Arista tengah melangkah keluar dari dapur, tangan kiri memegang sebuah gelas berisikan jus jeruk, sedangkan tangan kanan sibuk dengan urusan ponsel, kakinya terlalu mengenal kontur area sekitar, jadi tanpa perlu Arista menatap ia sudah hafal jalan, sebab fokusnya terus mengarah pada layar ponsel.
Arista baru mengalihkan pandang saat mendengar derap langkah seseorang yang bergerak memasuki rumah, ada Barra yang kini menapaki tangga tak jauh dari posisi Arista. Namun, melihat Barra justru membuat Arista mengernyit, ia menyadari ada yang berbeda dari adiknya.
"Woy, Barr!" seru Arista terdengar seperti memanggil preman.
Barra menghentikan langkah entah di anak tangga ke-berapa, ia sudah menapaki setengah perjalanan menuju lantai dua, tapi suara Arista membuatnya mengalah dan menoleh. "Apa, Mbak?"
"Turun lo."
Barra terpaksa menuruni anak tangga dan berdiri di depan Arista yang menatap adiknya dengan kening berlipat dari ujung kaki sampai kepala, memang apa yang aneh dengan Barra?