi kenangan yang indah dalam hidupnya.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, mobil yang ditumpangi oleh mereka memasuki halaman luas keluarga Pradipta. Reynand membuka pintu mobil, menoleh ke samping. Sebuah mobil yang ia kenal terparkir di sana.

"Kayla ...," gumamnya.

"Kayla, Nak?" tanya Aina yang berdiri di sampingnya.

Reynand mengangguk, lalu menuju bagasi mobil hendak mengeluarkan koper dari dalamnya.

"Biar saya saja, Mas Rey," ujar Zaki tiba-tiba.

"Baiklah. Tolong ya, Pak."

"Ya, Mas." Zaki mengangguk patuh.

Reynand beringsut menyusul langkah ibu dan anggota keluarga lain yang berjalan lebih dulu di depannya. Di teras tampak Kayla, Indira, dan Daniel sedang duduk mengobrol. Ketiga orang itu seketika berdiri saat melihat ada yang datang.

"Nenek! Akhirnya sampai juga!" seru Indira dengan pandangan berbinar melihat Neneknya. Walau tidak sekandung, ia sangat menyayangi Erika. Wanita hamil itu bergegas memeluk Erika.

"Indira? Oh, astaga! Kandunganmu sudah sangat besar. Kapan anakmu akan lahir?" tanya Erika saat merasakan tonjolan perut Indira yang menyentuh tubuhnya.

"Menurut perkiraan dua minggu lagi." Indira mengurai pelukannya. Menatap sang nenek dengan senyumnya yang manis.

"Jangan capek-capek." Erika mengingatkan. Telapak tangannya mengelus punggung Indira.

"Iya, Nek." Indira mengangguk.

Daniel yang berada di sampingnya ikut menyalami seluruh anggota keluarga Pradipta yang baru tiba di tanah air. Menyapa ramah mereka satu per satu.

Erika mengerling tajam ke arah wanita cantik yang berdiri terdiam di depannya. Kayla menundukkan kepala sopan kepada Erika dan keluarga.

"Mama, dia adalah Kayla." Aina sontak menghampiri Kayla. Mengiringinya bertemu muka dengan seluruh anggota keluarganya dari dekat. "Kay, yang berdiri di depanmu adalah Nenek Erika, Tante Nova, dan sepupu Rey, Mishel," katanya memperkenalkan anggota keluarganya satu per satu.

Kayla mengulurkan tangannya hendak bersalaman. Mengulum senyum manis kepada mereka. Aktris cantik itu menyebut namanya dengan suara halus, "Kayla."

"Oh, jadi kau yang namanya Kayla?" Erika merespon jabat tangannya, tapi netranya menatap dingin wanita itu.

"Iya, Nek. Aku Kayla." Kembali, wanita itu menunduk sembari tersenyum kecil.

Sebelah alisnya terangkat sesaat, lalu melepas telapak tangannya. Sedetik kemudian ia pun berjalan meninggalkan Kayla dengan langkah pongahnya.

"Kay, maafkan Neneknya Rey, ya," kata Aina menepuk pelan bahu Kayla, segera menyusul langkah Erika.

Kayla menatap rikuh Nova dan Mishel. Ekor matanya bergerak kanan dan kiri, melirik meminta bantuan. Reynand hanya bergeming tanpa kata di antara mereka. Kayla baru menyadari kalau ia memilih waktu yang salah untuk berkunjung ke kediaman keluarga Pradipta.